Selamat Membaca
Tepuk tangan riuh terdengar saat mobil hitam memasuki aula gedung diiringi 6 mobil lain dibelakangnya.
Beberapa diantar mereka berteriak antusias menerikan nama Mirza dengan kedua tangan memegangi sebuah sepanduk bergambar wajah pria itu.Siapapun pasti tahu yang baru saja datang tadi adalah orang nomor satu di negara mereka. Mirza presiden yang terpilih tahun ini.
Seluruh rakyat berkumpul di aula gedung putih, mereka kembali berteriak saat pria paruh baya itu keluar dari dalam marcedez hitam melangkahkan kakinya menuju karpet merah yang sudah terbentang menyambut kedatangannya.
Mirza tersenyum, melambaikan tangannya kearah masyarakat yang sangat terlihat antusias menyambut kedatangannya pagi ini.
Setiap langkah yang pria paruh baya itu ambil, suara jepretan kamera dari para wartawan turut mengiringi langkah kakinya berjalan kearah panggung kecil yang sudah disiapkan.
Ini adalah hari dimana Mirza resmi dilantik, maka hal selanjutnya adalah menyapa seluruh masyarakat yang telah memilihnya beberapa bulan lalu.
Sepuluh pengawal berpakaian formal mengelilinginya. Ada yang mengikutinya dari belakang, dua disamping kanan dan kiri, dan tiga orang lainnya berada di jalur depan.
Menjaga keamanan sang presiden yang baru saja resmi menjadi orang nomor satu di negara itu.
Seseorang mendecih pelan tersenyum miring melihat bagaimana bahagianya wajah pria itu dari kejauhan. ia menunduk, menggeser tirai kamar hotel yang ia pijakan sekarang.
"Pemerintahannya akan jatuh, negara akan runtuh" gumamnya pelan, sembari bersiul kecil sedangkan jemarinya dengan gemetar memeriksa kembali alat peredam diujung selongsong sniper yg ia pegang.
"Sadarlah kalian, ia hanya akan mencuri lumbung padi kalian sendiri" ia terkekeh geli, siulannya semakin keras. ia kembali mengeser tirai dengan perlahan. Dilihatnya pria itu sudah berdiri di atas panggung melambaikan tangannya kesana kemari membalas teriakan masyarakat yang mendukungnya.
Ia melirik pada semua aparat keamanan yang menjaga seluruh area dalam jarak dekat dan jauh disekitar gedung putih. dan hotel ini, adalah salah satu tempat yang tidak terjangkau oleh mereka.
Haruskah ia bersyukur? Jelas tidak, karena setelah ini pun ia akan memilih untuk menghukum mati dirinya sendiri.
"Iblis bermuka malaikat,kau hanya perlu memimpin neraka bukan memimpin negara".
Decihnya geli, ia tertawa kecil lantas membuka jendela kamar itu.sementara tirainya ia biarkan menutup begitu saja.ia mulai membukukan badan, mengatur jarak dan menempatkan lokasi ditarget.
Target terkunci dan ia kembali terkekeh kecil memandangi pantulan iblis yang sudah mulai memberikan pidato. kedua matanya teralihkan, menatap beberapa pengawal yang terus menjaga memastikan bahwa si iblis itu aman dari barbagai ancaman.
Sayangnya tidak, nyawa iblis itu kini berada di tangannya.
30 menit kemudian.
Ia terus menunggu, memberikan waktu dan memberikan penghormatan terakhir pada pria itu. Hinga saat sang presiden mulai bergerak dari mimbar, sibuk menyalami beberapa perdana menteri dan entek-enteknya diatas panggung itu.
"Dor"
Gumamnya pelan, lantas kembali terkekeh saat melihat seluruh manusia yang berbeda disana mulai panik dan berteriak histeris.
ia menghela nafas dalam, terduduk gemetar ditepian jendela.sama sekali tak berhenti tertawa lalu bertepuk tangan bangga atas aksinya.
Air matanya mulai jatuh, perutnya mulai keram akibat itu. ia tertunduk dengan tubuh berguncang menahan tawa seperti orang gila.
suara beberapa derap langkah kaki mulai terdengar menghampirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mystery (Delshel)
ActionLangsung baca aja Cerita ini hanya fiksi ya jangan dibawa ke real yah Maaf kalau typo