Chapter 6

13.1K 39 0
                                    

"WELL," gumam Paul sambil menatapku yang duduk di sudut sofa panjang berwarna putih tempat kami duduk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"WELL," gumam Paul sambil menatapku yang duduk di sudut sofa panjang berwarna putih tempat kami duduk. "Jangan duduk saja, bersiaplah."

Aku mengira kalau pria itu akan pergi dalam waktu beberapa menit ke depan tetapi melihat seringai di wajahnya membuatku meneguk liur. Otakku mencoba menelaah rencana apa lagi yang coba ingin dia lancarkan.

"Come on, Paul. Jika kau ingin merayakan ini, kita bisa pergi saat happy hour pada pukul enam." cetusku. "Dan jika kau ingin mendengarkan sedikit saran, sepulang kerja harusnya kau habiskan dengan berendam sambil menikmati vodka di tangan."

Bukan Paul apabila dia tidak mengabaikan semua masukanku dengan kibasan tangan anggunnya. "Aku pasti akan merayakannya. Tapi sekarang ambil jaketmu dan poles bibirmu dengan sedikit lipstik."

Kerutan menghiasi dahiku namun aku mencoba untuk mendengarkan seluruh pikirannya yang akan menjelma menjadi kata-kata.

Bangkitnya Paul diiringi dengan gumamnya yang terdengar terlalu tenang. Seolah-olah aku tidak akan terkejut mendengar pengumuman itu. "Kita akan pergi ke tempat singa itu bersarang, baby girl."

"Dia memintaku untuk mengajakmu berkeliling di rumahnya sebelum kau bekerja besok. Dia ingin kau bisa menghitung jarak tempuh agar kau selalu bisa datang tepat waktu." Paul tersenyum lebar. "Lihat, betapa baiknya Cassilas Susnjar itu padamu. Dia bahkan memikirkanmu sedetail itu hanya karena dia ingin segera melihat wajahmu yang cantik sebagai asupan tambahan semangatnya."

Aku berdiri dan memprotes. "Sangat tipis apakah itu kebaikan hatinya atau betapa dia ingin menunjukkan bahwa dirinya sangat otoriter. Dia sudah pasti membuat peraturan tertulis di dalam rumahnya."

"Tetapi Paul," Aku mengulurkan tangan dan mencengkeram lengan jas Paul yang lembut. "Dia bisa menyuruh orang lain dan tidak mengganggu pekerjaanmu."

Mata Paul bersinar hangat, memegang tanganku yang terulur, lalu mengelus seberkas kulit putihku di sana. "Dia berhak memerintah siapa pun yang menikmati uang dari aliran perusahaannya, baby girl. Susnjar Tower adalah miliknya. Bahkan Ways Life salah satu dari sekian banyak bisnis miliknya."

"Apa?" Napasku seketika terengah. Aku memijat keningku dan memikirkan rententan yang akan terjadi jika aku menolak ajakan Paul sekarang. Bisa saja teman baikku itu akan didepak dari sana, apabila dia beruntung, dia tetap mendapatkan pekerjaan tetapi pada posisi yang jauh lebih rendah.

Cukup mudah mengetahui perilaku para multimiliuner yang congkak. Paul sudah pasti akan terancam dipecat dan itu karena diriku telah menolak perintah bos besarnya yang tampan dan beraroma sangat nikmat.

"Baiklah kita pergi." desisku akhirnya karena aku dan Paul sudah seharusnya bekerja sama dengan baik.

Dan karena dia adalah Paul, selalu bisa melihat kecemasan dalam wajahku, dia mencolek daguku. "Miranda, aku bersumpah. Jika sedikit saja pria itu menyakitimu, aku yang akan menghajarnya meski kami harus bertarung penuh darah. Percayalah, aku akan selalu berdiri di sampingmu-tetapi tolonglah, Cassilas tidak seperti itu. Dia pria keren dan setia yang kutahu."

Paul tertawa kecil menggodaku. "Apakah aku juga harus menunjukkan foto ketika pria itu meluangkan waktu di gym? Bahkan kaus yang dikenakannya tidak bisa menutupi tubuhnya yang keras. Bayangkan, kau akan berdekatan dengan pria sekeras itu dan bersimbah keringat bersamanya."

Tanganku mendarat di pipi Paul ketika aku menepuknya pelan. "Dasar brengsek, jangan salahkan aku kalau akan benar-benar menjadi nyonya di sana lalu memecatmu dengan kekuasanku."

Mengingat penipuan selalu menimpa hidupku, itu menjadikan Paul sebagai satu-satunya simbol kesetiaan bagiku. Aku berkata padanya. "Hanya karena aku merasa semua orang menipuku, aku akan selalu memercayaimu."

Paul tertawa. "Kalau begitu, cepatlah berdandan. Kita akan bersenang-senang."

Sebelum melenggang dari sana, aku memberikan remasan di otot lengannya dan mendengar sangat jelas bahwa Paul meminta agar aku menggunakan warna merah muda di bibirku. Baiklah.

*****

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THIRSTY MAIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang