"Beneran nggak mau gue anter?" Nara kekeh menggeleng. Di saat pikiran cowok itu tak tenang, ia sangsi jika harus merepotkan. Walaupun hanya sekedar mengantarkan ia pulang seperti biasanya. Tetap saja, Nara khawatir dan lebih meminta cowok itu agar segera pulang dan beristirahat.
"Mendingan kamu pulang, istirahat. Biar bisa fokus cari Dania lagi, ya?" pinta Nara membuat Daniel menipiskan bibirnya lantas menghela napas. Munafik jika ia bilang tubuhnya baik-baik saja. Kalau saja keadaan sedang baik, mungkin Daniel akan memilih tiduran di rumah untuk meredam sakit di tubuhnya yang sialnya sampai menembus tulangnya ini.
Daniel tersenyum tipis. "Udah telepon, Mama?"
Nara menggeleng. "Aku mau ke kafe. Jadi, kabarin Mama nanti pas udah selesai kerja," jawab Nara membuat Daniel mengangguk mengerti.
Tanpa aba-aba, Daniel menarik kedua tangan Nara, menggenggamnya begitu erat sampai Nara harus mendekat ke arah Daniel yang memang sudah duduk di atas motor besarnya. Tak sampai situ, tanpa sadar, jantungnya sudah berpacu cepat hanya karena tatapan Daniel yang begitu dalam.
"Ke-kenapa?" tanya Nara gagap. Daniel menanggapi dengan senyum tipis. Satu tangannya terulur menepuk-nepuk pelan puncak kepala Nara lalu berganti mengelusnya.
"Baik-baik, ya? Gue nggak mau lo ikut kenapa-napa," ucap Daniel yang lebih mengarah ke sebuah permintaan. Ia mengelus lembut pipi Nara sebelum kedua tangannya kembali menggenggam, menunggu jawaban Nara.
Perlahan, senyum Nara terbit. Ia melepas satu tangannya lantas menaruhnya di atas tangan Daniel. "Kamu tenang dan fokus sama Dania. Aku bakalan baik."
Setelah mengucap itu, Nara mengerjap saat merasakan bibir dingin Daniel menyentuh pipinya. Sedangkan si pelakunya hanya tersenyum begitu lebar.
"Gue sayang sama lo," ucap Daniel cepat. Belum cukup waktu Nara mencerna, Daniel sudah memakai helm, dan menghidupkan mesin motornya.
"Gue pulang," pamitnya lantas menjalankan motornya meninggalkan Nara yang hanya bisa tertunduk malu.
Nara mendongak, menghela napas ketika mengingat perlakuan Daniel barusan. Ada apa dengan cowok itu, tak biasanya bersikap seperti itu. Ia melirik kiri kanan, sembari menunggu taksi online yang sempat ia pesan tadi. Detik itu, Nara terdiam dan cepat-cepat menunduk saat matanya tak sengaja bersinggungan dengan tatapan seseorang yang beberapa hari ini ia hindari; Altair—karena takut kehadirannya akan mengganggu.
Nara tahu, Altair melihat keberadannya. Hanya saja, cowok itu masih membencinya, mungkin. Lagi, Nara memilih menatap jalanan sedangkan Altair sedikit jauh darinya. Sepertinya juga tengah menunggu taksi.
Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti di depan Nara. Nara menaikkan kedua alisnya ketika merasa mobil di hadapannya ini bukan taksi pesanannya. Tiba-tiba seorang pria tambun berkemeja rapi dengan leher penuh tatto itu turun dari mobil mendekati Nara. Jujur, perasaan Nara tidak enak.
"Permisi?"
"Ya?" jawab Nara seramah mungkin.
"Apa kamu tahu lokasi tempat ini?" tanya pria itu sembari memperlihatkan layar ponselnya yang terdapat gambar suatu tempat. Nara mengerutkan keningnya mencoba mengingat di mana tempat yang kurang familiar baginya itu.
Namun, tanpa di sadari satu tangan pria itu dari belakang tubuhnya membekap mulutnya dengan sapu tangan yang telah diberi obat bius. Nara sempat membulat kaget dan memberontak. Sebelum akhirnya kegelapan merenggut kesadarannya. Pria itu segera membawanya masuk ke dalam mobil.
Sedang dari jauh, Altair yang melihat itu langsung berlari menghampiri. Pria itu yang sadar akan keberadaan Altair berusaha lebih bergerak cepat. Usai berhasil memasukkan Nara ke dalam mobil, ia sedikit memberi pelajaran dengan meninju pipi Altair hingga cowok itu jatuh tersungkur. Selanjutnya ia segera masuk dan melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel Owns Me
Ficção Adolescente[Heartbeat] "Sekali lo berurusan sama Daniel. Kecil kemungkinan lo buat lepas dari dia. Karena Daniel, bukan orang yang mudah lepasin lawannya." Daniel Aska Sagara, sudah bukan rahasia umum lagi jika orang-orang menyebutnya sebagai cowok yang tidak...