seven

301 42 2
                                    

Setelah ini lalu apa?

Aku melamun didepan jendela. Selama ini aku sendirian lagi. Ditempat yang berbeda dengan mansion, aku tetap tidak diizinkan keluar dari rumah. Jadi apakah ini begitu berbeda aku pun tidak tahu.

Leon semakin sibuk setiap harinya. Ia yang dulu selalu mengunjungiku setiap hari, setelah berpindah dirumah ini ia jadi jarang sekali berkunjung.

“Leon, apa aku bahagia?”

Mungkin hari ini aku beruntung karena orang yang ku panggil itu hadir dan meluangkan waktunya untukku. Dibelakangku ia sedang fokus membuat burung dari kertas origami.

Tiba-tiba saja sebuah bunga origami berwarna pink disodorkan padaku. Aku menoleh lalu melihat ke meja belakang, ternyata ia membuat banyak hal dari kertas origami. Burung, bunga, kupu-kupu, semuanya indah dengan warna yang beragam. Ternyata ia punya bakat yang menakjubkan.

Aku mengambil bunga darinya, Leon malah menatapku dengan sendu, “memangnya apa yang membuat kakak tidak bahagia?”

“Bukan begitu...”

Hanya saja aku merasa aneh. Apa ini bentuk dari keserakahanku? memang aku senang karena bisa keluar dari mansion yang menyimpan banyak memori buruk bagiku.

Tapi...

Setelah aku keluar dari mansion, lalu apa?

Apa yang harus ku lakukan selanjutnya? apa cukup hanya dengan begini saja?

“Kurasa ini tak ada bedanya dengan di mansion.”

“Apa maksud kakak?” Leon menatapku dengan tajam. Ku pikir belakangan ini ada yang aneh darinya, “apa kau ingin kembali lagi ke mansion, kak? jika kau mau aku bisa–”

“Bukan! aku hanya...”

Nada bicara Leon seperti mendesakku, “apa?”

“Aku rindu ibu.”

Ia mengerjap lalu menghebuskan napas kasar. Mencoba menatapku lagi dengan senyum, “kak... ibu sudah membuangmu, jadi lupakan saja ia.”

Untuk pertama kalinya aku begitu merasa sakit hati dengan ucapan Leon. Aku tidak percaya ia mengatakan hal sekejam itu.

“Leon!”

Melihatku marah ia terkejut dan mencoba meraihku tapi aku menepis tangannya dan berbalik, “kau bahkan tidak mengenalnya. Jangan sembarangan bicara.”

Aku meninggalkannya meski ia mengejarku dan terus memanggilku. Begitu sampai kamar aku menatapnya sejenak sebelum menutup pintu, “pergilah, aku ingin sendiri.”

Tanganku masih menempel digagang pintu bahkan setelah aku menutupnya. Tak kudengar bunyi langkah kaki menjauh, aku berdiam diri selama beberapa saat.

“Maaf kak...”

Suara Leon terdengar dibalik pintu. Aku mendengus karena tak ingin menggubrisnya.

“Aku janji takkan mengulanginya lagi.”

“Kak...”

“Aku tahu kau pasti bosan disini, tapi kau harus bersabar. Aku minta maaf lagi karena perkataanku menyakitimu, aku sadar telah bertindak bodoh.”

“Jadi bagaimana kalau kita pergi keluar? ke tempat apapun yang ingin kakak kunjungi. Apa terdengar menyenangkan?”

Aku mulai tergoda.

“Tapi kakak harus memaafkanku dulu.”

Terus diam, sengaja membuatnya bicara lebih banyak.

“Aku tidak berbohong. Kakak ingin pergi kemana? laut? carnival? kakak ingin ice cream juga? mochi strawberry? ayo kita wujudkan.”

Pretty Menace Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang