[7] T

2.4K 230 314
                                    

•••

Kadang, Damian ingin Darren menghargai penawarannya, Damian tahu lelaki itu belum pulih tapi apa Darren harus bersikap seakan-akan Damian ini asing baginya? Entah apa yang terjadi padanya belakangan ini, Darren menjadi lebih tertutup dari biasanya. Damian sudah mengajaknya pergi bersama karena dia pikir mungkin Darren kesepian di rumah, tapi Darren terus menolaknya. Ketika Dominic dan Arsen datang ke rumah, sebenarnya Damian menyimpan kekesalan dihatinya karena dia bisa melihat Darren tertawa lepas dengan mereka, tapi dengannya? Jangankan tawa, seulas senyum pun terlihat seperti Darren paksakan untuknya.

"Tidak, Dam. Aku mau tidur."

Damian membuang nafas mencoba untuk sabar. "Aku hanya ingin makan malam denganmu, apa salah?"

"Tidak salah. Maafkan aku, aku janji setelah aku sembuh nanti, kita akan pergi kemanapun kau mau."

Darren tersenyum memegang tangan pria itu. Senyumannya mengalir ke wajah Damian, mata indah Damian menatap lekat sang kekasih, dan perlahan ia memajukan dirinya untuk mencium bibir Darren. Mulanya itu ciuman biasa yang masih Darren izinkan untuk menyesap bibirnya, tapi semakin lama ciuman Damian terasa semakin bersemangat yang mana Darren tahu akan ada sesuatu setelahnya. Untuk itu Darren perlahan mendorong dada Damian dan menarik wajahnya menjauh.

"Darren, kita belum melakukannya seminggu. Jangan tolak aku lagi malam ini, sungguh." Damian serius meminta dengan nafasnya yang memburu.

"Tadi aku habis minum obat, jadi aku mengantuk." Darren memelas.

"Kemarin kau bilang alasan yang sama, dan kau janji besoknya tidak akan minum obat dulu sebelum kita bermain. Tapi kenapa sekarang aku mendapat alasan yang sama lagi?"

Darren menggigit bibir bagian dalamnya, dia lupa janji itu karena Darren merasa tubuhnya masih lemah, dia tidak punya nafsu untuk melakukan itu bersama Damian, akhir-akhir ini kepalanya sering sakit dan dia lebih cepat tidur dari jam biasanya. Tapi kalau dijelaskan pada Damian disaat begini, sepertinya dia tidak akan mengerti.

"Besok, aku janji." Darren mengelus wajah suaminya dengan lembut.

"Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Damian menolak pengertian, dia menjatuhkan Darren berbaring di atas kasur, hal itu membuat Darren berontak.

"Aku tidak mau, Damian." Dia merengek penuh permohonan, tak menghiraukan ciuman yang Damian berikan di lehernya untuk menambah rangsangan bagi Darren.

Apa yang Darren cemaskan ternyata benar terjadi, kepalanya yang semula lebih baikan sekarang kembali berdenyut sakit sampai rasanya Darren ingin pingsan, belum lagi Damian terlihat seperti mau memperkosanya padahal Daren sudah mengatakan dia tidak mau.

"Kubilang tidak Damian!!!" pekik Darren disertai dorongan kuat yang mampu membuat tubuh Damian menjauh darinya.

Wajah Damian syok, untuk pertama kali Darren menolaknya? Apa yang terjadi dengan anak ini sebenarnya?!

"Aku pusing, aku mau tidur." Darren menjawab lemah.

"Apa kau benar-benar sakit? Kenapa aku jadi tidak percaya? Sudah selama ini mustahil kau belum sembuh."

Ucapan Damian tak bernada khusus namun entah kenapa membuat Darren terluka. Air mata Darren menggenang dipelupuk mata, apa dia terlihat seperti sedang berpura-pura sakit? Darren tak ingin berdebat dan memutuskan untuk menarik selimutnya. Melihat itu Damian mengepal tangannya namun tak bisa berbuat lebih, dia bisa saja memaksa tapi hati kecilnya menolak. Bahkan hati kecilnya mengakui bahwa keadaan Darren tak bisa dibilang sehat, namun egonya berkata lain.

Damian bangkit dan keluar dari kamar itu, sambil berjalan dia merogoh ponselnya dan menunggu seseorang mengangkat.

"Temui aku di apartemen biasa malam ini."

UNWRITTEN PART [Damren & Domarsen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang