DUA - Ronal

15 0 0
                                    

Aku segera berlari ke garasi, mengambil motorku dan menancapkan gas menuju Lokasi. Yudha sudah memberikan lokasi nya di hp milikku. Astaga, tua bangka itu tak akan pernah berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia mau. Ini membuat kepalaku sakit. Siapapun tolong jangan ada yang mati disana. 

Mereka masih menahan tua bangka itu agar tak semakin menjadi-jadi. Sampai aku tiba disana. juga kembaranku dan Ara.

Aku sampai tepat waktu. Dan melihat kekaacauan di area yang dibilang oleh Yudha. Ini benar-benar gila, dan dimana dia? Geram sekali aku dibuatnya. 

Aku harus segera menyelesaikan ini semua sebelum semuanya makin menjadi. Dengan segera aku mengubah wujudku menjadi harimau berkulit putih. Iya. Kalian tak salah membaca, Harimau Putih.

Aku adalah siluman harimau putih. Siluman yang langka. Karena sedikit sekali yang memilikinya. Dan aku adalah salah satu nya. Kakek dulu juga seorang siluman harimau putih, entah mengapa genetika itu turun padaku.

"ITU GARUDA!" Galang memanggil namaku. Dia ikut bersorak dan ikut berubah juga. 

"BROTHER!" Itu Amara. dia bersorak ria dan semakin melakukan perlawanan pada musuh. Semua begitu senang akan kedatanganku. Sementara Ronal mendecih, ialah yang ketakutan ketika aku sudah tiba dilokasi. Hanya pria itu lah yang akan menghindariku ketika aku berusaha untuk melawan nya satu lawan satu. 

"MUNDUR SEMUA!" Ronal menarik mundur pasukannya. Tapi aku tak bisa senang begitu saja, aku masih mengingat tentang ramalan itu. Aku tak bisa membiarkan nya kabur, aku sangat ingin mengetahui nya

sialannya aku kehilangan Ronal sekarang.

"Shit!"

Aku benar-benar kehilangannya. Itu artinya aku kehilangan jawabanku.

Akila rupanya ada di tempat kejadian, dia bersembunyi dibalik dinding rumah yang menutupi keberadaannya. Aku merasakan kehadirannya. Mungkin dia mengikuti ku sedari awal dan melihat semuanya. Aku harap dia tidak melihat ku ketika berada dalam mode siluman.

Ya, semoga saja.

"Bang! Thankyou for saving all of us. Again." Amara mendatangiku dengan senyumnya. diikuti oleh anak buahku. Mereka memasang senyum lega padaku. Aku jadi ikut merasa lega karenanya. Tapi ada satu hal yang menjadi beban pikiranku: Akila.

Galang yang mengetahui isi pikiranku hanya bisa termenung. Dia juga menyadari Akila sedari awal pertempuran disana, karena gadis itu kebetulan lewat jalan tersebut dan memilih bersembunyi. Dia juga ikut berharap kalau tidak terjadi apapun atau mengetahui identitas nya sebagai siluman.

Amara melihat ku dan Galang secara bergantian. Dia tahu kedua kakaknya ini melihat Akila berada di tempat kejadian. "Aku tahu apa yang sedang kalian pikirkan, tapi daripada memikirkan hal itu lebih baik tanyakan langsung saja mumpung orangnya masih ada disini." Amara menunjuk tempat Akila bersembunyi.

jika urusan melacak, Amara memang sudah ahlinya.

Aku segera mengejarnya sebelum Akila melarikan diri.

"G-Garuda!" Akila gelagapan melihatku. Dia entah mengapa begitu takut padaku sekarang. Padahal aku tidak berniat begitu, dan aku merasa bersalah sekali.

Aku memegang bahunya. Begitu kencang. dan dengan wajah tegasku aku menatap padanya. "Tenanglah, Akila!"

"Garuda, aku minta maaf. Aku takkan mengatakannya pada siapapun! Demi tuhan aku tak akan mengatakannya padamu! Aku berjanji!"

"Hey! Tenanglah! Aku tak akan melukai mu, dan aku minta tolong untuk rahasiakan ini semua."

Akila terdiam begitu mendengar perkataanku. Aku harap dia tenang dan mau mendengarkan ku. "Aku akan menjelaskan semuanya nanti. Ikut aku sekarang, kau harus diminta keterangan dulu ke kepolisian."

Akila mengangguk dan mengikuti ku dari belakang. Sementara Amara dan Galang membereskan kekacauan yang disebabkan oleh Ronal itu sendiri, Aku bersama Akila menuju aparat yang datang karena ditelpon oleh salah satu anak buah ku.

