DUA - Mata nya

24 1 3
                                    

Aku terbangun mendengar suara rusuh diluar, suaranya didominasi Galang. Dia itu, membuat masalah apalagi pagi ini?

Aku tak peduli dengan penampilanku sekarang, segera keluar dan memasang wajah datar. Walau aku yakin muka bantal ku akan membuat mereka tertawa, "Ada apa ini?"

Semua terdiam, sementara Galang tertawa keras. Sudah kuduga hal ini akan terjadi, segera saja aku menoleh pada Tio. "Kenapa pada brisik, Tio?"

"Galang buat ulah lagi, dia jahilin anggota." Jelas Tio

"Galang! Biarin kita tidur tenang napa sih! Gue ngantuk, bego!" aku dengan gamblang mengumpat, dan itu sudah biasa terdengar oleh anggota. Mengingat aku dan Galang merupakan kembaran, tapi tentu semua orang juga tahu betapa kontrasnya sifat kami.

"Iya bang, maaf."

"Sekali lagi lo buat keributan, awas aja. Hukuman menanti buat lo, dan itu khusus ya!"

Galang membulat, dengan segera ia berlari ke ruangannya terbirit-birit. Sementara Tio dan anggota lain yang terbangun tertawa melihatnya, termasuk aku. Lantas aku kembali masuk keruangan dan menyambung tidur yang terganggu karena Galang.

Salah satu guru iseng masuk ke ruangan milik genk motor The Wolf disamping Gedung sekolah, menatap takjub sekaligus lega melihat beberapa orang yang ia kenal sebagai siswa sedang tidur mengistirahatkan diri. "Mereka pasti lelah sekali setelah memenuhi permintaan kepolisian."

Ia sedikit heran mengapa setengah anggota kelas tak terlihat, rupanya semua sedang tertidur. Kalau begini sudah tak bisa apa-apa, mereka sudah bekerja keras demi mengamankan kota Jakarta, jadi sudah sepatutnya mereka diberi waktu untuk istirahat sebentar. Masalah nilai ia bisa memberikan nilai yang bagus, sebagai apresiasi karena bekerja keras.

Hpnya bergetar dari saku, lantas menjawab sembari memperhatikan para anggota The Wolf dengan senyum.

"Bagaimana dengan The Wolf?"

"Berhasil memecahkan masalah, tuan."

"Bagus, kau boleh pergi."

Ketua mafia Dirgantara tersenyum bersama rekannya, perasaan lega menghinggap di dada mereka. Begitu juga dengan pak guru, yang merupakan salah satu anak buah dirgantara yang memiliki profesi lain sebagai guru di SMA Negeri 96 Jakarta. Tempat para anak ketua mafia Dirgantara menempuh Pendidikan, lebih baik dia kembali sebelum kelas yang ia tinggalkan semakin kacau.

Sudah 5 jam aku tertidur, dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul 8.30. Sebentar lagi jam pertama akan berakhir dengan jeda istirahat selama 20 menit pada pukul 9.30, itu artinya aku punya waktu 1 jam untuk bersiap-siap.

Semua juga sudah rusuh, aku tersenyum meihat para anggota dengan mandiri melakukan semuanya sendiri. Dengan cepat mandi di kamar mandi dalam di kamarnya dan memakai seragam yang sudah di bawa, lalu menatap beberapa anggota yang sudah dalam keadaan siap. Aku mengangguk, namun terdiam sebentar merasakan ada aura yang sangat tidak asing disini dan aura itu tertinggal 1 jam yang lalu. "Keknya tadi pak Yoga sempat kesini."

Galang mengangguk membenarkan, "Mungkin bingung kenapa kelas yang diajar Cuma setengah."

Masuk akal, mengingat jumlah anggota The Wolf hampir satu sekolah, memang pantas Pak Yoga kemari.

Aku bersama 5 anggota inti The Wolf berada di kantin, sarapan sambil menunggu jam istirahat datang. Amara memesan semua makanan yang dia karena kata gadis itu tenaganya terkuras banyak, aku hanya pasrah dan membiarkan Amara sesukanya, lagian memang bukan hanya dia saja, kami semua memang sangat lelah. Tapi hal lain masih menjadi fokus ku, tentang mata itu. Aku merasa tak asing dan ingin sekali melihatnya lagi, begitu candu warna mata caramelnya. Tapi seperti kosong, sama sekali tak ada cahaya terlihat di mata itu. Entah mengapa aku ingin sekali mengembalikan cahaya nya, itu keinginan spontan ku.

DUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang