Pulang Sore Berakhir Masalah

113 30 4
                                    

Pulang sore, Kamden menawarkan belajar ke Dabin, oh ya tentu saja Dabin-nya mau. Dabin tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, apalagi belajarnya bersama Kamden, kikiki.

Namun, baru saja senang, Dabin dikejutkan oleh sesuatu ketika sampai di rumah. Dabin tidak tahu harus melakukan apa sampai meremas tangannya Kamden yang kebingungan tidak tahu apa yang terjadi.

"Noona," panggil seorang laki-laki.

"Ngapain lo kesini?" tanya Dabin dengan nada bicara malas.

"Gue tadinya mau ngomong sesuatu, tapi ngelihat lo sudah ada pacar, gue ngurungin niat itu."

Dabin menghela nafasnya, "Jiho, terus kalau lo tau itu, kenapa masih panggil gue? Kenapa nggak langsung pulang aja?"

"Maaf, gue bakal pulang." Laki-laki bernama Choi Jiho memakai helmnya lagi, lalu melajukan motornya menjauh dari rumah Keluarga Park.

Dabin menarik tangannya Kamden ke dalam rumah, dia membanting tasnya diatas sofa dan menghentakkan kakinya. Kenapa? Dabin sudah melupakan masa menyedihkannya itu, tapi laki-laki yang membuatnya sedih malah muncul lagi, itu membuat perasaan marahnya kembali.

"Mantan k-"

"BUKAN!" potong Dabin. "Itu HTS-an aku dulu, aku nggak ada apa-apa lagi sama Jiho karena waktu itu dia sok dingin, gantungin perasaan aku, PHP juga, nggak heran aku mah, orang dia lebih muda. Untung ada Kamden, jadinya aku bisa buktiin kalau aku bisa punya yang jauh lebih baik dari dia."

Kamden langsung memeluk Dabin supaya tidak marah-marah lagi, jujur dia senang mendengarnya, ternyata Dabin bukan gamon, tapi marah sama dendam.

"Ternyata kamu pernah suka sama berondong, ya," ejek Kamden dengan maksud bercanda.

Dabin melepaskan pelukannya dan memukul dadanya Kamden berkali-kali, pokoknya sampai mengadu kesakitan! Salah siapa mengejek yang tidak lucu gitu.

"Kamden disini dulu, aku mau ganti baju, nanti kalau sudah aku panggil, Kamden boleh masuk kamar." Dabin pergi ke kamarnya sambil menatap tajam wajahnya Kamden yang sedang menahan tawanya. Menyebalkan sekali!

20.00 PM

Belajar sudah selesai, Dabin meregangkan badannya, sedangkan Kamden langsung membereskan buku, melipat mejanya dan menaruhnya dibawah kasur, lalu rebahan bersama Dabin. Kamden jadi mager mau pulang.

"Boleh peluk?" tanya Dabin.

"Boleh, sini aku peluk." Kamden memeluk Dabin, kali ini agak susah, dia takut mengenai kulitnya Dabin.

"Ih, Kamden nggak pakai kaos dalam? Nanti kalau roti sobeknya ngecap gimanaaa?!" Dabin mengeratkan jasnya Kamden, dari vest sama rompi saja dada bidangnya Kamden sangat terlihat.

Kamden mencubit pinggangnya Dabin. "Kamu juga kalau di sekolah roknya diturunin," omelnya.

"Kan aku mau caper sama Kamden!" Dabin menjulurkan lidahnya. Sudah jawab, ngegas pula.

"Capeerrr, kayak yang aku masih gebetan kamu aja." Kamden mencubit pipinya Dabin saking gregetnya.

"Kikiki, Kamden kok lucu sih kalau lagi posesif." Dabin ikut mencubit pipinya Kamden. "Oh iya, hoodie sama jaketnya Kamden! Sudah aku cuci, aku setrika dulu, ya."

"Eh, ng-"

"Nggak mau!" Dabin buru-buru beranjak dari kasur, mengambil hoodie dan jaketnya Kamden dari dalam lemari, lalu menaruhnya di tempat setrikaan. Manja-manja gini Dabin cuci baju sendiri, kalau setrika jarang, hahaha.

Kamden mendekati Dabin yang sedang menyetrika bajunya, wangi pengharum pakaiannya membuat Kamden tercengang, sangat harum seperti punyanya Laundry.

"Spill pewanginya, dong."

Dabin mengelus dagunya, mau sombong dia. "Aku bikin sendiri. Nih, kalau mau, pilih wangi yang kamu suka, nanti aku ambilin di ruang penyimpanan," ucapnya sambil memberikan sampel. Itu sama Dabin dijual, laris manis sama tetangganya.

Kamden mencium wanginya, kalau yang selalu dipakai sama Dabin itu warna pink, wanginya manis dan girly, sekarang untuk hoodie dan jaketnya menggunakan warna biru, wanginya segar tapi ada manisnya, sedangkan yang hijau wanginya lebih segar.

"Aku mau yang biru, hehehe. Mamak bakalan suka sih ini."

"Okay, habis setrika ini aku ambilkan. Kalau Mamanya Kamden suka bilang, ya. Kan lumayan, siapa tahu Mamanya Kamden langsung puji-puji aku, hehehe."

Kamden tersenyum simpul, ternyata hal seperti ini bisa dijadikan kesempatan caper sama Dabin, pintar juga triknya.

Setrikaan selesai dalam waktu 10 menit, Dabin mengambil pewangi pakaian yang Kamden minta secepat kilat, tidak lupa membawakan paperbag coklat ukuran besar untuk wadah dua botol pewangi, hoodie, dan jaketnya Kamden.

"Makasih, ya. Ini ngebantu banget, hehehe."

Kamden mengelus kepalanya Dabin. "Sama-sama."

Katalk!

Suara notif yang sangat keras membuat Kamden terkejut. Kamden melihat siapa yang mengiriminya pesan, tidak mungkin itu keluarganya.

Unknown Number: Kamden, ini gue, Choi Seungyeon. 😊

Ah, sial. Kamden tidak akan membalasnya sampai kapanpun.

"Siapa?" tanya Dabin sambil sedikit mengintip.

"Mantan pacar aku waktu kelas 10."

Dabin merebut ponselnya Kamden, melihat chat yang dikirim membuatnya tertawa. "Emotnya nggak usah gitu ya, sampah!"

Jempol Dabin mengetik secepat kilat, tidak lupa menyimpan nomornya juga, lalu mengembalikan ponselnya ke Kamden. "Kalau dia chat balas aja, tapi kesannya nolak loh, ya! Kalau ada tanda-tanda mau deketin Kamden, langsung blokir! Kalau Kamden didatengin ke sekolah, biar aku sendiri yang labrak!"

Kamden meneguk ludahnya, Dabin seram sekali kalau ada perempuan yang mau mendekatinya.

"PARK DABIIIIIIIINNNNNNNNN!"

Kamden mengerutkan keningnya mendengar suara laki-laki, apakah itu Park Hanbin?

"APAAN?!" saut Dabin tak kalah ngegas.

"Biasahlah, titipan mamak gue. Nih, duitnya." Laki-laki bernama Lee Jeonghyeon itu menaruh uang di atas meja belajarnya Dabin.

"Yeeuu, dasar Lijeong, manggil heboh gue kira ada apa. Ambil sendiri sono, gue mau pacaran," usir Dabin, ketika Jeonghyeon sudah pergi mengambil barang yang dititipkan Mamanya, Dabin menggaruk tengkuknya. "Itu tetangga aku, trainee idol juga, satu agensi sama Hanbin."

Kamden mengangguk paham, tidak heran kalau itu trainee idol, wajahnya saja tampan, seperti wajahnya sendiri, hehehe.





[✔] Awkward (Na Kamden)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang