05

8 2 3
                                    

Dam dam cis, dam dam ciki-ciki, dam dam sut!

Pletakk...

"awsshh...anjing!"

Pletakk...

"ngomong kasar pas main hukumannya traktir seminggu" ujar naren dengan wajah tengilnya. Raina hanya bisa meringis, dengan mengusap keningnya yang di sentil keras oleh naren.

"apaan, kagak ada kek gituan tadi!" sewot raina.

"ada, gue yang barusan buat" kata naren.

"dah lah udah ga mood gue main, main sendiri sono!" sungut raina lalu menelungkupkan wajahnya di kedua lipatan tangannya.

Oke, itu cukup membuat naren panik.
"eiyy...kok gitu dah, ga asik banget lo"

"ya makannya gue ga asik, sana main sendiri, kalo ga cari anak lain sana" ucapan raina teredam, karena masih menelungkupkan wajahnya.

"sensi amat deh, kenapa? Ada masalah?" tanya naren lembut, tangannya pun terulur untuk mengusap kepala raina.

Tak ada jawaban yang di dapat. Tapi naren tak akan putus asa. Jika sudah begini, sifat ambisinya seakan naik ke permukaan. Ia fokuskan dirinya menatap penuh kepada raina yang masih setia menyembunyikan wajahnya.

"ra...ngambek?" tanya naren hati-hati. Raina masih bergeming.

"sorry.....gue traktir bakso ya?"

"sama beli es krim, tambah coklat deh" tawar naren tetap kekeuh.

Terdengar helaan nafas dari raina, sebelum akhirnya dia mengangkat kembali kepalanya. Naren pun langsung sumringah di buatnya.

"sorry ya!?" ucap naren dengan mempertahankan kening raina yang tampak memerah, tangannya pun tergerak untuk mengusap ruam tersebut.

Raina tak menjawab apa-apa, selain memberikan anggukan.

"sakit banget ya?"

'oh, demi? Narendra lo ga liat jidat gue sampek merah?' agaknya seperti itu batin raina menjerit, tapi entahlah. Dia rasa sudah tidak memiliki tenaga hanya untuk sekedar menjawab, dan alhasil hanya mengangguk.

"sentil gue balik deh!" seru naren tiba-tiba, yang juga dengan membawa lengan raina untuk bergerak membalasnya.

"udah na, gapapa. Entar juga dah baik" ucap raina. Jelas sekali dari nadanya jika dia sangat lelah.

Dan naren baru menyadari jika bibir raina sedikit pucat. Inginnya dia menanyakan, tapi harus terurungkan saat seorang guru yang masuk dan menginterupsi perhatian seluruh kelas.

...

Hari saat ini sudah menunjukkan petangnya. Dengan naren yang sedari tadi merasakan sesuatu yang menyelimuti pikirannya.

Dia kembali membuka ponselnya, mencari tau apa yang membuat dirinya merasa ganjil. Dia bahkan menilik satu persatu aplikasi apa saja yang tadi ia sambangi. Namun tak kunjung mendapat kejelasan.

Sebenarnya kenapa? Apa yang ia lupakan? Dia tak merasa melewatkan sesuatu.

Hingga netranya bergulir pada kontak raina yang sepi. Biasanya mereka berdua akan melakukan chatting, dengan mengirimkan hal random hingga serius. Tapi entah, sejak pulang sekolah kontak raina sama sekali tak menunjukkan kehidupannya.

Tak ingin berpikir lebih lama lagi naren pun segera mendial nomor raina. Menunggu sambungan panggilannya di terima dari seberang sana.

Tut... Tut...

Eh? Tidak di terima? Naren pun kembali melakukan hal serupa. Namun hingga panggilan kelima nya sama sekali tak mendapat balasan.

Oke, agaknya dia mengerti apa penyebab keganjalan yang ia rasa. Maka dengan cepat dia meraih jaket denim miliknya dan tak lupa kunci motornya.

Dengan langkah lebar dia pergi meninggalkan rumah. Menyalakan mesin motornya, dan segera membelah jalanan yang sudah cukup sepi itu. Yang ada di pikirannya saat ini hanya raina.

"rain, lo dimana?" monolog pria itu.

Lost You [JAEMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang