Chapter 4 : Sakit yang Terulang

1 0 0
                                    

♡ Happy Reading ♡

Kata orang, suami adalah sandaran ternyaman. Teman terbaik dan pelindung terkuat. Pahlawan setelah Ayah yang akan menjadi perisai saat ribuan peluruh akan menghujam tubuh kita.

Benarkah itu? Namun, bagaimana, jika orang yang disebut sebagai suami malah membiarkan air matamu mengalir tanpa berusaha menyekanya? Atau, bagaimana jika ia pura-pura buta dengan keadaanmu?

"Kamu jangan dengerin Bibi. Dia emang suka gitu. Jangan ambil hati, ya, Nak."

Dengan mudahnya mereka meminta Nahee melupakan semuanya. Tanpa ada yang bertanya atau sekedar memahami perasaan Nahee. Ia merasa benar-benar sendirian saat itu.

Akibat kejadian itu, Nahee mengalami tekanan batin yang sangat berat. Hari-harinya dipenuhi rasa insecure terhadap orang lain. Ia tidak bisa makan dengan baik, overthinking, paranoid, sampai insomnia selama sepekan. Keadaannya benar-benar kacau.

Malam itu, saat Nahee tengah menangis untuk yang kesekian kalinya, Ill Woo pulang. Tanpa kata, ia memeluk istrinya.

"Aku pasti jagain kamu. Jadi orang pertama yang bakal belain kamu kalau mereka masih menyakitimu." Begitu katanya.

Perlahan, semuanya berjalan membaik. Namun, Nahee jadi tidak mau ke rumah meretuanya. Ia merasa sangat tertekan dan susah bernapas, jika harus kembali ke tempat yang membuatnya mengalami trauma.

Hingga suatu ketika, Ayah meretua beserta Kakak ipar Nahee datang. Dalam dekapan mereka dengan berselimut kain bermotif beruang warna hijau, ada bayi sedang tertidur. Mereka menyerahkan anak itu pada pasangan ini.

"Tolong rawat dia sebagaimana amanat dari mendiang Kakak Ill Woo. Anggaplah ia sebagai anak kandung kalian. Sayangi dan didiklah dengan baik, ya. Ayah titipkan pada kalian," tutur sang meretua.

Ia memberikan bayi itu yang disambut dengan senang hati oleh Nahee.

Deg!

Jantungnya berdebar, kala bayi mungil tersebut membuka mata dan tersenyum tipis. Rasanya Nahee ingin menangis saat itu juga. Kini, dalam setiap harinya, akan ada malaikat kecil yang selalu mengisi kekosongan dalam hidup Nahee.

Nahee menciumi pipi si kecil berkali-kali. Menimangnya dan tanpa sadar air matanya kembali terjatuh.

"Anakku ...." Suaranya sampai bergetar.

Setelah mereka pamit, Nahee membawa bayi itu ke kamarnya. Menidurkan si kecil dengan senandung merdu yang ia dendangkan.

"Sayang, aku beneran udah jadi Ibu, 'kan, sekarang?"

Ill Woo mengangguk sambil tersenyum. Merangkul bahu Nahee yang bergetar karena menangis. Ia tidak bisa menghentikan air mata yang luruh begitu saja. Kebahagiaan yang dirasakannya benar-benar luar biasa.

Dalam hati ia bergumam, "Mungkin bukan aku yang melahirkannya. Namun, aku percaya, jika ini adalah salah satu cara Tuhan melalui takdir-Nya untuk membahagiakanku. Aku sungguh bersyukur."

"Terima kasih, sudah sudi hadir dalam hidupku yang tidak sempurna ini." Dikecupnya kembali kening si kecil.

Itulah Jung Zeha yang saat ini telah tumbuh menjadi anak menggemaskan, aktif, dan pandai. Sejak saat itu, mereka mengasuh Zeha dengan penuh cinta kasih. Semuanya berubah indah karena kehadiran Zeha. Menjadi penyempurna rumah tangga Ill Woo dan Nahee.

Kini, Nahee harus diingatkan dengan mimpi buruk itu. Padahal, ia berpikir jika semuanya akan terus membaik. Nyatanya tidak. Ill Woo kembali menyakiti hatinya.

"Kenapa? Kenapa kamu kayak gini lagi? Apa harus aku lagi yang ngalah?"

Nahee begitu terpukul. Ini kali kedua ia harus bertengkar dengan Ill Woo. Biasanya, Nahee akan langsung memaafkan dengan cara bicara dari hati ke hati.

PILIHAN (Kumpulan Cerita Pendek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang