Pertama masukkan butter, margarine, gula, kuning telur, dan baking powder, uleni hingga tercampur rata. Setelah itu masukkan tepung terigu kemudian uleni kembali dengan waktu yang singkat, dan campur chocolate button setelahnya.
Fokus mengikuti step by step dari buku yang kudapat, aku mulai membentuk bulat-bulat adonan cookiesku. Ini percobaan yang ke tiga kali setelah beberapa hari membuat cookies selalu gagal. Meski begitu aku tetap semangat agar bisa menghasilkan cookies yang sempurna.
Tak ku sungka pada akhirnya aku meminta bantuan Jay-untuk melengkapi semua bahan-bahan percobaan masakku ini-lewat paman Louis, orang kepercayaannya, yang selalu bertanggung jawab tentang makan dan kebutuhan-kebutuhanku yang lain.
Diingat-ingat aku kesal sekali, semua uang dan perhiasan yang sudah kugelapkan dari rincian ayah tidak terbawa. Semuanya tertinggal di mansion karena pelarian yang tak terduga ini. Aku benar-benar merasa tidak enak, sebisa mungkin aku akan mandiri dan segera keluar dari sini untuk menghidupi diri sendiri.
Uang dari mana mereka membeli semua barang-barang ini, bisa-bisanya aku baru memikirkan itu sekarang.
Aku ingin mendiskusikan banyak hal dengan Leon tapi anak itu tidak muncul-muncul, padahal sudah lebih dari seminggu sejak terakhir kali kami berwisata ke laut dan membeli banyak makanan enak.
Kenapa ya? apa sesuatu terjadi padanya? ku harap ia baik-baik saja.
Aku membereskan peralatan yang tadi ku pakai sembari menunggu cookiesku matang. Bersyukur sekali karena akhir-akhir ini aku jadi punya kegiatan dan tidak bosan sendirian dirumah.
Tak terasa bunyi berdenting dari oven membuatku segera menghampirinya. Membuka oven, harum semerbak langsung menyapa hidungku dan menyebar ke penjuru ruangan. Udara panas dari dalam oven pun tak bisa ku hindarkan.
Aku senang sekali cookies kali ini nengembang dengan baik dan memiliki bentuk yang jauh lebih bagus dari yang sebelum-sebelumnya. Dengan kecerobohan yang ku runtuki, aku mengambil salah satu cookies itu dengan tangan kosong, jelas sekali tanganku kepanasan.
Tapi karena ini lucu, aku malah menertawai kebodohan diri sendiri. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya aku dapat memegangnya dengan santai, aku mencobanya dan gigitan pertama menimbulkan bunyi renyah yang terdengar bagus ditelinga.
Rasanya... aku terharu.
Usahaku selama ini menghasilkan perkembangan yang signifikan, akhirnya aku menghasilkan cookies yang layak makan! senang sekali rasanya!
Jika saja ada Leon disini, aku akan memberinya suapan pertama sebagai juri masakanku. Sayangnya ia tidak ada.
Tapi aku tidak boleh sedih karena aku bisa menyimpan cookies ini dan memintanya memberi komentar ketika ia datang. Aku jadi tidak sabar, kapan ya?
Daripada bertanya-tanya tidak jelas, aku membereskan sisa-sisa kekacauan yang ku buat, tidak lupa membersihkan diri juga karena tadi aku berkeringat cukup banyak. Memang udara sedang panas-panasnya.
Sudah sore, setelah membereskan itu semua, aku bergergas ke halaman belakangan dan menyirami tanamanku dengan seksama. Bibit bunga yang diberi Jay sudah kutanam dengan baik dan kini sudah mulai tumbuh, hanya saja bunganya belum mekar. Lucu sebenarnya karena aku tidak tahu ini bunga apa, walau begitu aku tetap menyirami dan merawatnya dengan sungguh-sungguh.
Aku sangat menantikan hari dimana aku dapat melihat bunganya mekar, kira-kira ini bunga apa ya? dan secantik apa pula nanti? aku jadi berangan-angan.
Hari ini moodku sedang bagus, setelah cukup puas memandangi tanamanku akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke dalam. Begitu sampai pintu, aku mendengar suara gaduh yang membuat jantungku mencelos. Ada apa? siapa itu? aku takut tapi harus memeriksa keadaan jadi perlahan-lahan ku langkahkan kakiku untuk masuk lebih dalam walau tubuh ini sedikit gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Menace
FanfictionMenjadi objek obsesi? sadarlah, itu tidak semenyenangkan novel. "Jangan terlalu percaya pada siapa pun. " • Pretty Menace • ©xafhile