Akila menceritakan semu kejadian yang ia lihat secara faktanya. Meski begitu  aku tetap merasakan aura yang sangat nostalgia menurutku. Begitu deja vu. 

Entah bagaimana aura dia begitu mirip dengan gadis semalam. Sangat mirip dengan dia. Aku harap itu bukan dia.

Semua sudah selesai dilaporkan, kasus ini akhirnya ditutup. Hanya beberapa orang yang mengetahui kasus yang berhubungan dengan mafia.

Akila masih bisa bersikap seperti gadis pada umumnya. Dia juga tidak pernah membahas kejadian itu dan memilih untuk menutupi semuanya, tapi aku tahu dia memiliki banyak pertanyaan yang hinggap di kepalanya semenjak kejadian itu. Dan itu semua mengacu pada diriku dan juga anggota geng.

Dan Amara juga beberapa kali menyuruhku untuk menjelaskan semuanya, biar gimanapun sudah kepalang tanggung karena Akila sudah mengetahui identitas mereka ketika kejadian itu terjadi. Aku tahu itu karena kita sudah tidak bisa menyembunyikan nya lagi.

Ini sudah masuk pelajaran terakhir dan sebentar lagi akan pulang. Aku memandang Akila dengan ekor mataku. Dia sangat cantik jika dilihat-lihat. Dan etikanya begitu apik.

Dia sangat cantik bagiku dan aku entah mengapa ingin melindunginya. Lama bersamanya membuatku sedikit tahu tentang apa yang disuka dan tidak disukai gadis itu.

Astaga! Apa yang kupikirkan?! 

Tidak-tidak! Aku tidak boleh jatuh cinta dulu, aku harus memecahkan teka-teki dari pamanku. Berpengaruh sekali bagi masa depanku.

"Kurasa ga masalah kalau lo mau deketin Akila, soal teka-teki itu pasti dijawab perlahan, big bro." Amara datang dari belakang setelah Akila pergi. Sudah masuk jam istirahat rupanya, pantas saja anak itu berani masuk ke kelasku.

"I know what you we're thinking! okay i'm out." Amara mengangkat tangannya dan memilih keluar dari kelasku. Sebelum pria itu mengamuk tidak jelas padanya dan berakhir kena hukuman dirumah.

Aku bingung. Mana yang harus ku prioritaskan sekarang? Perasaanku? Atau justru teka-teki yang akan merenggut nyawaku.

"Jangan gunakan perasaanmu pada perempuan manapun, tak akan ada gunanya kau menggunakan hal itu di dunia kita." Ayah mengatakan hal itu sejak kecil, dan aku tahu resiko apa yang akan terjadi jika aku melibatkan hal itu. Aku sudah memikirkan kedepannya. Tapi tetap saja, wajah Akila tak bisa pergi dari kepalaku.

Lantas bagaimana aku mengusir perasaan ini? Di satu sisi aku ingin mempertahankannya, di satu sisi aku harus menyingkirkannya agar ramalan paman tidak terjadi. Aku bingung, sungguh.

"Apa yang lo pikirin?"

"Akila..."

Bisa pas sekali, ketika aku memikirkannya, gadis itu juga ikut muncul. "Lo kayaknya lagi mikir berat banget."

Gadis itu duduk disampingku dengan bekal makanan yang sudah dibawa nya. Ada nasi kuning dengan lauk pauknya.

"Kau tidak makan?" Aku menggeleng, memang lagi ga lapar saja. Dan moodku buat makan lagi ga ada.

Entah apa yang merasuki Akila, tiba-tiba saja sendok dengan nasi dan lauknya ada didepan mulutku. Aku mengangkat alis, bermaksud untuk bertanya padanya. 'Apa maksudnya ini?'

"Coba saja dulu." Akila rupanya paham yang kumaksud. Aku menurutinya, dan reaksiku adalah enak. 

"Apa kau yang memasak?" Akila mengangguk menjawab pertanyaanku. Ini diluar dugaanku, ternyata dia pandai memasak. Dan masakannya bisa dibilang enak. Dan tidak pedas, pas sekali untukku yang tidak bisa makan pedas.

"Aku sudah tahu dari beberapa cewe disini kalau kau ga suka makanan pedas, jadi aku membuatnya dengan sambal terpisah untukku." 

Bolehkah aku jujur? Dia begitu peka.

"Galang! Lihat deh!"

Galang menengok. Melihat betapa sweetnya sang kakak ketika sedang berhadapan dengan cewe. "Sweet banget dia, jarang gua liat ni momen."

Amara mengangguk. Memang benar momen ini jarang sekali terjadi, hanya ketika Garuda bersama ibu, pria itu akan seperti ini. 

Aku mengabaikan sekitarku, ini sangat bukan diriku. Apa yang terjadi?

DUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang