Si kakek merasa muak untuk berteriak. Dia tak mau menghamburkan nafas dengan percuma. Sambil menggerutu dengan mulut terpeletat-peletot si cebol mengambil anak panah lalu memasang dibusurnya.
Sengaja yang dia ambil anak panah berwarna hitam. Anak panah warna hitam kegunaannya untuk memburu lawan bersembunyi.
Selain anak panah warna hitam dalam bumbung terdapat anak panah dengan warna putih, merah dan hijau. Anak panah berwarna putih bila sampai mengenal lawan akan membuat wanita jatuh cinta, bila lawannya laki-laki akan berbalik menjadi takluk sedangkan anak panah merah kegunaannya untuk merontokkan kekuatan lawan yang memiliki ilmu kebal sementara anak panah Warna hijau dapat membuat lawan tercerai berai. Busur kini di rentang, anak panah pada busur siap dilepas. Tapi sebelum panah hitam melesat si kakek memberi bisikan pada panahnya.
"Temukan siapapun bangsatnya yang telah membunuh sahabatku Elang Mata Juling. Begitu kau dapatkan seret dia kemari, mengerti!" kata si kakek.
Seolah mempunyai nyawa, telinga, pikiran dan hati. Anak panah ini bergoyang-goyang ke atas dan ke bawah tiga kali berturut-turut .Panah pun kemudian dilepas.
Anak panah menderu, melesat berputar-putar lalu melabrak kemana saja tak tentu arah. Sampai kemudian anak panah lenyap tak terdengar suara apa-apa lagi. Si kekek cebol menunggu. Tak lama kemudian terdengar suara deru lagi. Anak panah hitam datang layaknya seekor burung terbang lalu hinggap di tangan si kakek.
"Mana hasilnya?" tukas sl kakek dengan mulut melongo.
Dia memperhatikan mata anak panah. Bocah Ontang Anting menggerutu ketika melihat diujung mata anak panah tertembus seekor lintah seukuran jari telunjuk.
"Cuma lintah, jadi benar dugaanku bahwa yang membunuh Elang Mata Juling adalah betina terkutuk Ratu Lintah? Heh.... panah pemburu. Mengapa hanya lintahnya yang kau bawa kemari. Mengapa tidak betina itu yang kau tembus bokongnya lalu seret kemari?" damprat si kakek merasa tak puas sambil merengut. Lintah di mata panah dia renggut hingga terlepas.
Si kakek baru hendak memberi perintah lagi. Namun tiba-tiba saja dari balik gundukan batu tinggi meledak tawa mengikik. Si kakek urungkan niat batalkan keinginan.
Anak panah segera disimpan didalam bumbung penyimpanan. Dia memutar tubuh balikkan badan menghadap ke arah tawa yang terdengar.
Suara tawa tak berlangsung lama. Sekejab setelah tawa menggeledek lenyap dari balik batu melesat satu sosok tubuh berkelebat dengan kecepatan luar biasa. Dan tahu-tahu di depan Bocah Ontang Anting berdiri tegak seorang wanita bertubuh agak bungkuk berusia sekitar empat puluh tahun. Wanita Itu berpakaian hitam, rambutnya yang panjang digelung ke atas seperti sarang tawon. Namun sebagaimana keadaan tubuhnya yang lain. Rambutnya itu yang tak kelihatan dipenuhi kawanan lintah hitam dengan ukuran yang besar.
Lintah-lintah itu menggeliat bangkit, menjulur kian kemari begitu mengendus keberadaan si kakek.
Bocah Ontang Anting memandang melotot ke arah perempuan itu. Yang ditatap justru malah tertawa. Puluhan lintah yang bergelayutan di pipi dan sekujur wajah tampak bergoyang goyang, gondal gandil menjijikan. Setelah menatap wajah berlintah yang tak sedap dipandang itu, kakek cebol ajukan pertanyaan.
"Sering mendengar gelar busukmu, tapi aku tak pernah bertemu denganmu. Apa benar bahwa kau adalah orangnya yang bergelar Ratu Lintah?" Mendengar pernyataan kakek berwajah bocah lugu perempuan itu tersenyum sambil menanggapi pertanyaan orang.
"Kalau sudah tahu mengapa bertanya? Kenapa pula kau tidak segera bersujud di depan ratumu ini?
Hik hik hik...!"
Kakek cebol leletkan lidah sekaligus meludah tiga kali.
Dia ingat dengan sahabatnya Elang Mata Juling yang telah menjadi mayat. Ini yang membuatnya tak dapat manahan keinginan untuk mendamprat
"Perempuan busuk. Kau cuma ratu gila kesasar yang tak perlu dihormati. Tapi kalau kau tetap memaksa agar aku bersimpuh dikakimu, harap kau mencium bokongku. Setelah itu ambil tali dan bunuh diri!"
Sepasang mata wanita ini mendelik besar. Dia sangat marah mendengar cibiran si kakek yang dianggapnya tak memandang nama besarnya. Perempuan ini lalu melangkah maju. Sebaliknya Bocah Ontang Anting malah melangkah mundur.
"Kakek sialan bertampang bocah. Nampaknya kau harus mendengar dari mulut manisku sendiri.
Bahwa kedatanganku ini ingin mendapatkan sebuah penjelasan darimu jika kau menolaknya maka nasibmu tak bakal berbeda dengan yang dialami Elang Mata Juling!" ancam Ratu Lintah dingin.
Si kakek tersenyum, dia menatap ke arah bibir Ratu Lintah sekilas kemudian dalam hati dia berujar!
"Uh dasar bibir dower seperti sarang lebah mau jatuh begitu dia bilang mulut manis. Bagaimana kalau bibirnya menawan? Tentu dia akan memuji bibirnya sangat indah." Hati berkata begitu, namun si kakek kemudian berkata,
"Kau mau membunuhku aku tidak perduli. Mengapa tak segera kau lakukan?" Ratu Lintah tersenyum.
Cepat-cepat dia berkata.
"Aku belum mau membunuhmu Bocah Ontang Anting. Setidaknya saat ini belum," ujar perempuan itu dengan seringai bengis.
"Dari mana dia bisa tahu julukanku? Padahal baru kali ini aku bertemu dengannya." membatin si kakek heran. Sementara itu Ratu Lintah segera menyambung ucapannya,
" seperti yang kukatakan aku punya keperluan juga punya hajat denganmu."
"Heh, kau punya hajat atau punya hasrat denganku? Sayang aku tak berminat untuk melayani hajatmu. Kusarankan lebih baik kau membuang hajat di tempat lain saja. Kalnu bisa yang jauhan biar tidak bau..." kata si kakek mengejek. Ratu Lintah tahu si kakek bukan cuma konyol, tap bicaranya juga ngelantur, ngawur penuh canda. Dan Ratu Lintah bukan orang yang suka bercanda, apalagi mengingat sekerang dia mempunyai kepentingan yang tak dapat ditunda.
Ratu Lintah menggerung, wajahnya yang angker digelayuti lintah terlihat semakin bertambah angker. Dia lalu membentak,
"Tua bangka cebol. Aku datang kemari untuk mengajukan satu dua pertanyaan padamu?" "Puah. Kau hendak bertanya apa setelah membunuh Elang Mata Juling?" bentak si kakek tak kalah sengitnya.
Melihat Bocah Ontang Anting mulai terpancing kemarahannya, Ratu Lintah pun tertawa tergelak-gelak. Dengan suara angker dia menyela,
"Aku terpaksa membunuh sahabatmu karena dia tak mau menunjukkan tempat tinggalmu. Tidak hanya itu. Aku juga membunuh bapak kedai karena dia tak mau menaruh racun dalam makanan seorang pemuda." terang perempuan itu .Bocah Ontang Anting berubah sikap, dia berpura-pura tunjukkan wajah kaget dan tampang ketakutan.
Melihat ini Ratu Lintah merasa ancamannya telah berhasil membuat jerih si kakek itu. Dan dia merasa sekarang telah berada diatas angin.
Kakek cebol tidak menghiraukan ucapan Ratu Lintah yang berniat meracuni seorang pemuda melalui bapak permilik kedai. Ratu Lintah sudah pernah melihat adanya gelagat kemunculan orang-orang tak dikenal yang mencari pedang pusaka kerajaan Es lalu berkata,
"Kakek berwajah bocah, aku tak suka bicara banyak. Terus terang kedatanganku kemari adalah ingin bertanya padamu tentang sesuatu yang sangat penting."
Bocah Ontang Anting keluarkan suara mendengus.
"Kudengar kau mengucapkan kata yang sama berulang kali.Sebelum aku muak melihat tampangmu lekas katakan apa yang ingin kau tanyakan?!" seru si kakek.Ratu Lintah tersenyum, namun dia cepat berkata,
"Yang kudengar. Kau adalah satu-satunya orang luar kerajaan yang menjalin persahabatan rahasia dengan almarhum gusti prabu Sangga Langit. Aku yakin kau pasti bakal menyangkalnya. Kemudian kau akan mengaku bahwa kau tak punya hubungan apa apa dengan prabu."

KAMU SEDANG MEMBACA
01. PEDANG GILA - 313
MizahCerita ini diambil dari Serial Silat Sang Maha Sakti Karya Rahmat Affandi. Dengan tokoh Protagonis Raja Gendeng 313 yang dikenal dengan Pendekar Pedang Gila.