Bagian 1

56 5 0
                                    

Ibu kota Kerajaan Rea tidak pernah terlihat sepi bahkan jika langit tengah mendung di atas sana. Terlalu banyak lalu lalang hingga terkadang perasaan sesak menghantui beberapa orang, terlebih bila berada di kawasan pasar yang padat pejalan kaki serta kereta kuda. Setidaknya itulah yang Jun rasakan sekarang.

Manik pemuda tinggi dengan tubuh terlatih itu lantas melirik ke arah samping, tempat di mana sesosok mungil dengan jubah besar sedang memilah beberapa buah apel segar yang dijajakan di atas stand penjualan. Berbeda jauh dengan Jun, gadis tersebut benar-benar terlihat bersemangat.

"Put ... ah, tidak, maksud saya, Nona, bisakah kita segera pergi dari tempat ini?" Jun menengadah, hanya untuk mendapati kerutan di dahinya bertambah ketika menjumpai awan di langit kian menggelap. Sebentar lagi akan hujan deras, pikirnya.

"Jangan khawatir, Jun, ini tidak akan lama."

Sebaliknya, Jun hanya bisa menghela napas. Kata 'tidak akan lama' yang tersemat dari bibir gadis itu seolah menjadi pertanda bahwa harapan Jun tidak akan terwujud. Yah, Jun tahu betul bahwa sosok tersebut tidak pernah menyadari perkataannya selalu tidak selaras dengan tindakannya.

Seperti sekarang, Jun sungguh kesal menyadari mereka benar-benar tertahan oleh guyuran hujan deras mengingat betapa lamanya gadis itu memilih. Kalau saja Jun tidak sadar siapa sosok di sebelahnya, dia mungkin akan bersikap sedikit lebih kasar. 

Saat ini, keduanya tengah berdiri di bawah pohon besar setelah mencoba berlari cukup jauh dari hujan.

"Ya Tuhan, kurasa aku terlalu lama memilih apel. Saat perjalanan pulang kita jadi bertemu hujan begini," keluh si gadis berjubah dengan penutup kepala, sementara tangannya yang dibungkus sarung hitam mencoba mengibas beberapa rintik air di bahu.

Meski kesal, Jun hanya bergumam, "Sudah saya peringatkan, tetapi Anda selalu saja lupa waktu hanya untuk satu hal tidak penting."

Gadis itu terkekeh lalu tanpa sadar menurunkan tudung jubahnya, memaksa Jun melotot di tempat. Cepat-cepat pemuda gagah itu menarik naik kembali hingga berada di posisi semula.

"Jun, tidak ada orang lain di sini. Apa salahnya menurunkan sedikit penutup kepala bodoh ini."

Jun meringis. "Tuan Puteri, sudah tugas saya mengawal serta mengawasi Anda bahkan jika Anda selalu saja melanggar peraturan untuk tidak keluar dari istana." Pemuda itu menghela napas berat. "Setidaknya, wajah Anda tidak boleh terlihat oleh orang lain. Terlebih dalam situasi seperti ini."

"Aku tahu, maafkan aku."

"Baguslah jika Anda mengerti." Jun mengamati sekeliling sebelum memutuskan, "mungkin kita harus menerobos hujan bila ingin sampai di istana tepat waktu sebelum pintu belakang ditutup."

Tidak pikir panjang, Jun meraih tubuh yang dua kali lebih kecil darinya, lantas merengkuh pinggang ramping itu sembari berlari menerobos hujan. Apapun yang terlihat, orang-orang hanya akan berpikir mereka adalah pasangan yang baru saja mendebatkan hal kecil.

***

Kerajaan Rea merupakan salah satu kerajaan makmur dari dua kerajaan lain di pulau Samos. Selain karena terkenal dengan hasil gandum melimpah tiap tahun, kerajaan ini juga dikagumi dari sisi militer. Tidak ada yang bisa menampik bahwa Kerajaan Rea punya banyak petarung serta kesatria muda berbakat.

Namun, terlepas dari prestasi besar tersebut, bukan tidak mungkin tidak ada masalah yang datang dari istana kerajaan. Itu bermula ketika Raja Arthur yang saat ini menduduki takhta, diam-diam memiliki wanita simpanan ketika Ratu Arte baru saja melahirkan Puteri Arteta, yang mana demikian adalah hal yang tabu.

Sejatinya, daratan Samos telah menuliskan sejarah pada tiga kerajaan yang berdiri di atasnya, di mana seorang raja tidak diperbolehkan untuk berkhianat dan memiliki dua orang istri. Sayangnya, Raja Arthur telah melanggar bahkan hingga memiliki anak lain. Satu tahun setelah Puteri Arteta dilahirkan, Puteri Arona pun terlahir ke dunia.

Sang Puteri dan Pengawalnya (CERPEN END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang