Si kakek manggut-manggut. Dia menghentikan tangisnya lalu cepat-cepat hapus sisa air matanya. Tak lama kemudian dia meletakkan busur dan bumbung bambu berisi anak panah. Selanjutnya tanpa berkata dia mengambil sebuah kendi berisi air hangat. Sambil meletakkan kendi di depan pemuda itu dia berkata.
"Ada cangkir tapi pantang kusediakan untuk tamu di saat aku berkabung seperti ini." "Ha ha ha. Kiranya temanmu ini begitu berarti. Siapa namanya?" tanya Gendeng sambil
menggosok-gosokkan tangan yang kanan dengan yang kiri. Tangan itu lalu dikepal. Si kakek memperhatikan diam-diam sambil menjawab pertanyaan orang.
"Dia sahabatku satu-satunya. Namanya Ki Omang Sakukurata." jelas si kakek membuat si Gendeng kerutkan keningnya.
"Nama aneh, mengingatkan aku pada nama orang dari tanah matahari terbit" kata si pemuda. Dia sendiri lalu membuka telapak tangannya yang terkepal. Bocah Ontang Anting belalakkan mata sekaligus keluarkan seruan kaget saat melihat ditelapak tangan si Gendeng entah dari mana datangnya tiba- tiba muncul dua buah cangkir terbuat dari batu putih licin yang indah.
"Hei, bagaimana kau bisa melakukannya? Kau....ah, aku yakin kau menguasai ilmu sihir?" desis si kakek .Gendeng tertawa namun terlihat acuh.
Isi kendi dituangkan ke dalam cangkir diserahkan pada si kakek cebol. Namun kakek itu ragu untuk menerimanya.
"Ambillah dan minum. Ini adalah minuman yang paling baik yang pernah ada di pulau Es ini." Dengan ragu kakek itu mengambil cangkir yang diberikan si Gondrong. Bocah Ontang Anting dekatkan mulut cangkir ke hidungnya. Dia makin tambah berani. Seingatnya tadi dia memberikan kendi berisi air hangat biasa pada pemuda gondrong itu. Lalu bagaimana dengan tiba-tibs saja air
biasa bisa berubah menjadi minuman lezat seperti yang terdapat di Istana Es?
"Kau telah merubah minuman ini? Bagaimana kau melakukannya?" kata si kakek makin tambah heran.
Lagi-lagi si pemuda bersikap acuh, dia menggeleng baru menjawab pertanyaan orang. " Biar gendeng-gendeng begini aku mempunyai selera dan cita rasa yang tinggi. Minuman ini memang dari sananya sudah enak. Mungkin saja kau salah mengambil. Tadinya berniat menyuguhkan air minum yang tidak enak tapi yang terambil malah yang paling enak." ujar Gendeng.
Dengan enteng dia meneguk minuman dalam cangkir itu. Setelah itu dia menyeka mulutnya. "Kau tak mau minum, kau takut aku meracuni minuman itu. Atau kau curiga aku menjadikan
kencing kuda sebagai minuman?" sindir pemuda itu membuat si kakek tersipu malu buru-buru teguk minuman dalam cangkir.
Melihat si kakek meneguk habis minumannya si gondrong pun tersenyum. Sementara Bocah Ontang Anting merasakan setelah meneguk minuman dalam cangkir perut dan dadanya menghangat, jantung berdetak lebih kencang sedangkan aliran darah menjadi lebih lancar. Namun kemudian dia terkejut sendiri. Dua tangan langsung didekapkan ke bawah perut begitu merasakan perubahan luar biasa pada bagian Anunya. Mata si kakek mendelik, lalu membentak Gendeng.
"Hei, minuman apa itu? Kenapa aku jadi begini?"
Gendeng pura-pura unjukkan wajah kaget. Padahal jelas- jelas tanpa dapat dilihat mata Gendeng baru saja mengerjai si kakek dengan mencampurkan ramuan sehat sejati dalam minuman kakek itu. Ramuan Itu tentunya tak dicampur dalam minumannya sendiri.
"Eeh, kau ini kenapa orang tua, Kita sama-sama minum kenapa sekarang kau malah marah-marah? Apa yang terjadi padamu?"
"Kurang ajar!" si kakek mendamprat.
"Kenapa Ituku jadi kaku seperti kayu begini? Padahal." Bocah Ontang Anting tak meneruskan ucapannya. Justru wajahnya bersemu merah.
Sambil tergelak-gelak Gendeng justru yang meneruskan ucapan si kakek
"Padahal sebelumnya pusaka keramatmu mengalami kelumpuhan total seumur-umur bukan. Perkutut tidak bisa berbunyi, sepanjang tahun tidur terus tak pernah terjaga. Sekarang perkutut sudah terjaga, kenapa kau malah marah. Kenapa bukannya berterima kasih. Ha ha ha!"
Si kakek menggeram, sambil menunjuk pada si Gendeng dia berteriak,
"Pemuda kurang ajar, pemuda gendeng.Bukannya cuma gendeng tapi gila keblinger. Belum lama kita bertemu tapi sudah dua kalli kau mengerjaiku." kata si kakek gugup.
Melihat ini tawa si pemuda makin menjadi.
Tapi kemudian dia hentikan tawanya. Dengan mimik bersungguh-sungguh dia berucap,
"Sudahlah kek. Jangan marah-marah terus. Kau pasti mengakui yang kukatakan memang benar." "Benar apa maksudmu?" damprat si kakek sambil mendelik.
"Ah jangan berpura-pura. Kau sebenarnya lebih tahu perkututmu itu sudah lama tak bisa bernyanyi. Nah aku sudah dapat membuatnya berkicau. Semua ini berkat ramuan mujarab Badak Kedaton Babat Segala. Kau Juga tak usah gelisah. Dengan keadaan yang seperti itu kau bisa mencari jodoh."
"Dasar gendeng gelo.... aku tak mau seperti ini." protes si kakek.
"Aku bilang biarkan saja. Nanti juga dia bakal tidur sendiri." jelas pemuda itu. "Tapi berapa lama?" tanya si kakek was-was.
Si pemuda berdiri, namun mulut dimonyong-monyongkan pura-pura menghitung. Lalu seperti bocah yang mendapat mainan bagus dengan wajah sumringah dia menjawab,
"Ya...paling juga tiga purnama dari sekarang. Tiga purnama berarti selama sembilan puluh hari lebih melek terus tidak pernah tidur. Makanya kusarankan kau cepat-cepat mencari jodoh. Dari pada kedinginan kau bisa repot. Carilah perempuan yang sepadan."
"Kalau tak dapat juga kambing betina juga tak menjadi soal yang penting kan masih ada nafasnya. Ha ha hal" Bocah Ontang Anting menjadi berang. Diam-diam dia salurkan tenaga saktinya ke kaki. Hawa sakti yang mengalir deras ke kaki kemudian dia alirkan ke lantai pondok dan diarahkan pada Gendeng.
Pemuda bernama Raja namun lebih akrab dengan panggilan Gendeng tiba-tiba terperangah.
Mulut yang tertawa kehilangan suara, hanya terpentang membuka. Sedangkan perutnya terasa mulas tak karuan. Tak tertahankan lagi karena sesuatu yang mendesak ke bawah. Segalanya jadi tak terbendung. Gendeng ini kemudian keluarkan suara kentut bertalu- talu. Si kakek yang hampir bisa mengendalikan keanehan di bawah perutnya menjadi tak dapat menahan tawa.
"Kau rasakan pembalasanku. Memangnya cuma kau saja yang bisa mengerjai orang. Ha ha ha!"
Si pemuda tak menghiraukan. Dia berusaha menguasai diri dan melenyapkan pengaruh serangan diam-diam yang dilakukan oleh Bocah Ontang Anting. Setelah melejang-lejang seperti cacing terpanggang, pemuda ini pun akhirnya dapat melenyapkan segenap pengaruh serangan dan duduk kembali di tempatnya seolah tidak terjadi apa-apa.
Sebaliknya kegegeran kini dialami oleh si kakek cebol .Tiba-tiba saja dia keluarkan suara mau muntah. Lubang hidung ditekab dan untuk yang kesekian kalinya mata yang belok itu mendelik melotot.
Bersikap seolah tidak tahu apa yang terjadi. Malah dia pura-pura bertanya,
"Hei ada apa lagi? Sudah tua jangan bercanda terus, aku masih ada urusan." tukas pemuda itu. "Huh, huek. Apa penciumanmu sudah mati. Ini bau apa? Baunya seperti telur busuk campur
kemenyan." gerutu si kakek sambil mengusapi tenggorokannya. Sementara lidah terjulur-julur, namun muntahan dari dalam perut tak kunjung keluar.

KAMU SEDANG MEMBACA
01. PEDANG GILA - 313
HumorCerita ini diambil dari Serial Silat Sang Maha Sakti Karya Rahmat Affandi. Dengan tokoh Protagonis Raja Gendeng 313 yang dikenal dengan Pendekar Pedang Gila.