[1] U

2.4K 281 218
                                    

•••

Benar, ada beberapa hal di dunia ini yang tidak bisa kau paksakan untuk tetap bersamamu, tak peduli sebesar apa kau mencintainya.

Garis waktu dan senja yang berganti malam perlahan mengambil alih semua yang Darren miliki. Lagi. Dan mungkin ini akan mencampakkannya ke dalam kubangan penderitaan yang jauh lebih menyesakkan.

Lantas adakah kesempatan lagi dari Darren untuk dia yang sudah menyakitinya berulang kali?

"Darren, aku pulang."

Suara suaminya memanggil, Darren yang berada di dapur tersenyum sumringah, dia berlari ke luar dan menemukan Damian sedang berjalan ke arahnya dengan kemeja putih yang sudah sedikit kusut dan jas hitam yang dia bawa-bawa ditangannya.

"Hei, kau kelihatan lelah."

Damian mengangguk lesu.
"Banyak pekerjaan di kantor."

Tatapan prihatin terpatri di wajahnya, Darren mengambil alih jas Damian lalu berucap lembut, "Mandilah. Setelah itu makan, aku memasak banyak hari ini."

Damian meringis kecil dan mengusap sedikit tengkuknya, "Sayang, bisakah aku langsung tidur? Sebenarnya tadi aku sudah makan di kantor."

Ada raut kecewa di wajah Darren, namun dia tetaplah dia, seorang pasangan yang pengertian. Untuk itu Darren hanya mengangguk, Damian memang kelihatan sangat lelah, Darren tidak seegois itu untuk memaksanya makan meskipun Damian seharusnya tahu ada banyak luka bakar di tangan Darren setelah seharian dia memasak untuknya.

"Baiklah, setelah mandi langsung tidur."

Damian tersenyum padanya, mendekat untuk mencium bibir lelaki itu.

"Aku mencintaimu." Bisik Damian.

"Aku juga."

Setelah itu Damian benar-benar pergi ke kamarnya. Beberapa pelayan menghampiri Darren menanyakan kenapa Damian tidak makan karena para pelayan pun sama bersemangatnya membantu Darren memasak untuk Damian hari ini. Karena tak ingin mereka kecewa, dengan tanpa memburukkan suaminya Darren menjelaskan bahwa Damian berterimakasih pada mereka karena sudah memasak makanan untuknya, tapi sayang Damian sangat lelah dan akan memakannya besok.

"Simpan saja semuanya ya." Pinta Darren.

"Baiklah Tuan Alexander, tapi kami akan menyimpannya sebagian, sebagian lagi untuk tuan Juan."

Darren tersenyum mengembang.
"Itu ide bagus! Semoga Juan bisa pulang malam ini."

Setelahnya Darren ingin pergi ke kamar, tapi teringat jas Damian masih dia bawa, Darren pun berinisiatif memasukkannya ke mesin cuci. Namun ketika ingin memasukkan jas itu ke dalam, ada sesuatu yang membuat Darren menahan niatnya.

Perlahan Darren mendekatkan jas itu ke hidungnya, mengendus aromanya. Kernyitan di dahinya menandakan jelas bahwa dia tidak mengenali aroma ini. Ini bukan aroma yang biasa dia cium dari tubuh Damian.

"Damian ganti parfum?" tanyanya pada dirinya sendiri.



"BOO!"

Arsen baru saja keluar dari kamar mandi saat dia dikejutkan oleh Dominic yang sudah berdiri menunggunya dengan sebuket bunga dan sekantong penuh es krim ditangannya.

"Berapa usiamu, Dominic?" tanya Arsen malas.

Dominic hanya terkekeh, reaksi Arsen memang tidak bisa dibilang romantis tapi dia selalu menyukainya.

"Ini kadomu, selamat hari Selasa."

"Kau merayakan ini setiap hari?" Arsen masih saja bertanya pertanyaan yang sering dia ucapkan setiap malam saat Dominic pulang membawa sebuket anggrek putih untuknya.

UNWRITTEN PART [Damren & Domarsen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang