04

12 2 1
                                    

"lo suka sama seseorang ga?" pertanyaan tiba-tiba itu sukses membuat rania hampir tersedak.

Naren yang melihat itu pun segera menyodorkan gelas berisikan es jeruk milik rania yang langsung di comot oleh si pemiliknya.

Bagaimana perasaanmu tersedak kuah bakso panas yang pedas? Itu lah yang di rasakan rania. Mantap sekali.

"tiba-tiba banget lo?" sentak rania setelah selesai minum. Dengan membersit hidungnya yang tadi hampir turut ikut merasakan kuah baksonya.

"selow dong, sampek segitunya deh, padahal gue tanya baik-baik" ucap naren. Dan rania hanya merotasikan matanya.

"jadi? Lo ada suka sama seseorang ga?" ulang naren.

"ada" jawab rania, lalu kembali melanjutkan melahap baksonya. Kedua bola mata naren seketika membulat.

"sumpah? Siapa tuh?" tanya naren antusias.

"lo" jawab rania singkat. Dan seketika tawa narendra pecah, membuat beberapa orang yang duduk di sekitarnya menatap pada mereka.

"anjir si nana" bisik raina dengan mencubit paha naren agar berhenti, dengan sesekali tersenyum kikuk pada orang yang masih melihat mereka dan berulang kali menggumamkan maaf.

"sshhh....sakit anjir" pekik naren, mengelus paha bekas cubitan raina.

"makanya yang bener!"

"lagian lo sih ngelawak, gue mana bisa nahan ngakak kalo begitu" elak naren.

"kagak ada yang ngelawak plis!"

"ada, dan itu elo!" ucap naren di sela kunyahannya. Membuat lagi dan lagi raina hanya bisa memutar bola matanya. Dan kembali melahap baksonya.

"lo sendiri? Ada yang lo suka ga?" balik tanya raina.

Naren terdiam seketika. Keningnya berkerut dalam dengan mata yang di pejamkan, dan jari telunjuk yang mengetuk-ngetuk dagunya. Dia sangat berfikir keras dengan jawabannya.

Raina yang awalnya menunggu dengan fokus pada mangkok baksonya, terpaksa mendongak dan mendapati naren tengah berfikir sedemikian kerasnya.

"sampek segitunya lo mikir, beneran ada yang lo suka kagak? Susah bener mau jawab" celetuknya.

"diem anjir, gue lagi mikir yang mana orang yang bener-bener gue suka" jawab naren, masih memejamkan mata.

Raina pun memilih untuk tidak mempedulikan naren yang masih berpikir keras itu. Untuk saat ini, bakso lebih penting dari jawaban naren.

Dan tepat pada suapan terakhir raina, narendra menjentikkan jarinya.

Iya, selama itu.

"ada" jawab naren semangat.

"siapa?" tanya raina.

"kepo lu, perasaan tadi gue ga sekepo itu deh" ucap naren.

"ga adil lo mah..."

"yang pasti bukan elo sih" potong narendra cepat. Sebelum raina semakin panjang protesnya.

Pria itu pun kembali melanjutkan makannya lagi, menghiraukan saja bagaimana keadaan si lawan bicaranya tadi.

Hah.....memang apa yang mau raina lakukan? Sampai kapanpun perasaannya tidak akan terbalas. Lagipula ini juga salahnya karena melewati batas.

Seharusnya dia tahu jika perasaan ini salah. Mereka sudah lama berteman, dan dengan adanya perasaannya ini semuanya akan runyam. Lantas jika sudah begini, apakah dia menyesal karena mengenal narendra sebagai temannya? Sahabatnya? Tidak. Dia tidak boleh egois. Dia saja yang terlalu menaruh harapan lebih pada narendra, menyalahgunakan kebaikan serta perhatian narendra padanya selama ini.

Padahal dia tau jika itu hanya di dasarkan karena teman. Bukan lebih. Dan tidak akan berubah lebih.

"dah yok balik!" seru naren, membuyarkan lamunan raina.

"hmm...eh bentar deh, gue mau bungkus buat di rumah" ucap raina.

"lah..belum kenyang?" tanya naren yang hanya di jawab dengan cengiran oleh raina. Tapi naren tetap memesankan untuk raina, sekalian membayar semuanya.

Lost You [JAEMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang