Happy Reading, Happy Enjoy!
≪•◦ ❈ ◦•≫
Sejak hari dimana abi mengatakan perihal pernikahan padaku, aku menjadi sosok pendiam secara mendadak karena pikiranku yang masih berusaha menolak kejadian hari itu.
Selama 23 tahun ini aku tidak pernah secara serius memikirkan perihal pernikahan karena umur yang menurutku masih belum cukup matang dan karena jiwa masa mudaku yang masih ingin merasa bebas. Meskipun aku sendiri sangat jarang main kesana-kemari selayaknya anak muda pada umumnya, tapi aku masih ingin menikmati kesendirianku ini.
Aku sempat berpikir bahwa abi melakukan ini karena masalah hutang piutang tapi ternyata salah. Ini murni karena mereka ingin mempererat tali persahabatan dan menjaga tali silaturahmi yang mereka ucapkan padaku. Dan yang membuatku heran, kenapa puteranya bu Fitri, mas Hilal tidak menolak sama sekali mengenai rencana pernikahan ini padahal aku sangat yakin bahwa mas Hilal belum pernah bertemu denganku, sepatuh itukah dia pada ibunya?
Tapi ini perkara jodoh, pernikahan. Menyatukan dua keluarga dalam satu ikatan sakral yang akan dijalani oleh dua insan dengan perbedaan gender dan pola pikiran. Pernikahan pun tidak terjadi satu dua hari saja, tapi selama hubungan itu tetap terjalin namanya pernikahan, membangun rumah tangga.
Satu atap dan saling terikat janji suci.
"Eehh??!" aku terkejut bukan main mendengar ucapan umik.
"Pernikahan Jihan? Jihan menikah dengan siapa mik?"
Senyum umik semakin melebar kemudian menjawab, "Menikah dengan nak Hilal."
"Hah?"
Lagi lagi rasa terkejutku bertambah, aku menikah dengan mas Hilal? Anak bu Fitri yang baru aku temui hari ini?
Aku menatap ketiga tamuku secara bergantian, kemudian menatap kedua orang tuaku.
"Kalian tidak sedang bercanda kan? Umik? Abi?"
Sungguh, ini benar-benar di luar nalar menurutku. Kenapa semuanya terasa tiba-tiba sekali? Aku baru pulang kerja loh ini. Aku melirik mas Hilal yang sejak tadi diam, dia hanya menunduk sambil mengulum senyumnya.
"Astaghfirullah hal adzim.." ucapku pelan seraya menundukkan kepala. Ya Allah apa itu tadi, kenapa jantungku berdebar?
"Nak Jihan tidak mau menikah dengan mas Hilal kah?" tanya bu Fitri, suara lembutnya membuatku merasa tidak enak untuk menghindar.
"Afwan bukan begitu bu Fitri, tapi perkara pernikahan bukan suatu hal yang sepele. Jadi Jihan perlu mempertimbangkannya dengan baik. Jihan juga belum mengenal mas Hilal dan keluarga bu Fitri dengan baik."
Meski rasa gugup menyerangku tapi aku harus bisa menguasai diriku sendiri.
"Bagaimana kalau ta'aruf?" suara baritone dari mas Hilal terdengar. Baru kali ini aku mendengarnya.
Aku terdiam sejenak. Ta'aruf, proses pengenalan yang dianjurkan Islam. Niat mereka baik, yakni meminangku. Mungkin tidak ada salahnya juga mencoba ta'aruf, nanti aku bisa shalat istikharah untuk memastikan dia baik untukku atau tidak. Dari tampangnya sih dia lelaki baik-baik, tapi aku harus tetap memastikannya lagi.
Aku mengangguk pelan, "Baiklah, kita coba ta'aruf dulu."
"Alhamdulillah." ucap semua orang, kecuali aku yang masih bergelut dengan pikiranku sendiri.
Plak!
"Aww!" aku mengusap lenganku yang ditabok mbak Yika.
Lamunanku tentang kejadian hari Jumat kemarin lenyap begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zauji Zaujati [On Going]
RandomBercerita tentang kehidupan seorang Jihan Azzahra yang menjadi perantau di daerah orang. Bekerja di suatu perusahaan garment sebagai staff bersama dengan teman-teman yang beraneka ragam sifat dan tingkahnya. Kejadian-kejadian membosankan, menyenangk...