MENITI PRAHARA DI PULAU ES

417 4 0
                                    

Sehari setelah meninggalkan Goa Mayat Es, pemuda berambut panjang riap-riapan yang sebagian dikuncir kebelakang ini memutuskan untuk menuju ke arah sebelah timur pulau Es. Sesuai perintah gurunya Ki Panaraan Jagad Biru, pemuda berpakaian kulit berbulu tebal berwarna putih ini harus mencari tahu keberadaan pedang warisan Istana Pulau Es yang raib sekitar dua puluh satu tahun yang lalu. Menurut sang guru pedang keramat yang sangat sakti itu bisa menjadi malapetaka bagi dunia persilatan bila berada di tangan manusia sesat ataupun pendekar berwatak jahat. Di samping itu dia juga punya tugas untuk mencari pembunuh keji yang telah melakukan pembantaian semua penghuni Istana Es. Dia tidak pernah tahu bagaimana dan siapa saja yang telah melakukan pembantaian ke Istana Es. Waktu itu bahkan dia baru saja terlahir ke dunia. Ayah bundanya tewas demikian juga dengan dua saudara laki-lakinya yang tak lain adalah pangeran Saka Giri dan Pangeran Saka Jagad.


Dua tugas yang diberikan oleh gurunya bukan tugas yang ringan. Namun pemuda yang oleh gurunya biasa di panggil Gendeng atau Raja ini juga harus berbakti pada orang tua dan menegakkan kebenaran.


Sayang menjelang senja perjalanan pemuda ini Ini tidak berlangsung mulus. Tiba-tiba saja hujan turun dengan lebat.


Ia terjebak, pandangan mata jadi terhalang oleh turunnya hujan yang menggila. Dalam cuaca yang tak menguntungkan udara dingin serasa membuat tubuhnya menjadi beku. Gendeng lalu berteduh di sebuah kedai yang terletak tak jauh dari sebuah hutan cemara.


Ketika menginjakkan kakinya di depan pintu kedai pemuda lugu berwajah tampan namun suka bertingkah seperti layaknya orang tolol dan gila ini julurkan kepala melongok ke dalam. Kedai itu dipenuhi oleh para pengunjung yang sedang menikmati hidangan dan minuman berbau aneh tapi harum.


Wajah pemuda ini berubah jadi cerah sumringah.


Ia tersenyum, perutnya berasa keroncongan setelah hidungnya mengendus aroma makanan lezat. Rasa lapar membuat pemuda ini segera mengambil tempat duduk berada di sudut kedai. Sekilas dia memperhatikan para tamu dikedai itu.


Kebanyakan tamu dalam kedai terdiri dari laki-laki berpakaian dan berpenampilan pengembara dari dunia persilatan. Tampang mereka ada yang angker namun ada pula yang memuakkan untuk dilihat. Tapi tidak semua pengunjung kedai makan itu semuanya laki-laki. Di sudut kedai pada bagian ujung sebelah kanan duduk seorang gadis berpakaian serba hijau bermantel bulu warna hitam berparas cantik. Rambutnya yang panjang digelung ke atas. Dia nampak sangat acuh, bahkan terkesan tidak perduli walau beberapa pasang mata pengunjung kedai sering kali menatap ke arahnya. Dan tatapan mata para lelaki itu menyiratkan niat terkutuk nafsu birahi.


Melihat pemandangan seperti ini, sambil senyum-senyum sendiri Gendeng berujar dalam hati, "Orang-orang gila. Pantang mellhat barang bagus, wajah cantik kulit licin. Melihat wanita cantik tenggorokannya naik turun seperti orang sakit bengek. Uhk, perduli apa. Aku mau makan." ujar Gendeng lalu melambaikan tangan pada bapak pemilik kedai. Pemilik Kedai adalah seoraog laki-laki tua berkepala botak licin berkumis tebal namun cuma di sebelah kiri. Kumis diatas bibir kanan tidak tumbuh entah lenyap kemana.


Bapak yang umurnya sekitar enam puluh tahun itu dengan sikap enggan segera datang menghampiri. Gendeng memperhatikan orang tua ini dan merasa sepertinya ada sesuatu yang tak berkenan dihati bapak pemilik kedai atas kehadirannya.


Diam-diam Gendeng melirik ke arah tamu-tamu di dalam kedai dengan ekor matanya. Bapak kedai itu ternyata lebih sering memperhatikan tamu yang duduk di depan meja di tengah ruangan. Tamu itu bertubuh tinggi berpakaian kuning membekal golok besar di punggung dan cambuk berduri. Wajahnya sangat angker. Ia dikelilingi oleh empat laki-laki lain yang adalah para pengikutnya.


Gendeng berpikir gerangan apa yang membuat si empunya kedai sepertinya jerih pada si tinggi dan teman- temannya?


"Huh buat apa aku berpusing otak memikirkan mereka. Aku sudah sangat lapar. Udara diluar terasa kejam." batin Gendeng lalu palingkan wajah dan kini menatap pada bapak apay.

01. PEDANG GILA - 313Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang