Kalila membereskan barangnya. Kelas sudah kosong, murid-murid berhamburan meninggalkan kelas karena mendengar bunyi bel pulang. Tiba-tiba Kalila mendengar derap langkah kaki mendekatinya. Dia menunduk. Dalam hatinya berdoa penuh ketakutan. Tangan itu meletakkan gelas kertas berisi kopi di dalamnya.
Brak!
Kalila terkejut. Napasnya memburu. Mejanya digebrak. Kalila masih menunduk. Dia dapat melihat dua tangan di meja dengan jari-jari berkuku warna pink. Kalila jelas tahu itu tangan siapa, Rebecca.
Tiba-tiba tangan kanan Rebecca mencengkram pipi Kalila. Mengangkat wajah Kalila supaya melirik matanya. "Lo tuh benar-benar udah mulai berani ya deketin Abyan?" katanya geram.
Tangannya menjambak rambut Kalila. "Apa lo?! Mau nunjukin ke orang-orang kalau lo bisa dapetin Abyan?" bentaknya. Tangannya semakin kuat menarik rambut Kalila. "Sadar Kalila, orang kayak lo gak pantes."
Bruk!
Kepala Kalila dihantam ke meja oleh Rebecca. Kalila terjatuh ke lantai sambil memegang kepala. Kaki Rebecca menginjak tangan Kalila.
Kalila mulai berteriak kesakitan. Rebecca semakin kencang menginjaknya. Kopi yang Rebecca bawa tadi, dia tuang ke arah kepala Kalila.
Kalila mati-matian supaya Rebecca menghentikan perbuatan itu. "Rebecca, tolong, sakit! Panas!" teriak Kalila memohon.
Dia menendang perut Kalila. "Jangan teriak, Kal. Berisik," balasnya. "Kalau lo teriak lagi, kepala lo sasarannya," ancam Rebecca.
Kalila mengangguk sambil menangis.
Rebecca jongkok di samping Kalila. "Gue gak bakal ganggu lo lagi, asal jauhin Abyan," kata Rebecca. "Lo itu cuma anak dari PSK, miskin dan ntahlah, lo terlalu buruk untuk disebut. Lo itu gak pantes deketin Abyan. Kalau ada satu orang yang pantes di sini, itu gue," kata Rebecca menunjuk dirinya. "Jadi, lo jangan harap bisa dapat Abyan."
Kalila tak menjawab. Rebecca mulai kesal. Dia menjambak Kalila. "Paham gak?" tanyanya sambil menarik kencang rambut Kalila.
"REBECCA STOP!" teriak Kalila yang benar-benar kesakitan dan tak mampu melawan lagi.
Rebecca berhenti. "Apa, Kal? Gue gak dengar?" tanyanya mengejek.
Kalila diam. Dia takut.
"Apa sih, Kal?"
Kalila takut-takut mengatakannya. "Sakit, Bec. Please stop!" katanya.
"Selain berani deketin Abyan, lo berani ya ngatur gue," kata Rebecca. "Lo tuh merasa ada yang belain lo ya di sini? Makanya berani?" tanya Rebecca.
Kalila menggeleng.
"Denger Kal. Abyan cuma kasian liat lo, bukan anggap lo lebih."
Kata Rebecca membuat Kalila terdiam. Dia memang tak bereskpetasi jika Abyan menganggapnya lebih, tapi setidaknya dia mengira Abyan benar-benar berteman dengannya karena tulus, bukan kasihan.
Rebecca berdiri. Kursi di sampingnya dibanting ke tubuh Kalila. Kaki kursi mengenai kepala Kalila. Kepalanya pusing, penglihatannya buram. Dia pingsan. Rebecca melihat sekilas. Lalu pergi. Dia tak peduli jika suatu yang buruk terjadi pada Kalila.
Setelah waktu yang lama, Kalila terbangun. Kepalanya pusing dan sangat berat. Dia tak bisa berdiri. Suasana kelasnya sudah gelap.
Udah malam? batin Kalila.
Dia meringis. Rasanya berjalan pun tak mampu. Tapi dia harus bangkit. Kakinya berusaha menegakkan tubuhnya. Tangannya sakit seperti terkilir. Kepalanya selain sakit juga terasa lengket bekasan kopi yang dituang ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah untuk Kembali
General FictionMenikah karena alasan yang konyol harus di alami oleh dua manusia yang hidupnya penuh serba-serbi. Juan yang hendak menolong seorang gadis di jalanan gelap justru dituduh melakukan hal mesum dengan gadis tersebut. Sedangkan gadis tersebut, Kalila, h...