[4] R

1.8K 234 329
                                    

•••

"Darren, dasiku."

Mendengar namanya dipanggil, Darren terpaksa menghentikan kesibukan untuk melakukan kewajibannya. Entah sejak kapan, Damian sudah tidak pernah memakai dasinya sendiri, Darren lah yang harus melakukannya. Kadang ada beberapa waktu menyebalkan dimana saat Darren sedang sibuk melakukan sesuatu, Damian tetap memaksanya memakaikan dasi.

Bahkan waktu itu suaminya pernah terburu-buru pergi rapat, namun saat diperjalanan dia mengetahui dasinya belum terpasang, dia langsung memutar arah pulang kemudian menyodorkan lehernya pada Darren.

"Sampai kapan aku harus memakaikan dasimu, hm?"

Damian mengangkat bahu.
"Mungkin selamanya."

"Kalau suatu hari nanti aku pergi bagaimana? Siapa yang akan memakaikanmu dasi?"

"Pergi?" Damian menunduk sedikit untuk mengecup hidung Darren lalu berbisik, "Kemana kau bisa pergi dariku, sayang?"

"Ya siapa tahu?" Darren tahu dia belum pernah pergi jauh dari Damian sebelumnya, itu karena Damian tak pernah mengizinkannya. Bahkan saat menemani Juan ujian di luar negeri, dia harus berkorban bokong 2x24jam agar diizinkan. Itupun sewaktu Darren pergi, setiap sepuluh menit sekali Damian akan menelponnya.

Tarikan dipinggangnya membuat perut Darren menempel dengan Damian, sang suami memajukan diri untuk berbisik ditelinganya,

"Dari pada memikirkan kemana kau bisa pergi dariku, kenapa tidak kau pikirkan minuman apa yang bisa kita beli untuk malam ini?"

Mendengar itu Darren tersenyum miring, tangannya terangkat untuk merapikan poni Damian yang sedikit berantakan.

"Kalau tuan besar Alexander terus menyulitkanku dengan tingkah anak kecilnya, bisa-bisa aku tidak punya kesiapan untuk melayaninya lagi."

"Oh ayolah, ini hanya dasi."

Darren menarik diri untuk mengambilkan jas suaminya.

"Oh ya? Tapi kau juga menyuruhku menyuapimu, lalu menyisirkan rambutmu, lalu mengelap bibirmu-"

"Tanganku luka sayang."

"Ya, terlihat sangat luka. Betadine yang kau tumpahkan diam-diam ke perbanmu tadi pagi sepertinya berhasil mengelabui banyak orang ya."

Damian cengengesan salah tingkah. Dia ketagihan dimanjakan oleh Darren saat tangannya sedang sakit, jadi Damian pun berusaha membuat tangannya terlihat masih sakit karena sialnya obat yang dokter berikan mampu menyembuhkan tangan Damian dalam waktu singkat.

Darren membantu Damian memakai jasnya. Setelah itu dia terdiam untuk beberapa detik, Damian kebingungan ketika Darren tiba-tiba mencium jasnya.

"Ada apa?"

"Dam, aku mau tanya satu hal."

"Apa itu?"

Dengan alis yang masih bertaut bingung Darren berucap, "Malam itu saat kau pulang kerja, aku mencium aroma parfum yang berbeda dari tubuhmu. Tapi kau bilang, kau tidak mengganti parfum. Lalu beberapa hari lalu saat kita pulang dari makan malam bersama Dominic dan Arsen, paginya aku juga mencium aroma yang sama. Apa kau yakin kau tidak ganti parfum?" tanyanya mengakhiri.

Damian hanya diam dan sekarang berjalan dengan gerak tenangnya ke arah cermin untuk merapikan pakaian.

"Aku tidak ganti parfum, Darren."

"Lalu bau apa yang kucium?"

"Akhir-akhir ini aku mengonsumsi vitamin." Damian membuka laci lalu mengeluarkan botol kecil berisi beberapa kapsul vitamin. "Dokter bilang ini bagus untuk daya tahan tubuhku, aku sudah meminumnya beberapa kali dan merasakan manfaatnya. Tapi aku tidak percaya kalau yang dibilang dokter itu ternyata benar."

UNWRITTEN PART [Damren & Domarsen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang