±192 6':28

2.1K 148 21
                                    

Happy Reading...











"Tunggu!!"teriak Gara.

Ava yang mendengar teriakan Gara pun tak sengaja menyentuh pecahan tersebut. Darah segar mengalir di jari telunjuk Ava, darah yang keluar cukup banyak hingga menetes di lantai.

Gara langsung panik dan semakin mengikis jarak dengan Ava melupakan peringatan dari Abah.

Gara semakin panik ketika melihat raut wajah Ava yang menahan perih.

"Awhss..."

"Kamu tidakpapa?"tanya Gara.

"Hiks...hiks... Umii! Perih! Hiks..."

Gara yang melihat Ava menangis langsung panik, ia berteriak kencang.

"Abah!! Panggilkan ambulance! Abah... Umi..."teriak Gara sembari ikut meringis merasakan perih.

"Ckk, udah dong jangan nangis,"ucap Gara mencoba menenangkan Ava.

Bukannya berhenti Ava malah kembali menangis kencang merasakan beling yang masih menancap di jari telunjuknya. Ava yang takut dengan darah pun tak berani melihat ke arah tangannya, ia malah terus menangis.

Gara semakin di buat frustasi saat Ava tak berhenti menangis, ia mengusap kasar wajahnya dan mengacak rambutnya.

"Kemarikan tangan kamu, saya lihat lukanya,"putus Gara saat tidak ada orang lain yang datang membantu.

"nggak mau, hiks... kita hiks... bukan mahram,"ucap Ava disela tangisnya.

Abah dan Umi sudah berada di dapur dengan panik. "ada apa ini?"tanya Umi.

"Hiks... Umi... Perih banget huaa!"ucap Ava

Gara memundurkan tubuhnya membiarkan Umi melihat keadaan Ava.

"Kok bisa sampai pecah gini, tangan kamu terkena pecahan, ayo berdiri Umi obatin luka kamu,"ucap Umi membantu Ava berdiri.

Ava yang dibawa umi ke kursi dan diobati, Gara yang melihat pecahan piring tersebut pun membersihkannya dengan hati-hati.


–o00o–

Hari-hari begitu cepat berlalu, semua orang sangat sibuk mempersiapkan acara pernikahan yang akan dilangsungkan di pesantren.

Ava yang hanya berdiam diri di dalam rumah tak boleh melakukan aktivitas terlalu banyak pun merasa sangat jenuh.

Selepas melaksanakan salat Zuhur, Ava keluar melihat persiapan pernikahannya. Ia sedikit membantu orang-orang yang sangat sibuk.

"Ning Ava nggak usah bawa itu, biar saya saja yang bawa,"ucap Bi Jumi.

Ava pun memberikan nampan berisi minuman itu pada Bi Jumi. Ia memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya.

–o00o–

Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, kini suasana sangat ramai di penuhi oleh para santri dan santriwati yang ingin menyaksikan akad nikah dari anak pemilik pesantren yang akan dilakukan di masjid pesantren.

Para pengurus pesantren beserta keluarga Ava juga sudah berkumpul di masjid. Mereka menunggu kedatangan calon mempelai pria, sedangkan Ava kini berada di kamarnya.

Ava sedang bersiap memakai gaun pernikahan berwarna putih tulang yang sengaja dilonggarkan ukurannya. Seorang penata rias sedang memberikan polesan natural agar wajah Ava tak terkesan pucat.

PSYCOPATH  INSAF (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang