ten

237 26 8
                                    

“Keluarga Jay itu monster kapitalis. Mau tidak mau anak tunggal harus jadi pewaris yang bisa mengembangkan perusahaan-perusahaan yang sudah seperti raksasa itu. Tanggung jawabanya akan lebih berat karena harus membuat sesuatu yang besar jadi lebih besar lagi karena kalau ada penurunan kecil saja akibat keputusannya, itu akan menjadi sorotan tajam yang bisa membuatnya dianggap gagal.”

“Memang, mempertahankan sesuatu akan jauh lebih sulit ketimbang berusaha untuk meraihnya. Apalagi untuk sesuatu yang tidak dimengerti, bodohnya lagi Jay malah tertarik dengan musik.”

Sesuatu yang entah boleh ku ketahui atau tidak masuk begitu saja ke kepala.

“Jay sering kabur kalau ia sudah muak dengan kehidupan kapitalisnya, ia membeli rumah sebagai tempat persembunyian tanpa sepengetahuan orang tuanya. Lalu mulai memenuhinya dengan berbagai benda yang membuatnya semakin nyaman seolah inilah rumah aslinya.”

Kerutan diwajahku sepertinya membuat Leon sadar dan ia segera melontarkan kalimat yang membuatku tercengang, “tidak usah bertanya bagaimana ia menghabiskan begitu banyak uang tanpa ketahuan. Aku yakin penggelapan dana itu bukan hal yang sulit untuk dilakukan, ya ‘kan kak?”

Deg!

Bibirku tak dapat bergerak. Sorot mata itu membuatku yakin bahwa Leon telah mengetahui apa yang ku lakukan saat dimansion, penggelapan dana sebagai substansi bertahan hidup begitu keluar dari sana.

Tapi... sejauh mana ia mengetahui rahasiaku?

“Apalagi uang saku Jay besar, kalau dikumpulkan nominalnya juga tidak membuat heran tentang semua peralatan ini,” Leon melanjutkan ceritanya seolah tidak terjadi apa-apa sementara aku masih membeku karena ucapannya tadi.

“Jadi tidak usah dipikirkan lagi ya, kak?” ia menepuk lembut pundakku.

Aku masih merasakan pupilku yang bergetar, tak bisa ku baca perkataannya itu mengarah pada sisi mana karena yang ku khawatirkan bukan hanya satu hal saja sekarang.

“Kak?”

Menunduk dan mengatur napas, “tidak... aku harus tetap kerja.”

Mari lakukan hal yang sama dengannya, seolah tidak mengerti karena tidak ada yang terjadi. Fokus pada topik awal. Aku juga bisa melakukannya.

“Ini bukan tentang seberapa kayanya dia,” aku menatap Leon dengan pasti, “ini tentang aku yang harus bertanggung jawab atas hidupku sendiri.”

“Keras kepala.”

Aku tersenyum mendengar kalimat itu terlontar dari mulutnya.

“Hah... kakak merasa tidak enak kalau semua kenyamananmu ini berasal dari orang asing? kalau begitu bagaimana jika aku yang menanggungnya? aku ‘kan adikmu, ini juga sudah jadi tugasku karena kita harus saling menyayangi ‘kan?”

Dahiku mengerut, “maksudmu? kau ingin kerja untuk membiayaiku?”

Anggukannya membuatku tertawa, “Leon kau itu masih sekolah, haha! apa yang akan kau lakukan, hm? pekerjaan apa yang bisa dilakukan anak seusiamu, mempertimbangkan posisi ayah pun memangnya semua itu akan terjadi dengan mudah?”

Leon menunduk, “kenapa kau selalu menganggapku sebagai anak kecil? seburuk itu ya aku dimatamu sampai kau tak pernah mau bertumpu padaku?”

Aku diam.

“Coba pikirkan kenapa Jay mau membantuku sampai sejauh ini kak? tentu karena aku yang membantunya terlebih dulu! hal yang tidak ia mengerti tentang posisinya sebagai pewaris, terkadang aku yang menggantikannya, membuat ia bisa hidup nyaman sampai saat ini,” Leon terlihat emosional, “kau pikir manusia akan tulus membantu tanpa ada alasan lain dibaliknya?”

Sesaat suasana menjadi hening.

Aku mendongak, menatap Leon tepat pada netra lekatnya, “kalau begitu Leon, apa kau juga punya alasan lain setelah bersikeras untuk membantuku sampai sejauh ini?”

ྱྱྱ

“Ehm, maaf.”

Aku tidak bisa marah pada Jay yang tiba-tiba datang dan kini sedang duduk di ruang tengah, “harusnya aku yang minta maaf, ini ‘kan rumahmu.”

“Tidak apa-apa, aku senang bisa membantu.”

“Kenapa?”

Jay bingung sampai mengerutkan alis, “apanya yang kenapa?”

“Seseorang bilang tidak ada manusia yang tulus membantu,” Jay diam. Jadi, apa itu benar? atau ia sedang bingung dan tak setuju sampai-sampai tidak bisa menjawabnya?

“Entahlah, semua tergantung pribadi masing-masing.”

Aku menatapnya. Ia bersantai di sofa sambil memejamkan mata. Jawabannya tidak membuatku puas dan malah semakin membingungkan.

Walau aku masih belum akrab dengannya, tapi aku merasa aman dengan eksistensinya.

“Kau tidak nyaman ya? maaf, aku sedang kabur dan tidak ada tempat yang lebih aman dari ini untuk dijadikan persembunyian,” aku menggeleng. Bagiku itu haknya karena semua ini pun miliknya.

“Apa kau dikurung juga sepertiku?”

Jay menatapku sejenak lalu kembali memejamkan mata, “tidak tapi... iya.”

Sungguh perkataan yang berbelit dan membingungkan. Garis bibirnya terangkat membuat senyuman kecil yang terpaksa, “kau terkurung karena tidak perlu melakukan apapun, sementara aku terkurung karena harus melakukan banyak hal.”

“Padahal kau berhasil kabur, kenapa harus kembali lagi? ‘kan bisa tidak kembali lagi sepertiku.”

“Itu akan menimbulkan masalah besar.”

“Tapi aku tidak tuh? aku nyaman-nyaman saja di sini.”

Jay membuka mata lalu mencondongkan tubuhnya dengan tangan sebagai penyangga, “ada masalah besar yang timbul karenamu tapi kau tidak tahu.”

Netraku melebar, “masalah apa?”

Dengan santai Jay kembali ke posisi semula—bersandar sambil memejamkan mata, “tidak usah dipikirkan.”

“Aku berhak tahu jadi tolong beritahu aku.”

Tidak mendapat respon, aku berusaha mengusik orang itu agar kembali buka suara, “seperti tidak tahu ayahmu saja, dasar.”

“Jadi... apa yang ayah lakukan?”

“Pria tua itu marah besar, untung Leon berhasil mengatasinya.”

Aku menatap kosong ke depan, “Leon... mengatasinya? tapi, bagaimana?”

“Hey, aku itu ke sini untuk istirahat, bukan untuk diintrogasi secara gratis begini.”

Gratis? jadi kau ingin bayaran?”





░░░░░░░░

geez haha, i've been missing for quite a long time
SORRY!
:(

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pretty Menace Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang