04. Hari-hari Yang Berat

150 62 108
                                    

"Makasih ya bi udah dengerin cerita aku. Aku ga tau kalo ga ada bibi siapa yang bakal dengerin aku cerita"

"Iya non, bibi akan selalu jadi pendengar yang baik buat non Marella"

***

"Kemaren lo absen. Rasanya sunyi banget ga ada bahan buat gue bully," Fazura tidak memberi cela untuk membully bahkan saat Marella baru saja duduk di kursinya. Fazura menang selalu menyakiti perasaan Marella

"Muka lo lebam gitu, abis di siksa sama.. hahaha," ucap perempuan disampingnya Fazura. "Upsss.."

"Kalian ga tau apa-apa." jawab Marella setelah mengambil novel di tasnya

Fazura mengambil paksa novel yang ingin Marella baca "lukaku kebahagianmu? Widihhh judul novelnya mirip sama kehidupan lo ya?. Hahaha miris."

"Ayo Fel, pergi. Males gue ngobrol sama anak penuh drama kaya dia!" Ucapnya sangat kasar sembari menunjuk-nunjuk kearah Marella setelah itu dia menjatuhkan kasar novelnya ke bawah lantai

"Jangan didengerin ya. Lo gapapa?" Tiba-tiba Gibran datang dan mengambilkan buku yang Fazura jatuhkan dilantai

"Gapapa, Makasih ya. Em.. aku pergi dulu ya" Marella hendak bangun dari kursinya

Refleks Gibran menarik tangan Marella. "Mau kemana?" Tanyanya sambil menaikkan alis kirinya.

"Toilet."

"Aku harus jauhin Gibran!" Langkahan kencang dan sesekali menengok kebelakang. Ini adalah keputusan yang tepat. "Ga mungkin Gibran mau temenan sama aku, pasti ada alasan lain,"

Bel istirahat berbunyi, Marella hanya makan bekal yang bibi bawakan tidak mungkin juga Marella ke kantin sendirian, itu sama saja seperti masuk kandang harimau. Marella tau disana pasti ada Marcella dan teman-teman. Dikelas saat ini hanya ada Marella yang duduk sendirian, di sekolah SMA Taruna Sakti menang murid-muridnya duduk sendirian.

lo kok kya ngejauh dri gue?
gue ada salah ya?

Gak ada kok

ga mungkin
lo pasti ada apa2

Apa-apa gimana?

gue liat muka lo lebam,
gue otw ke kls ya, tungguin!

"Hey" panggilnya lembut. Dan benar saja dia datang

"Fokus banget baca novelnya. Baca apa sih" Gibran duduk diatas meja, tepat didepan Marella membuat Marella refleks menjauh

"Gua bawain minuman, Teh." Gibran menyodorkan teh botol yang dia bawa. Kenapa teh? Teh adalah minuman favorit Marella.

"Makasih, tapi aku udah bawa air putih." tolaknya lembut.

"Ya elahh udah gua bawain juga. Lo harus terima walaupun ga diminum." dia menarik tangan Marella lembut untuk menerima minuman yang dia bawa.

"Makasih." Marella menerimanya dengan senyum yang canggung.

"Lo risih sama gue? Maaf ya El, tapi gue suka sama lo udah lama, tapi gue baru berani deketin lo pas kelas duabelas ini."

"Hah? Enggak kok, gak risih" jawabannya terbata-bata

"Jangan bohong El, gue tau. Sorry banget kalo buat lo risih, tapi gue suka deket-deket sama lo."

"Hmm.. a-aku pergi dulu ya." Marella mencoba pergi, tapi tangannya ditahan oleh Gibran

"Lo jelasin dulu," Gibran mendekatkan wajahnya ke wajah Marella dan Gibran menyentuh pipi Marella dengan tangannya.

"Maaf, jangan kaya gitu. Nanti orang liat." Marella pun menepis tangan Gibran dan pergi begitu saja

Marella Ingin BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang