12. Mulai Terbuka

104 23 67
                                    

Saat ini rumah sakit benar-benar terlihat sepi, lebih sepi dari sebelumnya. Aldo beberapa kali keluar ruangan untuk mengecek kondisi rumah sakit yang kian malam terasa lebih seram.

Lalu Aldo duduk di sofa yang empuk sembari menghembuskan nafasnya dengan keras. Laki-laki itu menunduk kebawah seperti banyak sekali beban dipikirannya. "Gue kira gue cuma nemenin lo sehari doang El, ternyata enggak."

"Aldo," Marcella tiba-tiba terbangun, entah dia mendengar yang Aldo ucapkan atau tidak, sontak Aldo berdiri dan duduk di tepi ranjang, padahal tepat disampainya ada kursi, tapi Aldo memiliki duduk ditepi ranjang. "Maafin gue ya, besok gue udah bisa pulang kok."

"Ah serius?" Aldo memejamkan matanya, dia benar-benar senang mendengar itu. Aldo baru saja menemani Marcella sekitar 2 jam, bergantian dengan bibi.

"Serius." Marcella mengangguk-anggukkan kepalanya dengan senyuman manis.

"Tapi, lo belum liat kondisi Marella sekarang kan?."

Marcella membuang muka, sepertinya dia enggan membahas soal ini. "Gue tau."

"Cell. Gue yakin hidup kalian berdua akan lebih bermakna kalo kalian akur lagi. Ini udah waktunya pertikaian itu diakhiri."

"Ga bisa Do. Ga akan bisa." Ucapnya penuh tekanan dan menatap Aldo dengan ekspresi yang lelah.

"Bisa Cell, gue yakin. Lo cuma harus terima kenyataan satu persatu aja. Gibran ga akan pernah suka sama lo, dan lo juga akan pernah dapetin Gibran kalo sifat lo masih kaya gini, gue kenal sama lo berdua semenjak SD, sedangkan gue kenal Gibran aja pas ga sengaja tabrakan dijalan, dan ternyata dia tetangga gue. Ucap Aldo panjang lebar, Aldo adalah anak yang terbuka, dia bisa aja membicarakan tantang dirinya sendiri entah buruk ataupun baik. Dia adalah anak polos, lugu dan cepu.

"Gue ga nanya mau lo ketemu Gibran pas tabrakan kek, gimana kek gue ga peduli. Kenapa lo larang gue buat suka sama Gibran?. Lo jahat banget Do. Ihh." Ucap Marcella, bahkan dia memukul kasur dengan tangannya yang mengepal. "Ya udah lo pergi aja deh. Lo bikin gue badmood aja."

"Oh? Ya udah gue pulang." Aldo sontak bangun dari duduknya, dan segera mengambil jaketnya. Bahkan Aldo sudah siap untuk pergi. "Gue pulang ya, hati-hati disini serem." Aldo sudah membuka pintu.

"ALDO. jangan pergi."

***

"El, lo sendirian?."

"Sendiri."

"Gue jemput ya, kita makan diluar. Lo jangan makan dulu."

"Tap-" belum sempat menjawab, Gibran sudah menutup telepon.

Marella pun segera bersiap-siap untuk pergi dengan Gibran, lagian pukul 7 belum terlalu malam.

"Setidaknya untuk saat ini aku udah ga ngerasain sendirian lagi."

Tit

Suara klakson motor Gibran, dengan segera Marella turun ke bawah dan menemui Gibran ke bawah.

"Maaf ya lama."

"Santai aja. Lo cantik banget, persis kaya hari-hari sebelumnya."

Terlihat pipi Marella memerah, dia tidak bisa menahan rasa saltingnya. Apa lagi saat ini tanpa janjian mereka menggunakan outfit yang sama. Gibran menggunakan jaket hitam yang bertulisan "wake up, nerver give up." Sementara, Marella menggunakan hoodie oversize yang bertulisan "Wake up in the morning with a smile. Never give up. You can."

Entah kebetulan atau tidak, tapi hal ini membuka mereka merasa malu dan canggung, tapi sebagian laki-laki Gibran harus menutup ekspresi malunya.

"Ayo naik El. Malah bengong."

Marella Ingin BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang