06

6 2 5
                                    

'rain lo dimana?'

Selama memacu kendaraannya, naren tak henti-henti menggumamkan kata yang sama.

Dirinya kalut, matanya harus dia fokuskan pada jalanan yang minin pencahayaan, sedang otaknya terus memikirkan dimana kiranya tempat paling mungkin yang raina duduki saat ini.

Hingga satu ingatan muncul. Dan itu kembali membuat naren menambah kecepatan motornya, segera menuju tempat yang sangat ia ingat dimana letaknya.

Benar saja.

Naren langsung bisa menemukan seorang wanita yang tengah duduk diatas rerumputan, memandang langit-langit malam itu. Dan dia dengan sangat yakin jika itu adalah raina, melihat dari proposal tubuhnya, serta rambut panjangnya yang tergerai tertiup angin.

Dia dengan perlahan mendekati sosoknya, lalu mendudukkan dirinya tepat di samping wanita itu.

Pergerakan tiba-tiba dari naren cukup mampu membuat raina tersadar dari lamunannya, dan tersentak kecil. Dia tak menyangka pria itu ada disini. Di tambah lagi, raina juga sedang berusaha menjauhiya.

"bintangnya sedikit" celetuk naren. Mengabaikan raina yang menatap penuh tanya pada dirinya.

Naren pun mengalihkan atensinya pada raina, yang masih diam menatapnya. Bisa dia lihat jika mata cantik itu tampak merah dan sembab. Ah, sudah berapa lama dia menangis?
"ngapain kesini?" tanya raina—dengan suara seraknya yang kentara—lalu kembali mengalihkan pandangannya dari naren, padahal sebelumnya dia sudah mencoba berdeham untuk mengembalikan suaranya.

"lu kenapa disini?" tanya balik naren.

"gapapa, pengen aja" jawab raina malas.

Lalu tanpa aba-aba naren menarik tubuh ringkih raina, masuk kedalam dekapannya. Raina jelas terkejut, itu terlalu tiba-tiba!

Baru saja dia ingin memberontak, tapi ucapan yang keluar dari bilah bibir tunggal narendra mengurungkannya.

"gue disini rain, keluarin semuanya!" dan raina tak bisa lagi jika tak mengeluarkan air matanya.

Dia sudah lama menangis, tapi tampaknya air matanya tak akan pernah bisa habis hanya untuk menangis. Dia pun kian membalas dekapan naren dan menenggelamkan wajahnya pada dada bidang narendra.

Narendra pun tak tinggal diam, dia gerakkan tangannya mengelus punggung bergetar raina, juga mengusap lembut kepala wanitanya.

"nana, capek... Semuanya jahat" ucap raina, mulai mengeluarkan keluhannya, di sela isakannya.

"hmm.... Raina hebat! Sabar ya, nana bakal selalu disini buat raina" ucap naren.

"kenapa harus rain?, kenapa gak rifa aja? Rain gak sekuat itu nana!!" lanjut raina. Naren masih terus mengusap punggung raina, berharap dengan itu raina akan lebih baik.

"ssstt...siapa bilang rain gak sekuat itu?, rain tuh kuat banget"

"tapi rain capek na!"

"kalo rain capek, istirahat, nana bakal selalu jadi rumah buat rain, kalo rain gatau harus pergi kemana, hmm?" raina mengangguk dalam dekapan naren, membuat rambutnya bergesekan dengan kulit leher naren, dan sedikit menimbulkan geli.

"pulang yuk!" ajak naren, setelah dia rasa jika raina sudah lebih baik. Raina pun mengangguk

"laper" adu raina yang memang sedari tadi sudah merasa perutnya minta di isi. Di sisi lain, dia pasti juga yakin jika naren juga belum mengisi perutnya.

"ayo cari makan!" ucap naren lalu berdiri. Dirinya sudah akan melangkah, namun tak melihat respon raina yang bergerak sedikit pun. Dan malah menatap penuh pada dirinya.

"kaki gue kram" aku raina, mengundang kekehan kecil dari narendra. Pemuda itu pun segera memberikan punggungnya untuk raina naiki.

Setelah benar-benar naik. Naren sedikit menyentak pelan tubuh raina, guna membenarkan gendongannya, lalu membawa raina menuju motornya yang terparkir tak jauh dari sana.

"nana gue sayang sama lo" gumam raina, yang masih bisa di dengar oleh si empunya.

"gue juga sayang sama lo rain, jadi kalo ada apa-apa bilang gue ya?" raina pun mengagguk.

'tapi rasa sayang gue lebih dari itu na'

Lost You [JAEMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang