[6] T

1.4K 204 260
                                    

•••

Dia melangkah untuk menuju pos penjagaan di rumahnya setelah sebelumnya mengitari seisi ruangan yang ada di rumah. Terlihat beberapa pengawal sedang tertawa mengobrol sambil menyesap kopi mereka.

"Sebastian."

Tawa-tawa itu berhenti spontan, Sebastian menoleh ke belakang dan seketika tersedak kopinya, dia buru-buru bangkit diikuti oleh pengawal lain.

"Tuan Dominic, ada yang bisa kubantu?" tunduk Sebastian, mereka terkejut karena tak biasanya Dominic datang pada mereka secara langsung untuk meminta sesuatu, bukankah biasanya dia diwakilkan oleh-

"Kau lihat Louis? Kemana dia?"

Sebastian dan rekannya yang lain saling tatap bertanya lewat isyarat mata. Namun pada akhirnya mereka semua menggeleng.

"Kami kurang tahu Louis ada dimana sekarang, tuan. Dia memang kelihatan sibuk sekali hari ini karena anda sedang sakit," jawab Sebastian sekenanya.

Dominic mendengus kecil, kemana pengawalnya yang satu itu? Baru kali ini Louis berani tidak mengangkat telpon Dominic, biasanya Dominic hanya butuh menunggu satu detik saja mendengar suaranya ditelpon. Sudah bertahun-tahun Louis tak pernah lalai karena sikapnya yang disiplin, Dominic bahkan hampir hapal setiap jam berapa Louis akan pulang ke rumah. Tapi sekarang di jam segini seharusnya dia sudah ada di rumah untuk membawakan anggrek putih Arsen seperti biasa, tapi Louis tak terlihat dimanapun. Kemana dia?

"Dominic!"

Ia menoleh, tersenyum lebar melihat Arsen berlari dari kejauhan dengan senyuman yang tanpa Dominic tahu terlihat kaku dan dipaksakan. Arsen berhenti dihadapan suaminya dengan nafas terengah-engah.

"Kau pucat sayang, kenapa lari-lari?"

Arsen menggeleng. "Kau sudah baikan?" tanyanya sambil meletakkan tangan di atas dahi Dominic.

"Lebih baik dari kemarin, aku senang kau bertanya sayang, kau makin seksi kalau sedang perhatian padaku. Kau pasti mencemaskanku, iya kan."

"Tentu saja iya," dengus Arsen. Semalaman Arsen bahkan tak tidur untuk menjaga suhu tubuh Dominic.

"Sebentar ya." Dominic kembali menatap Sebastian dan pengawalnya yang lain untuk memberi perintah.

"Kalian cari Louis."

"Baik, tuan."

Arsen yang mendengar itu semakin pucat, dia mendekat selangkah untuk memegang tangan Dominic.

"Memangnya Louis kemana?"

"Aku tidak tahu," hela Dominic. "Padahal ini waktunya dia membawa bunga untukmu, dan kau percaya tidak, dia bahkan tak mengangkat telponku."

"Mungkin dia ada urusan mendadak yang sangat penting?" kata Arsen.

Dominic tertawa singkat.
"Mustahil, aku yang paling penting baginya, aku tuannya."

"Tapi dia punya istri, kan? Siapa tahu istrinya sedang sakit dan Louis segera pulang ke rumahnya. Sudahlah, jangan dicari, dia pasti ketakutan kalau tahu kau marah padanya."

"Aku tidak marah, eum mungkin sedikit. Tapi tidak apa-apa."

"Tetap saja dia akan mengira kau marah besar padanya. Pengawalmu sangat menakutimu, benar kan Sebastian?" Arsen memprovokatori.

Sebastian yang tidak tahu apa-apa hanya mengangguk.

"Lihat kan." Arsen mendekat lagi untuk merapikan baju Dominic seraya berkata, "Jadi sudahlah, berikan Louis waktu untuk bertemu keluarganya. Bertahun-tahun dia sudah mengabdi padamu dan mengabaikan istrinya, kasi dia keringanan hari ini. Kalau aku diposisi istrinya, aku pasti rindu dengan suamiku dan menginginkannya ada didekatku."

UNWRITTEN PART [Damren & Domarsen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang