"Ngapain lo? Sedih banget keknya" suara siapa itu?. Refleks Marella menoleh dan kaget dengan kehadiran orang tersebut
"Ga," singkat, padat, dan terdengar getaran dari suara Marella, kenapa Marella sangat takut?
"Santai aja kali. Di panggil ayah tuh." ayah? Memanggil Marella?
"O-oke. Aku kesana dulu" Marella melangkah kakinya ingin cepat-cepat pergi dari hadapan adiknya
"Lo tau, ayah dimana?" Ucapan yang berhasil menghentikan langkah Marella
"Dimana? Di gudang kan?"
"Bagus, udah tau keknya mau diapain sama ayah." dirinya terlihat lebih jahat dari nenek lampir, bahkan lebih jahat dari nenek lampir
***
"Baik ayah, aku udah tau apa yang bakal ayah lakuin sekarang" dia menunduk kepalanya sembari menyodorkan kedua tangannya yang sudah siap untuk...
"Bagus, ayah denger kamu lagi deket sama cowok di sekolah. Kamu tau, kalo adik kamu juga suka sama cowok itu?" saat itu juga rasanya hidup Marella tidak lama lagi. Jadi Marcella suka kepada Gibran? lalu bagaimana dengan Kevin?. Saat ini semua hidupnya dia serahkan kepada ayahnya jika mati hari ini juga pun Marella sudah siap
"Masuk ke gudang kamu. besok kamu ga usah sekolah!" Ayah menarik kasar tangan Marella. Marella menangis setelah mendengar ayah menutup pintu dengen kerasnya. Pukulan demi pukulan Marella terima ayahnya hanya melontarkan kata-kata kasar kepada Marella tidak ada satu orang pun yang dapat menolong Marella
"Ma-maaf a-ayah.." rintihan yang terdengar sangat berat itu sama sekali tidak bisa memulihkan tuan Dewanata
"Ayah sayang sama kamu, ayah pengen kamu jadi orang yang baik, ga pacaran!" Sayang? Dengan cara ini ayah menunjukan rasa sayangnya?
"Ella kuat.." rintihan yang bahkan hanya dirinya sendiri yang dapat mendengar ini mencoba menguatkan dirinya sendiri. Cabukan itu sama sekali tidak bisa berhenti, ayahnya mengumpat layaknya bukan seperti sosok ayah tapi pecundang..
"Ayah harap kamu bisa jauhin dia. Biarkan adik kamu yang bisa milikin Gibran!" sakit hati? Tentu, Marella merasa tembok kebahagiaannya lagi-lagi diruntuhkan oleh orang yang dia sayangi
"Besok ga usah sekolah kamu, kalo bisa kamu pindah sekolah aja!" Setelah itu ayah pergi dan menutup pintu gudang sangat kencang, membuat jantung Marella menjadi tidak karuan, setelah itu ayah langsung melengos pergi dan menutup pintu dengan sangat kasar
"Aku sayang sama ayah, aku se-seneng banget bisa liat a-ayah setiap hari. Ga kaya ibu yang sibuk bekerja" kata Marella seraya berusaha untuk bangun, badannya terasa lebih gemetar saat melihat pahanya penuh dengan karya cabukan dari seorang ayah
"Non.. non.. astagaaa"
"Bibi,"
"Ya ampun non" bibi tiba-tiba menangis membuat Marella juga ikut menangis
"Bibi ga usah sedih, kan udah biasa.."
"Ayo non, bibi antar ke kamar.." bibi mencoba menopang tubuh lemas Marella dengan sangat pelan. Gudang ini berada di lantai 1 dan kamar Marella ada dilantai 2. Tidak mungkin jika Marella harus naik tangga, jadi bibi mengantar Marella ke kamar ke kamar bibi yang ada di lantai 1
"Pelan-pelan non. Non tiduran disini aja, bibi ambilin kompresan sama air minum dulu" setelah menidurkan Marella diatas ranjangnya bibi pun pergi
"Makasih bibi"
***
"Jadi lo disini?" Marcella masuk tanpa mengetuk pintu, dengan pakaian yang sudah rapih membuat bibi iba. "Ngapain di kompres si bi? Dia kan katanya kuat hahaha"
"Bekelnya udah bibi siapin ya non dimeja makan, non udah sarapan kan?." Tanya bibi sambil memeras kompresan, bibi memang selalu mengalihkan pembicaraan jika Marcella mencoba merendahkan kakaknya.
"Percuma bi, bibi bikin sarapan kaya gitu ayah sama ibu aja ga sarapan"
"Ya udah non makan, sedikit aja gapapa non yang penting perutnya terisi. Biar fokus belajarnya"
"Ga ah bi.. males, gue berangkat dulu ya.." Marcella menutup pintu menggunakan tenaga dalam bahkan kalender yang ada disampingnya pintu pun jatuh.
"Kok beda banget ya sama non Marella.." bibi bertanya pada dirinya sendiri tapi masih bisa Marella dengar
"Namanya juga manusia bi. Pasti sifatnya beda-beda bi." jadi yang tadi masuk itu manusia?
"Oiya, non udah kepikiran mau kuliah dimana?." kata bibi seraya mengaduk bubur untuk Marella
"Udah sih bi, pengennya sih di universitas negeri dan ambil jurusan komunikasi atau psikolog tapi aku bingung bi mau pilih yang mana" Marella mencoba bangun agar bibi tidak sulit saat menyuapi makanan yang sudah bibi siapkan tadi
"Pelan-pelan non.." bibi tidak sanggup menyentuh tubuh ringkih Marella, tentu saja membuat bibi iba.
"Pelan-pelan ya non. Bibi takut bibir non tambah sobek" bibi menyuapi sedikit demi sedikit bubur yang bibi buat
"Iya bibi.. perasaan bibi bilang pelan-pelan terus" saat ini ada 3 plester yang menempel di wajah Marella. Jidat, pelipis mata dan ujung bibir.
"Iya non, bibi khawatir sama non" bibi menatap mata sendu Marella rasanya ingin sekali memeluknya. "Enak ga non?"
"Enak dong. Pasti" Marella seraya mengacungkan jempolnya
"Bibi sayang banget sama non. Bibi harap nanti non ga akan lupain bibi. Non itu anak yang baik, murah hati pokoknya the best kalo kata non mah hahaha"
"Hahaha bibi bisa aja, lagian mana mungkin aku lupain bibi yang udah aku anggap kaya ibu aku sendiri. Aww sakit bi" bibi tidak sengaja menyenggol luka dibibir Marella menggunakan sendok saat ingin menyuapi Marella, membuat Marella merintih kesaktian
"Aduh maaf non" nada bini sangat khawatir
"Gapapa bi.. oiya bi, aku pengen banget cerita aku happy ending, aku selalu berdoa biar hidup aku bisa lebih baik kedepannya"
"Sebenernya happy ending itu apa non?. Selama non cerita sebenernya bibi ga tau apa itu happy ending"
"Happy ending itu cerita yang berakhir bahagia bi. Kalo sad ending itu cerita yang berakhir sedih, bisa jadi tokohnya meninggal gitu-gitu deh bi. Ada juga yang endingnya ngegantung, pokoknya macem-macem bi" jelas Marella
"Makasih ya bi usah dengerin cerita aku. Aku ga tau kalo ga ada bibi siapa yang bakal dengerin aku cerita"
"Iya non, bini akan selalu jadi pendengar yang baik buat non Marella"
***
"Ngajak Marella jalan udah kek ngajak Jennie Blackpink jalan. Susah banget gila, udah gitu dia pinter banget ngeles"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marella Ingin Bahagia
Fiksi Remaja"Satu ginjal ini ga seberapa, dibandingkan rasa cinta seorang kakak untuk adik tersayangnya."