Yeyy finally partnya Aji!!!
Udah lah jangan banyak cincong, btw pantunnya aku taruh di bawah chap yaa temen-temen biar ga terganggu sama pantunku yang itu-itu aja..
___________________________________________
~
"Ibu, kuenya udah Aji kukus ya tinggal tunggu kue yang di panci satunya lagi."
"Iya nak, terima kasih kamu udah mau bantu ibu." Ibu melemparkan senyuman khasnya kepada sang anak satu-satunya ini.
"Iya Bu santai aja, tapi Aji mau handphone baru ya Bu soalnya handphone temen-temen Aji baru semua."
"Maafin Aji bu," Batin Aji. Ini
"Iya nak, tapi ibu ga janji." Ibu pun melengos pergi sembari menahan tumpahan air bening dari matanya yang hampir menetes didepan anak semata wayangnya ini.
Aji pun menghembuskan nafasnya kasar, dia memutuskan untuk keluar dari dapur yang sederhana, kehidupannya berubah semenjak sang Bapak kecanduan judi dan minum-minuman keras.
Saat ini sang bapak-Harry hanya seorang serabutan, pekerjaannya hanya tiduran dirumah ia hanya berkerja saat uang benar-benar menipis saja.
Sementara itu sang ibu-Ayu adalah seorang perempuan paruh baya yang berjualan kue basah di pasar. Aji memiliki kakak perempuan yang sudah menikah, tapi semenjak menikah kakaknya tidak pernah menjenguk keluarganya. Entah bagaimana kabarnya sekarang. Ini juga menjadi salah satu penyebab bapak menjadi orang yang temperamental.
Dan setiap pagi sebelum berangkat sekolah Aji selalu membantu sang ibu di dapur. Aji juga sering bekerja paruh waktu untuk sekedar membantu sang ibu membayar uang kontrakan dan juga hutang sang bapak.
***
"Kenapa sih hidup gue harus kaya gini?"
Ucap Aji sembari melihat dirinya di cermin, sebelum akhirnya dia melesat pergi untuk sekolah.
Bapaknya turun jabatan karena kinerjanya semakin menurun, itu semua karena bapak kecanduan judi dan mengonsumsi minuman keras. Itu adalah kejadian yang terjadi kurang lebih 3 tahun yang lalu, dimana dulu dunianya sangat bahagia berbeda dengan sekarang.
Ibu dan bapak sering meributkan tanah, bapak pikir uang hasil menjual tanah itu cukup untuk membayar hutang-hutangnya tapi sudah ibu jelaskan kalau tanah dijual itu untuk biaya kuliah Aji nanti.
Setelah pulang sekolah Aji sengaja pulang berlawanan arah dari rumahnya agar bisa melihat ibu yang sedang berjualan di pasar.
Aji hanya bisa melihat ibu dari seberang jalan, bukan karena Aji gengsi memiliki ibu penjual kue basah di pasar tapi ini semua kemauan ibu. Ibu tidak mau jika teman Aji ada yang tau jika Aji hanya seorang anak penjual kue basah.
Aji pun merasa iba melihat sang ibu mengipas-ngipas kue yang tersusun rapih, rasanya ingin sekali memberikan sang ibu minuman tapi untuk membeli bensin saja Aji meminjam uang kepada Gibran.
"Kasian ibu, pasti kepanasan. Kuenya juga kayanya masih banyak."
"Maafin Aji bu," Sambungnya.
***
"Ga bisa gue, kemaren kan udah nongkrong, ini waktunya gue tiduran di rumah."
"Ah alesan aja lo, gue jemput ya?"
"Jangan Idiot! Ada gila-gilaannya nih orang, pokoknya gue mau rebahan."
Dengan sarkas Aji menutup teleponnya, sebenarnya sangat ingin Aji bermain menikmati masa remajanya, tapi jika Aji hanya mengandalkan sang ibu, itu sama saja Aji hanya berperan sebagai Beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marella Ingin Bahagia
Fiksi Remaja"Satu ginjal ini ga seberapa, dibandingkan rasa cinta seorang kakak untuk adik tersayangnya."