"Pedang Gila bukan pusaka sembarangan. Bila jatuh di tangan manusia sesat bisa menimbulkan malapetaka. Aku tak tahu mengenai pedang yang kau maksudkan. Lagi pula seandainya aku tahu dimana pedang itu, mustahil rasanya aku memberitahukannya padamu. Ha ha ha" Golok Terbang merasa dipermainkan. Membuat laki-laki itu sangat murka. Apalagi bila mengingat Empat Macan Haus Darah yang menjadi kaki tangannya telah kena diperdaya. Tak mengherankan bila Golok Terbang tak kuasa menahan kemarahannya.
Dia melangkah satu tindak ke depan. Dengan suara menggerung laksana raungan mahluk kegelapan yang terluka dia berseru,
"Pemuda Gendeng dan gila. Ketahuilah, sejak menjejakan kaki di pulau ini telah banyak nyawa melayang sia-sia di tanganku. Sekarang tampaknya aku juga harus memenggal kepalamu dan mencabut nyawamu! ha. !"
"Tunggu!" kata Gendeng sambil angkat tangannya hingga orang terpaksa mengurungkan serangan.
Menyangka pemuda itu akan memberikan keterangan yang dibutuhkan, laki-laki itu dengan tidak sabar segera ajukan pertanyaan.
"Apa yang ingin kau katakan? Apa kau sudah berubah pikiran ingin memberitahu keberadaan senjata yang kucari?"
Gendeng unjukkan wajah serius, tapi mulutnya tetap monyong. Setelah menggerutu dia lalu menjawab. Jawaban yang tak lebih dari omelan layaknya orang tua yang memarahi anaknya.
"Kalau merasa tak punya hubungan kerabat dengan Istana Es, bila tak ada pertalian darah. Mengapa mau bersusah payah menyiksa badan menyeberangi laut sejauh ini. Kau telah banyak membunuh, malah mengaku telah memenggal banyak kepala." ujar si pemuda lalu terdiam sejenak menunggu. Tapi setelah itu Golok Terbang cuma berdiri diam tak berkata apa apa, Gendeng pun melanjutkan.
"Tadi kudengar kau juga hendak membunuhku. Kupikir-pikir dari pada membunuh diriku yang sudah tidak berbapak dan beribu, bukankah lebih baik kau membunuh dirimu sendiri?"
Golok Terbang Cambuk Geni melengak kaget, tak menyangka jawaban pemuda itu jauh diluar keinginannya. Dia menjadi geram, kemudian tanpa banyak cakap laki-laki itu melompat ke arah Gendeng lalu kirimkan satu tendangan menggeledek dibarengi jotosan bertenaga dalam tinggi yang dapat membuat remuk batok kepala.
Dua serangan datang disertai suara deru mengerikan mengandung hawa panas luar biasa. Membuat gumpalan- gumpalan es di depan kedai dan yang menempel di daun pepohonan langsung leleh luruh menjadi cairan dingin.
Gendeng menunggu, dia tak bergeming seolah sudah pasrah menerima tendangan dan pukulan orang.
Sementara itu ketika menyaksikan apa yang dilakukan Golok Terbang dan melihat sikap si gondrong yang terlihat pasrah, gadis di dalam kedai yang siap meninggalkan tempat itu untuk melanjutkan perjalanannya jadi terkesiap.
"Golok Terbang nampaknya ingin menghabisi si gondrong yang berpenampilan seperti orang gendeng itu. Tapi kenapa Gendeng seperti tidak berbuat apa-apa. Apakah aku harus menolong pemuda jelek itu? Jika pemuda itu kutolong Golok Terbang pasti tak dapat menerima tindakanku. Dia pasti akan memusuhiku juga. Padahal aku sedang melakukan sebuah tugas. Tapi.."
Gadis berpakaian serba hijau bermantel hitam tidak lanjutkan ucapannya begitu melihat kejadian diluar dugaan siapapun. Si gondrong tiba-tiba lakukan gerakan aneh. Hanya dalam sekedipan mata dia telah berpindah tempat dan tahu-tahu telah berada di belakang Golok Terbang.
Dua serangan Golok Terbang Cambuk Geni luput.
Jotosan laki-laki itu mengenal tiang penyangga atap kedai. Sedangkan tendangan mautnya cuma menghantam angin.
Tiang penyangga hancur berkeping-keping mengeluarkan suara berderak. Atapnya runtuh nyaris menimpa Golok Terbang. Tapi dia luput karena segera melompat menghindari runtuhnya atap.
Baru saja Golok Terbang jejakan kaki di tempat yang aman, tiba-tiba dia merasakan sambaran angin dingin disampingnya. Secepatnya dia miringkan tubuh sekaligus hantamkan sikunya kesamping dalam gerakan menangkis sekaligus melakukan serangan balik.
Duk!
Golok Terbang merasakan sikunya membentur tubuh lawan. Tapi dia kemudian menjerit. Tangan dikibaskan dan kepala digoyang goyang dengan keras.
Apa sebenarnya yang terjadi?
Ternyata ketika si Gendeng menyerang dari bagian Samping bersama runtuhnya atap depan kedai, pukulan yang diarahkan kebagian dada ternyata berhasil ditangkis siku lawannya. Tapi karena Gendeng mengerahkan tenaga dalam yang disertai pengerahan ilmu Karang Es, karuan saja benturan itu membuat lawan merasa sikunya seperti dihantam palu besi.
Celakanya lagi, walau benturan itu sempat membuat Gendeng terguncang, namun tangannya yang jahil masih sempat menyentil telinga lawan dan mengemplang kepala Golok Terbang tiga kali berturut-turut. Daun telinga menjadi merah dan panas, sedangkan kepala yang dikemplang serasa mau meledak.
Golok Terbang terhuyung sambil menyumpah serapah. Seumur hidup mengembara di rimba persilatan belum permah dia merasa dipermainkan dan dikerjai orang seperti itu. Apalagi orang yang mempermainkannya masih sangat muda dan tidak dikenal. Tapi dia juga sadar, pemuda sinting itu jelas miliki tenaga dalam sangat tinggi serta ilmu meringankan tubuh luar biasa dan mempunyai kecepatan gerak selincah rajawali.
Golok Terbang mulai berpikir, dia harus mengerahkan semua kepandaian yang dimilikinya jika tidak ingin konyol dipermainkan pemuda itu. Tidak mengherankan setelah dapat menguasai diri Golok Terbang Cambuk Geni langsung meloloskan golok besarnya yang berwarna putih mengkilap yang selalu tergantung di punggungnya. Sambil menggenggam gagang golok erat-erat, dengan mata mendelik besar dan pipi menggembung dia menghardik,
"Pemuda Gendeng? Tak ada waktu bagiku untuk bermain-main denganmu. Menyesal sekali aku harus membunuhmu!"
Gendeng mengusap punggung hidungnya dengan tangan kiri, dengan mulut dimonyongkan ke depan dia menjawab,
"Kau cuma tukang golok dan penggembala yang membawa pecut. Beraninya kau menentang seorang raja, walaupun aku ini cuma Raja Gendeng! Karena tindakanmu yang berani melawanku, sekarang sudah sepantasnya kau mendapat hukuman. Ha ha ha!"
Rasa jengkel, geram marah bercampur aduk menjadi satu membuat Golok Terbang menjadi gelap mata. Tanpa ampun golok diayunkannya ke arah lawan. Cahaya putih berkiblat membelah udara menjelang malam yang tambah dingin. Suara deru mengerikan menyertai gerakan golok yang siap mencabik tubuh Gendeng. Gendeng tahu bahwa lawan mengerahkan tenaga saktinya dalam serangan itu.
Pemuda ini segera mengerahkan tenaga dalamnya ke kaki dan tangan. Lalu sebelum mata golok
itu menyambar putus tubuhnya. Dengan menggunakan jurus Tarian Sang Rajawali warisan gurunya Ki Panaraan Jagad Biru yang juga dikenal dengan julukan Manusia Setengah Dewa, pemuda ini berkelit.
Wus!
Serangan golok luput. Gendeng terlihat melambung tinggi meliuk-liuk begitu rupa seperti seekor rajawali yang menari-nari di udara. Melihat lawan lolos, Golok Terbang menggerung. Mulutnya bergerak-gerak. Mantra sakti selesai dibaca. Golok di tangan bergetar, lalu melesat lepas dari genggaman pemiliknya dan melabrak Gendeng dengan kecepatan dahsyat mengerikan.
Gendeng sejenak terkesima. Sekarang dia tahu mengapa laki-laki itu mempunyai julukan Golok Terbang. Ternyata lawan benar-benar mempunyai golok yang dapat terbang dan menyerang dengan dashyat.
"Senjata licik dalam pengaruh mantra keji. Aku harus menghantam jatuh golok itu kalau tak ingin mati konyol menjadi serpihan daging tak berbentuk." gumam Gendeng dalam hati.
Diam-diam sambil terus menghindari sambaran- sambaran golok yang datang bertubi-tubi.
Gendeng menggabungkan dua tangannya. Tak berselang lama dua tangan si pemuda berubah memutih laksana perak menyala. Tangan itu juga mengepulkan asap dingin berwarna putih menyilaukan.
"Pukulan Topan Es. Heaa...!" teriak sang pendekar menyebut ilmu pukulan yang dilepaskannya. Segulung cahaya berkiblat, menderu bergulung-gulung seperti gunung es yang runtuh ke jurang.
Seketika keadaan di sekitarnya yang dingin menjadi tambah dingin berlipat ganda.
Golok Terbang menjerit begitu menyadari pukulan itu tidak hanya menghantam senjatanya hingga terpental, tapi juga menyambar tubuhnya hingga tergontai.
Tak ada kesempatan untuk mengambil golok yang terpental jauh. Golok Terbang dalam kaget sekaligus marah segera menghantam ke arah cahaya dingin yang melabrak tubuhnya. Pukulan andalan yang dikenal dengan nama Genderang Larva Semeru ini memang berhasil membuyarkan serangan cahaya putih dingin membeku namun Golok Terbang yang belum sempat mengerahkan seluruh kekuatan yang dia miliki ini tak dapat melakukan tindakan lebih jauh.
Selagi tangan kirinya berusaha meraih senjata andalan satunya lagi yang tergantung di pinggang. Dan sebelum Cambuk Geni dapat dipergunakan untuk menyerang.
Sambil terkekeh Gendeng tahu-tahu telah berada didepannya. Dengan kecepatan seperti rajawali yang menyerang musuhnya Gendeng menghantam pusar Golok Terbang
Tuing!
Terdengar suara aneh ketika telapak tangan menepuk keras perut di bagian pusarnya. Si tinggi besar menggeram, dia menggerakkan tangan ke depan dengan niat mencengkeram.
Tapi Golok Terbang ini jadi kaget sendiri ketika tangan dan kakinya sudah tak dapat digerakkan.
Pemuda itu telah menotoknya dengan cara yang sangat aneh.
Gendeng tergelak-gelak.
Golok Terbang hanya bisa menyumpah serapah. Tapi segala makiannya kemudian juga ikut lenyap saat dia merasakan perutnya mendadak jadi mulas sakit panas luar biasa. Disamping itu Golok Terbang juga kini jadi ingin buang hajat besar, kentut dan pipis.
Dalam keadaan kaku tertotok mana mungkin dia bisa membuang hajatnya. Dengan tubuh berkeringat menahan segala rasa yang campur aduk Golok Terbang berusaha agar tidak sampai buang hajat di celana. Tapi yang terjadi dia malah tak kuasa menahan kencingnya. Air kencing terpancar tersendat-sendat membasahi celana bagian depan. Melihat ini Gendeng tambah terkekeh.
"Orang tua jorok dan konyol. Sudah tua bangka masih juga kencing di celana. Ha ha ha."
Merasa dipermalukan dengan cara sangat luar biasa Golok Terbang hanya bisa mendelik, pipi menggembung sedangkan wajah tampak merah karena menahan marah.
"Pemuda gila keparat! Aku akan mengingat kejadian hari ini sampai suatu saat tiba hari pembalasan dariku. Aku akan mempesiangi tubuhmu, mengikis setiap lembar daging di tulang belulangmu!" geram si Golok Terbang penuh dendam dan benci
"Hust!" Gendeng menyela dengan suara lirih. Jemari telunjuk ditempelkan di mulut Golok Terbang. "Jangan berisik. Dan jangan pula berpikir soal pembalasan. Aku masih ada urusan. Aku mau tau siapa yang telah berbuat jahil memberiku makan cacing dan kepala tikus busuk. Selain itu aku juga ingin berkenalan dan berbincang dengan gadis cantik di dalam kedai.Siapa tahu peruntunganku kali ini bagus. Hehe hehe." Selesai dengan ucapannya. Pemuda gondrong ini lalu balikkan langkah kemudian berjalan menuju kedai dengan sikap acuh.
Perginya pemuda sakti luar biasa berprilaku seperti orang gendeng ini Golok Terbang berusaha membebaskan totokan aneh di pusarnya. Tapi walau dia telah mengerahkan tenaga saktinya, totokan tak bisa di punah kan. Sebaliknya perutnya tambah mulas panas laksana terbakar. Laki-laki ini menatap ke arah anak buahnya.
Salah seorang anak buah yang ditotok di bagian punggung masih menggaruk-garuk tubuhnya hingga berdarah. Sedangkan yang tertotok di bagian syaraf tawanya malah pingsan karena kehabisan nafas akibat tertawa terus. Dua lagi yang pakaiannya dibuat rontok jadi serpihan malah tegak mematung tak bergerak-gerak lagi sambil mendekap bagian bawah perutnya.Jelas kedua orang yang kehilangan pakaian pingsan bahkan mungkin mati karena kedinginan.
Golok Terbang memanggil mereka. Tak satupun yang menjawab.
"Bangsat sialan Mengapa hari ini peruntungan nasibku jadi buruk seperti Ini?" geram si Golok Terbang hampir putus apa. Sementara di dalam kedai Gendeng mendapati suasana yang sunyi.
Ruangan kedai kosong. Bahkan gadis baju hijau tak terlihat lagi.
"Aku tahu gadis itu melihatku ketika aku terlibat perkelahian dengan Golok Terbang dan anak buahnya. Sekarang dia pergi kemana? Aku yakin dia bukan gadis biasa .Kemunculannya punya tujuan tertentu"
Dia berpikir sejenak Lalu ingat dengan bapak pemilik kedai.
Gendeng lalu melangkah kebagian dapur. Dia melihat pintu belakang yang terbuka, langkahnya jadi terhenti saat melihat ada sesosok tubuh tergeletak tak jauh di depan tungku perapian. Sosok tubuh itu dalam keadaan menelungkup. Gendeng membungkuk, julurkan tangan dan membalikkan tubuh orang.
Dia tercengang ketika mengetahui sosok yang terbujur kaku itu adalah bapak pemilik kedai. Dan telah tewas dengan leher berlubang. Anehnya ketika Gendeng melakukan pemeriksaan dia melihat mahluk-mahluk hitam berupa lintah besar menyelimuti semua luka yang terdapat di tubuh orang tua malang itu.
Kening Gendeng berkerut. Dia menyibak rambutnya yang menutupi wajah lalu menghapus muka yang berkeringat.
"Siapa yang membunuhnya? Mengapa dia dibunuh? Apakah mungkin perbuatannya menghidangkan makanan yang tak pantas padaku itu suruhan seseorang? Siapa orang itu dan mengapa pula membunuhnya?" kata Gendeng sambil terus berpikir dan berpikir. Namun tak ada petunjuk apalagi jawaban seperti yang dia inginkan.
Setelah terdiam cukup lama akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan kedai itu dari pintu belakang.
****
Gadis berpakaian hijau sama sekali tak menduga Kehadirannya di kedai makan di tepi rimba kaki bukit Kali Pening itu bakal mendapatkan petunjuk baru. Adapun petunjuk itu berupa munculnya Golok Terbang Cambuk Geni dari tanah seberang laut selatan. Dia pun menjadi tahu bahwa kehadirannya semata-mata ingin mencari jejak pedang pusaka Istana Es yang lenyap dua puluh tahun lalu. Senjata sakti mandraguna Pedang Gila itu adalah raja dari semua senjata pedang di dunia persilatan.
Hilangnya senjata itu bersamaan dengan penyerbuan sekaligus pembantaian yang dilakukan oleh Maha Iblis Dari Timur .Menghilangnya Pedang Gila hingga kini masih menjadi tanda tanya bagi tokoh-tokoh sakti penghuni pulau Es dan juga tokoh-tokoh dari seberang pulau .Kenyataannya pedang yang hilang itu menjadi incaran banyak orang merupakan sesuatu hal yang terjadi diluar dugaan.
Hal lain yang mengganggu pikiran dara cantik itu adalah kehadiran pemuda gondrong tampan.
Pemuda berpenampilan sederhana bertingkah dan berlagak seperti orang tak waras itu juga ternyata bukan pemuda sembarangan. Dia yang semula dianggap gila, lemah dan tak punya kepandaian apa-apa. Diluar dugaan ternyata dapat mempecundangi Golok Terbang dan empat kerabatnya. Padahal sepak terjang Golok Terbang selama beberapa hari di pulau Es telah membuat geger penghuni pulau.
"Apa yang ku saksikan dan semua perkembangan terbaru yang kutemukan di luar sana harus segera ku kabarkan pada guru Hyang Kelam. Sayang... tadi aku terlalu terburu-buru meninggalkan kedai. Padahal seharusnya aku menyaksikan perkelahian pemuda Gendeng yang mengaku bernama Raja dengan Golok Terbang sampai akhir." gumam sang dara menyesal. Saat itu dia berjalan dibawah kerimbunan pohon yang memutih diselimuti es.
"Golok Terbang yang terus ku ikuti selama dua hari ini sebetulnya bukan manusia sembarangan. Dia bahkan telah membunuh beberapa tokoh penting di pulau ini. Diantaranya adalah Suma Barata saksi kunci satu-satunya kerabat istana yang lolos dari penyerbuan maut itu. Tak pernah kusangka orang sehebat Golok Terbang masih kena dipecundangi pemuda aneh berpakaian putih itu? Pemuda itu kelihatannya seperti orang gendeng. Aku... aku rasanya..." Dara berpakaian hijau ini tak menyelesaikan ucapan. Wajahnya merona merah, senyum terkembang namun dalam keraguan.
Entah apa yang dipikirkannya. Mungkin dia tertarik dengan si gondrong yang baru pertama kali dilihatnya. Bahkan dia sempat mengkhawatirkan keselamatan Gendeng ketika terlibat perkelahian dengan Golok Terbang. Ini dia rasakan aneh mengingat tak pernah mengenal pemuda itu dan tak punya hubungan apa-apa.
Si gadis menggelengkan kepala lalu menarik topi mantelnya lebih ke depan hingga wajahnya terlindung dari guyuran air hujan yang turun. Di satu tempat terbuka gadis ini menghentikan langkah. Dia mengangkat wajah, mendongakkan kepala menatap langit.
Langit kelam berselaput kegelapan. Tak terlihat bulan apalagi bintang. Namun dia menyadari saat itu malam bertambah larut .Udara tambah dingin menggigit.Walau sudah terbiasa menghadapi cuaca buruk di pulau Es, tak urung gadis ini menggigil. Perjalanan sudah tidak jauh lagi. Sementara di kejauhan lolongan anjing penghuni sudut gelap pulau Es terdengar bersahut-sahutan.
Si gadis yang terbiasa membaca tanda-tanda alam segera tahu bahwa lolongan anjing yang didengarnya adalah pertanda alamat yang tak baik. Tapi dia tak perlu takut karena sejak kecil dia memang tinggal menetap di pulau itu. Dengan menggunakan ilmu lari cepat yang telah mencapai taraf sempurna si gadis berkelebat melewati pedataran es yang sangat luas. Tak berselang lama sampailah gadis ini disebuah jurang.
Dia Julurkan kepala menatap ke dalam jurang dipenuhi bebatuan menonjol. Si gadis bersuit tiga kali. Bukit-bukit es serta jurang tempat gadis ini berdiri mendadak lenyap. Terdengar suara bergemuruh. Kabut dan asap putih dingin luar biasa muncul memenuhi tempat itu.
Tidak lama setelah kepulan asap dan gemuruh lenyap.
Gadis berpakaian serba hijau tahu-tahu telah berada dalam sebuah ruangan luas penerangan redup yang sejuk.
Adapun ruangan tempat si gadis sekarang berada adalah ruangan rahasia tersembunyi. Tempat itu menjadi kediaman gurunya selama ratusan tahun. Tempat itu tidak cuma tersembunyi namun juga dilindungi semacam tabir gaib dan sebuah kekuatan sihir hebat.
Setelah menjejakkan kaki dilantai ruangan batu merah, gadis ini segera jatuhkan diri berlutut menghadap ke arah kursi dimana di atas kursi itu tak terlihat siapapun dan tampak kosong.
"Guru... murid datang menghadap. Semoga guru berkenan menemui muridmu ini?" kata si gadis dengan kepala menunduk dan dua tangan dirangkaikan di depan dada.
Sunyi.
Tak terdengar jawaban. Si gadis menunggu sampai kemudian terdengar suara berterbangan butiran-butiran pasir. Butiran pasir menuju ke arah kursi berkumpul dan berputar-putar di atas kursi itu kemudian butiran-butiran pasir menggumpal membentuk satu sosok tubuh seperti patung.
Si gadis sama sekali tak terkejut, wajahnya tidak mengesankan takut. Mungkin karena dia sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu. Sampai kemudian timbunan pasir di atas kursi merah itu membentuk sosok yang sempurna. Dari langit-langit ruangan yang terbuat dari lapisan batu merah muncul kilatan cahaya menyambar onggokan pasir di kursi.
Kilatan cahaya menyebar ke seluruh penjuru onggokan pasir mulai dari timbunan berupa kepala hingga ke bagian kaki. Cahaya putih kemerahan lenyap. Di atas kursi sekonyong- konyong duduk sesosok tubuh dalam rupa seorang kakek tua renta bertubuh kurus kering macam jelangkung. Kakek itu mengenakan celana sebatas lutut. Di sebelah atas selempang benda pipih mirip akar. Yang aneh jari tangan maupun jari kaki kakek berwajah hitam ini ditumbuhi kuku panjang bercabang-cabang mirip dengan akar-akaran merambat. Dilihat secara keseluruhan dia tidak tampak sebagaimana seharusnya ujud manusia. Kakek ini penampilannya sebagian mirip mahluk aneh juga mirip dengan pohon hitam dengan akar-akar menjuntai. Muncul di atas kursi kebesaran dengan caranya yang ganjil. Orang tua ini diam sejenak. Hanya matanya yang cekung seakan amblas terbenam dalam rongganya yang besar menatap sekilas pada sang dara.
Si gadis menunduk dan merasakan betapa tatap mata kakek itu serasa menembus dada hingga ke jantung dan melongok rahasia apa yang tersimpan dalam hatinya.
Walau sadar orang di atas kursi adalah gurunya, namun sang dara tahu benar siapa guru yang dihadapinya. Orang didepannya adalah guru yang amat kejam, tak mengenal aturan tata krama dan suka berbuat nista walau terhadap murid sendiri. Si gadis tak akan pernah lupa gurunya yang kejam juga pernah menistakan dua saudara seperguruannya yang lain lalu membunuhnya hanya karena kesalahan yang kecil.
Hanya karena sikap patuh dan selalu waspada yang membuat si gadis masih mendapatkan kepercayaan hingga hari ini.
"Untari... ternyata kau sudah kembali?" berkata si kakek angker. Suaranya yang serak seperti orang tenggelam memecah kesunyian. Si gadis yang ternyata bernama Untari mengangkat kepala, memandang pada gurunya yang tak sedap dipandang mata.
"Guru! Saya memang telah kembali. Murid kembali untuk menyampaikan kabar bahwa telah datang beberapa orang dari luar pulau Es ini. Kedatangan mereka membawa keinginan sama seperti keinginan kita." Kemudian dengan gamblang dia juga menceritakan tentang munculnya seorang tokoh muda bernama Raja dan dijuluki Gendeng. Penjelasan muridnya tentang pemuda gendeng itu tenyata lebih menarik perhatian si kakek yang bernama Hyang Kelam. Daripada tentang kehadiran Golok Terbang Cambuk Geni dan sepak terjangnya.
Malah sejenak kemudian seusai muridnya memberi penjelasan, kakek angker ajukan pertanyaan, "Muridku Untari.Berapa kira-kira usia pemuda gendeng yang kau temui itu?"
Sang murid cepat membungkuk sambil berujar.
"Saya hanya melihatnya di kedai belum sempat menemui belum sempat bicara. Tapi menurut hemat saya umurnya sekitar dua puluh satu atau mungkin lebih sedikit."
Entah mengapa setelah mendengar jawaban muridnya.
Hyang Kelam tiba-tiba terlihat resah. Seumur hidup dalam didikan Hyang Kelam belum pernah Untari melihat gurunya resah.
Setelah melepas mantel hitamnya, gadis cantik inipun jadi tak dapat menahan diri untuk bertanya,
"Guru. Apakah murid salah berucap hingga membuatmu gelisah seperti ini?" Si kakek gelengkan kepala. Dia lalu tersenyum. Walau tersenyum namun wajahnya tetap terlihat angker.
Hyang Kelam menghela nafas. Tarikan nafasnya mengeluarkan suara deru bergemuruh. Dia lalu berkata,
"Penyelidikanmu tentang raibnya pedang belum mencapai harapan yang kita Inginkan. Dua ratus tahun umurku kini. Aku mengenal dengan jelas siapa saja yang masih bertahan hidup di pulau ini.Misteri jejak pedang belum terungkap. Pedang Itu jatuh ditangan siapa kita tidak tahu. Nanti aku ingin membicarakan tentang kehadiran pemuda aneh yang kau lihat di kedai. Sekarang aku ingin tahu apakah kau pernah mendengar nama Ratu Lintah disebut-sebut orang di luaran sana?" tanya si kakek.
KAMU SEDANG MEMBACA
01. PEDANG GILA - 313
ЮморCerita ini diambil dari Serial Silat Sang Maha Sakti Karya Rahmat Affandi. Dengan tokoh Protagonis Raja Gendeng 313 yang dikenal dengan Pendekar Pedang Gila.