Prolog: Kesialan Beruntun

14 5 0
                                    

Pagi yang kacau.

Seorang gadis SMA dengan rok selutut yang lusuh tidak digosok, dasi tidak diikat, dan baju yang tidak dimasukkan ke dalam rok dengan muka panik bukan main dengan cepat berlari ke arah pintu rumahnya. Dia membuka kasar pintu rumah. Sudah tak ada waktu untuk bersantai ria saat dirinya tahu bahwa dia sudah terlambat. Tidak ada yang membangunkannya, alarmnya pun mendadak tidak hidup karena ponselnya tiba-tiba habis baterai. Dia menggigit ponsel lowbatnya karena tangannya yang sedang mengunci pintu rumah. Setelah itu dia membalikkan badannya. Dia terkejut sambil mengambil ponsel di mulutnya.

Ibunya baru pulang dengan dress selutut dan tampak muntah-muntah. Beberapa ibu-ibu yang sedang beli sayur tak jauh dari rumah bergosip sambil menunjuk-nunjuk ke arah ibunya. Tangan gadis itu menggenggam ponsel dengan kencang sambil menghela napas.

Dia mendekat ke arah ibunya yang berdiri di pagar. "Mama pulang dari mana?" tanyanya. Bertahun-tahun pertanyaan itu dilayangkan tapi tak kunjung dapat jawaban.

"Bukan urusan kamu. Kamu pergi sekolah saja," kata ibunya sambil meninggalkan gadis itu di pagar.

Sekarang jangankan pergi ke sekolah, berjalan pun gadis itu sudah terlanjur malas dengan kejadian pagi ini. Hidupnya sungguh penuh kesialan tak terduga. Dia melirik ibu-ibu yang sedang membeli sayur tampak tak henti bergosip untuk keluarganya. Mereka masih menunjuk-nunjuk ke arah rumahnya, dan bahkan sesekali menunjuk ke arahnya. Akhirnya dia meninggalkan rumahnya sambil berlari ke jalanan.

Tapi naas, kejadian tidak diinginkan terjadi. Saat ingin menyeberang dia tak lihat kanan-kiri terlebih dahulu hingga ditabrak sebuah motor yang melaju cepat. Dia jatuh ke jalanan. Saat berusaha bangkit pandangannya tiba-tiba buram, lalu menghilang. Gadis itu pingsan.

Dan saat dia membuka mata, dia sudah ada di rumah sakit. Dia tahu, ini rumah sakit dekat rumahnya. Tiba-tiba seorang perawat datang menghampiri.

"Eh sudah sadar? Biar dicek dulu ya," kata perawat tersebut. Perawat tersebut memanggil seorang dokter supaya dapat memeriksa gadis itu. Dokter datang lalu memeriksa. Dokter mengatakan bahwa keadaannya baik-baik saja. Gadis itu pun merasa tak ada yang salah pada tubuhnya. Dia diperbolehkan pulang.

Perawat membantunya bangun lalu menyerahkan ponselnya. Ponselnya sudah terisi penuh karena selama dia pingsan ponselnya sedang dicas. Perawat tersebut juga memberikan sebuah kertas.

"Ini titipan dari orang yang nabrak Mbak tadi."

Gadis itu mengangguk dan tersenyum sambil menerima kertas. Lalu dia pergi. Sambil berjalan dia membaca isi surat tersebut.

Halo, saya minta maaf kalau pergi begitu saja setelah menabrak kamu. Saya ada kepentingan. Maaf sekali lagi. Oh iya, kalau ada apa-apa telpon saja saya, nomor saya ada di bawah. Di situ juga ada nama media sosial saya. Nanti kamu juga bisa minta ganti rugi kok. Sekali lagi maaf ya. Biaya rumah sakit juga sudah saya bayar.

Ya, begitulah isi singkat surat. Sepertinya orang yang menabraknya benar-benar terburu-buru dilihat dari singkatnya isi surat dan juga tulisannya yang sangat jelek. Tapi itu tidak penting, dibayar biaya rumah sakit sudah lebih dari cukup. Gadis itu membuang kertas tersebut ke tempat sampah. Surat itu tidak penting. Kesialannya hari ini bertambah satu sejak pagi dia berangkat sekolah.

.

Bersambung

.

Rumah untuk KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang