"Nama itu jarang kudengar. Justru nama Kupu Kupu Putih atau yang lebih dikenal dengan julukan Penyihir Racun Utara yang kerap dibicarakan orang, Menurut kabar yang berhasil saya serap kemungkinan besar Penyihir Racun Utara mengetahui hal raibnya Pedang Gila Pusaka istana Es." terang si gadis. Mendengar Itu si kakek tertawa tergelak-gelak. Setelah mengumbar gelak tawa melengking hingga membuat langit-langit ruangan seperti mau runtuh, kakek ini hentikan tawa, seraya berujar, "Penyihir Racun Utara? Perempuan jahanam genit Itu ternyata masih hidup? Tak kusangka umurnya panjang." geram si kakek. Untari diam terpaku. Dia melihat kemarahan di wajah Hyang Kelam. Gerangan apa yang disembunyikan oleh kakek itu. Apakah menyangkut masa lalu hidupnya. Terdorong rasa Ingin tahu Untari lalu ajukan pertanyaan, " Guru apakah kau mengenal perempuan satu Itu?" Hyang Kelam anggukkan kepala. Matanya yang amblas ke dalam tengkoraknya mencorong tajam. Sambil anggukkan kepala dia menjawab, "Aku tidak begitu mengenal siapa kunyuk betina bergelar Ratu Lintah.Tapi aku pernah mengenal perempuan keparat berjuluk Penyihir Racun Utara." jelas si jerangkong hitam. Dia lalu melanjutkan ucapan tanpa menjelaskan pernah punya hubungan apa dengan perempuan yang baru disebutnya. "Muridku.. Ketahuilah yang melakukan penyerbuan ke istana Es dua puluh satu tahun lalu adalah seorang tokoh sesat luar biasa bergelar Maha Iblis Dari Timur. Dia seorang tokoh misterius. Malah sampai hari ini tak seorangpun yang pernah mellhat bagaimana rupanya Iblis itu. Dia yang juga bergelar Maha Sesat Dari Timur tidak menjalin hubungan sahabat dengan satu orang pun tokoh yang tinggal di pulau ini. Aku juga tidak yakin Maha Iblis Dari Timur melakukan penyerangan ke istana Es seorang diri. Pasti ada yang membantu mungkin pasukan yang dibawanya dari neraka. Mengingat prabu Sangga Langit penguasa Istana Es adalah manusia sakti dan mempunyai perajurit tangguh. Mustahil semuanya tewas terbantai dalam satu malam. Maha Iblis Dari Timur jelas menggunakan kekuatan lain. Tapi Siapa?" "Guru. Guru adalah salah seorang mahluk paling sakti dan ahli nujum pula. Dengan menggunakan kekuatan sihir Pelacak Jejak apakah guru tak dapat mencari tahu siapa yang telah menjadi sekutu Maha iblis Dari Timur yang merontokkan kekuasaan prabu Sangga Langit?" Si kakek menyeringai. "Siapa yang membantu dan kekuatan apa yang dipergunakan Maha Iblis Dari Timur saat ini tak penting untuk dibicarakan muridku. Yang jelas pagi harinya ketika aku sampai di Istana Es. Aku tidak menemukan para penyerang. Aku cuma mendapati lautan darah dan mayat-mayat bergelimpangan." ujar si kakek. Kemudian dengan mata menerawang seolah mengenang kejadian puluhan tahun yang silam Hyang Kelam melanjutkan ceritanya, "Dalam hatimu kurasa kau bertanya mengapa aku muncul ke istana itu? Sebenarnya kedatanganku ke istana Es ingin menanyakan keberadaan seorang nenek aneh dari dasar laut pantai selatan pada gusti prabu. Mengingat aku tahu gusti prabu punya hubungan baik dengan nenek bernama Nini Balang Kudu. Yang kudengar si nenek sering muncul ke istana saat kandungan permaisuri Purnama Sari semakin tua." "Bukankah prabu Sangga Langit mempunyai dua putera?" tanya Untari. Si kakek mengangguk. "Ya. Puteranya pangeran Sakagiri berusia enam belas dan pangeran Saka Jagat berusia empat belas waktu itu.Permaisuri mengandung putera ketiga dengan jarak terpaut jauh dengan dua putranya yang lain," terang si kakek "Mengapa kau ingin menemui nenek aneh Nini Balang Kudu?" Mendapat pertanyaan seperti itu si kakek melengak dan terlihat gelisah. Sebagai seorang guru walau mempunyai sifat kejam dan berwatak keji, namun dia tak ingin berbohong pada muridnya. Tapi dia juga tak berniat berterus terang karena apa yang dia rahasiakan menyangkut urusan pribadi. Karena itu Hyang Kelam kemudian berkata, "Apa pun urusanku dengan nenek penghuni dasar laut selatan itu tak perlu kuceritakan padamu. Yang jelas seperti pernah kuceritakan padamu ketika aku sampai di Istana Es semua penghuninya telah tewas. Dua pangeran putera Prabu Sangga Langit menemui ajal di taman kaputeraan, Patih Selo Kaliangan tewas di Balairung istana. Prabu Sangga Langit terkapar tak jauh dari singgasana kebesarannya. Sedangkan permaisuri Purnama Sari sekarat dengan luka dileher dan dada.Luka itu menganga. Darah membasahi tempat peraduan. Kecil kemungkinan bagi permaisuri untuk bisa selamat. Aku berusaha untuk menolong, tapi tak bisa. Permaisuri benar-benar tewas.Namun aku meninggalkannya ketika aku mendengar suara gaduh mencurigakan datang dari halaman belakang istana. Aku melakukan pemeriksaan. Ketika aku sampai di halaman belakang, aku mendapati seorang perwira terkapar dengan lukanya yang mengerikan. Luka itu seperti luka gigitan suatu mahluk buas, Dia juga seperti ingin menyampaikan sesuatu.Tapi suranya tidak jelas. Karena tak mungkin ditolong dan kasihan melihat penderitaannya dengan terpaksa aku mempercepat kematiannya..." terang si kakek. Semua penjelasan itu membuat Untari terdiam. Tapi dia juga ternyata masih penasaran dengan nasib yang dialami oleh keluarga kerajaan. Terdorong rasa ingin tahu, Untari bertanya lagi, " Guru... aku ingin tahu bagaimana halnya dengan permaisuri. Kalau benar permaisuri tewas tentunya anak dalam kandungannya ikut terbawa mati?" Si kakek manggut-manggut. Matanya yang cekung menjorok amblas ke dalam rongga menatap Untari dengan sorot yang sulit diduga. Hyang Kelam menghela nafas sambil dongakan kepala lalu berucap, "Permaisuri saat itu hamil besar. Menurut perkiraan sekitar sembilan bulan kurang. Seorang bayi dalam kandungan bila ibunya tewas maka dia pun ikut mati.Saat itu dari halaman belakang aku kembali ke ruang peraduan permaisuri. Aku terkejut. Permasuri yang kuketahui telah menghembuskan nafasnya ternyata raib. Aku yakin ada seseorang yang datang lalu membawanya pergi. Penasaran aku melakukan pengejaran. Permaisuri tak kutemukan. Aku tak tahu hendak diapakan permaisuri yang telah meninggal. Aku juga tak tahu siapa yang membawanya pergi." "Kemudian apa yang terjadi? Apakah guru bertemu dengan orang-orang yang melakukan penyerbuan ke istana Es?" tanya Untari. Si kakek menggeleng. "Aku yakin yang menyerbu istana Es kemungkinan satu atau dua orang saja. Dua orang ini dibantu oleh kekuatan gaib yang sangat kuat. Aku tak pernah menemukan mereka. Di dinding dekat kursi singgasana raja kutemukan sebuah petunjuk aneh berupa tulisan darah. Tulisan itu menyebutkan nama sang pembantai." "Apakah saat itu guru tidak segera mencari senjata pusaka milik kerajaan?" tanya sang dara sambil menatap gurunya. Hyang Kelam tersenyum aneh "Melihat kekejian yang berlangsung saat itu tak terpikirkan olehku untuk mengambil pedang. Belakangan baru terpikir, jika dapat menguasai pusaka milik kerajaan aku bisa menjadi seorang raja atau setidaknya menjadi penguasa tunggal di dunia persilatan. Aku sendiri telah kembali ke istana Es begitu usiamu menginjak tujuh tahun. Seluruh penjuru istana sampai tempat rahasia telah kuteliti. Tapi pedang Gila telah raib." "Apakah mungkin senjata jatuh ke tangan Maha Iblis Dari Timur?" tanya Untari. "Aku tak tahu. Kalau benar engkau harus mencari tokoh paling sesat satu ini. Tapi mengingat kehebatannya yang luar biasa kemungkinan aku akan ikut ambil bagian dalam pencarian kali ini." tegas si kakek.
Diam-diam Untari terkejut.
Dia berpikir bila gurunya ikut serta maka sang dara merasa tidak akan leluasa bergerak. Dia tak bisa main-main, Untari Juga tak mungkin dapat mencari tahu tentang pemuda Gendeng yang menarik perhatiannya itu.
Tak terduga seakan mengetahui apa yang dipikirkan muridnya si kakek tiba-tiba berujar.
"Aku akan membiarkanmu berjalan sendiri, namun aku akan mengawasi mu. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan." terang si kakek dengan mimik aneh menyembunyikan muslihat. Untari menganggukkan kepala, namun dia tidak memberikan tanggapan apa-apa. Melihat itu Hyang Kelam melanjutkan,
"Aku harus menjaga, walau tak harus bersamamu." Si kakek terdiam lagi. Kini dia teringat dengan pemuda aneh yang diceritakan muridnya. Untari telah mengatakan pemuda itu usianya sekitar dua puluh satu tahun.
Mengingat kejadian yang menimpa Istana Es dan permaisuri Purnama Sari yang tewas terbunuh pada saat mengandung.
kakek ini jadi khawatir. Seandainya bayi yang dikandung permaisuri saat itu berhasil diselamatkan oleh seseorang tentu usianya kini sekitar dua puluh satu tahun. Si kakek menjadi resah. Keresahan yang dapat dirasakan oleh muridnya.
Untari pun lalu berujar,
"Guru kalau memang ingin mengawasi saya. Murid tidak berkeberatan. Adapun sikap diam saya jangan guru salah artikan."
Hyang Kelam menggeleng.
Disertai senyum buruk dia menjawab,
"Bukan itu muridku. Saat ini aku teringat dengan pemuda gendeng yang kau lihat di kedai. Aku ingin kepastian apakah pemuda itu berkata tentang asal usulnya?"
Untari terdiam, matanya berbinar dan terlihat lebih bersemangat. Melihat ini diam-diam Hyang Kelam berujar dalam hati.
" Untari, dunia luar rupanya telah merubah cara pandang mu terhadap laki-laki. Agaknya kau tertarik pada lawan jenis. Tapi kau harus ingat jiwa dan ragamu hanya pantas kau persembahkan padaku. Kau tak boleh jatuh cinta pada laki-laki manapun, jika aturanku kau langgar. Maka hidupmu kelak akan menuai malapetaka." Untari memang tak tau apa yang gurunya katakan dalam hatinya, tapi kemudian dia menjawab pertanyaan sang guru.
"Pemuda Gendeng itu tak menyebut asal usulnya.Namun dia mengatakan namanya Raja. Cuma Raja, tidak ada nama lain dibelakang nama itu. Mungkin.dia raja Gendeng guru! mengingat tingkah laku dan tabiatnya mirip orang gendeng.
Si kakek manggut-manggut. Dia lalu menggumam,
"Kita nampaknya harus bersikap waspada. Aku khawatir dia adalah orang yang dikandung permaisuri Purnama Sari dua puluh satu tahun yang lalu."
"Akh!"
Untari melangkah kaget. Dia menatap gurunya dengan heran.
"Bukankah guru mengatakan permaisuri tewas terbunuh saat sedang mengandung tua," kata Untari tak mengerti. Senyum dingin si kakek semakin sinis Dengan suara parau seperti tercekik dia menukas,
"Jangan pernah lupa. Aku juga sudah mengatakan padamu mayat permaisuri lenyap dari bilik peraduannya. Seseorang telah mengambilnya dan pasti punya rencana untuk menyelamatkan bayi dalam kandungan permaisuri malang itu."
"Apakah bisa?"
"Tentu saja bisa walau kemungkinannya sangat kecil." terang si kakek. Dengan lebih berapi-api Hyang Kelam melanjutkan ucapannya lagi.
"Siapapun pemuda gendeng itu aku tidak perduli. Dia muncul begitu saja dan bila kehadirannya ingin mengambil Pedang Gila maka aku harus menyingkirkannya." tegas si kakek.
Untari menyambut,
"Walaupun orang itu pewaris istana Es yang sah?!" "Ya." jawab Hyang Kelam ketus.
"Keinginanku untuk mengambil Pedang Gila sudah bulat, Dengan pedang itu aku bisa menjadi penguasa sejagat. Dan kau harus mendukungku," terang si kakek dengan suara meninggi. Melihat gurunya mulai terbakar amarah Untari tak mau mengambil resiko mencari bahaya.
Dia cepat mengangguk disusul ucapan memberi dukungan.
"Sebagai murid yang berbakti saya akan bersamamu guru. Sekarang sudah saatnya bagi saya untuk kembali melanjutkan tugas."
Si kakek merasa lega.
Kini suaranya kembali melunak,
"Kalau kau pergi. Pergilah ke Puncak Terang.Mungkin di sana kau akan mendapatkan sesuatu yang lebih berarti. Menurut penglihatan ku melalui kekuatan nujum rasanya aku melihat Maha Iblis Dari Timur pada waktu tertentu suka muncul di sana. Aku tak tau apa yang dia lakukan, mungkin ada sesuatu yang disembunyikan di tempat itu."
Penjelasan si kakek membuat Untari kerucutkan keningnya. Gadis cantik ini pun cepat berujar, "Guru, bukankah kau mengaku belum pernah melihat atau bertemu muka dengannya.Bagaimana guru bisa mengatakan yang sering muncul di Puncak Terang adalah Maha Iblis Dari Timur?" tanya Untari.
"Hem, memang aku tak pernah bertemu dengannya. Tapi pada terawangan pertama yang kulakukan di istana Es aku melihat ciri-ciri orang berpenampilan dan berpakaian sama seperti yang kulihat di Puncak Terang. Itu merupakan sebuah bukti bahwa pembantai keluarga istana Es masih berada di pulau Es. Bila dia berada di pulau Es, artinya Pedang Gila juga berada di tangannya."
"Tapi kita masih belum tau apakah senjata itu benar- benar ada padanya atau justru berada di tangan orang lain?" kata Untari.
"Ya. Untuk membuktikannya kita harus menyelidik dan kalau perlu menangkap Maha Iblis Dari Timur," tegas si kakek.
Untari mengangguk setuju. Dia kemudian berpamitan pada gurunya. Setelah menjura hormat Untari memejamkan matanya. Sesaat setelah mata terpejam tiba-tiba terdengar suara bergemuruh. Suara gemuruh disertai hembusan angin dingin luar biasa. Untari merasakan tubuhnya terangkat naik lalu..
Sang dara cantik merasa bokongnya kini menyentuh sesuatu yang sangat dingin luar biasa.
Ketika dia membuka matanya kembali tenyata sekarang dia telah berada di atas pedataran es yang luas tak jauh dari bibir dinding tempat pertama kali dia menjejakkan kaki.
Si gadis tahu apa yang harus dia lakukan. Di Dataran es yang luas Untari mempunyai tempat peristirahatan sementara. Sambil menunggu datangnya pagi tanpa banyak pikir dia melesat ke arah tempat peristirahatannya itu.
*****
Di dalam pondok buruk tersembunyi dibalik rerimbunan daun pohon yang lebat, kakek berumur sembilan puluh tahun bertubuh kerdil cebol ini sedang asyik menikmati sarapan paginya. Saat itu kakek berkepala botak sudah duduk ditepi perapian sambil menghangatkan badan. Kakek cebol di dunia persilatan khususnya di wilayah pulau Es dikenal dengan julukan Bocah Ontang Anting. Bocah tunggal tak berkerabat dan bersaudara ini memang jarang sekali menampakkan diri di kehidupan ramai. Hampir sepanjang waktu dia lebih suka menyendiri, mengasingkan hidup di tempat pertapaan atau berdiam di dalam pondok buruknya sambil membaca Kitab Sapa Brata. Kitab itu adalah kitab langka yang didalamnya mengajarkan kebenaran dan jalan lurus hingga orang bisa mencapai tempat kekal bernama Omang atau Surga.
Dulu sekitar belasan tahun yang lalu Bocah Ontang Anting memang lebih banyak bergaul dan membaur dengan kehidupan orang banyak. Tetapi sejak Istana Es runtuh kakek botak bertampang layaknya seorang bocah Ini lebih banyak mengasingkan diri di Lembah Tapa Rasa yaitu lembah tempat dimana pondoknya berdiri sekarang ini.
Bocah Ontang Anting sesungguhnya termasuk manusia aneh. Bila lagi banyak pikiran dia bisa diam membisu selama berhari-hari. Tapi bila pikirannya sedang senang dia juga bisa menghabiskan waktu tertawa selama berhari-hari demikian juga ketika sedang dilanda sedih, dia bakal mengucurkan air mata sepanjang hari. Setiap kali menangis, tangisnya tak pernah terdengar. Hanya air matanya saja berderai-derai mengalir laksana curah hujan gerimis. Anehnya air mata itu sengaja dia tampung untuk diminum kembali. Si kakek percaya air mata kesedihan dapat mengingatkan manusia untuk lebih mawas diri hingga tidak lupa daratan dan eling bahwa hidup itu intinya adalah penderitaan dan perjuangan panjang.
Tak banyak yang tahu bahwa sesungguhnya Bocah Ontang Anting ini sebenarnya punya hubungan Istimewa namun rahasia dengan prabu Sangga Langit. Sejak dulu hingga sekarang rahasia hubungan sahabat itu tak pernah diketahui orang lain.
Makanya tidaklah mengherankan ketika mendengar kabar istana Pulau Es diserbu orang dan prabu Sangga Langit bersama seluruh kerabat istana menemui ajal dengan mengenaskan si kakek pun secara diam-diam datang kesana.
Hatinya jadi terguncang begitu mengetahui Istana Es banjir darah. Mayat-mayat bergelimpangan hingga tak satupun penghuninya yang tersisa. Dia tak mungkin menguburkan jenazah sebanyak itu dan juga takut kehadirannya diketahui oleh penyerbu istana itu.
Ketika dia kembali ke Lembah Tapa Rasa, si Bocah Ontang Anting menangis histeris selama empat puluh hari empat puluh malam. Tangisnya itu menggugah para penghuni langit, hingga suatu malam Bocah Ontang Anting menerima sebuah petunjuk berupa wangsit yang memberi gambaran kejadian di masa depan. Juga bagaimana nasib penerus Istana. Atas dasar wangsit yang diterima.Bocah Ontang Anting pun menyimpan rapat-rapat rahasia kepercayaan yang diberikan oleh gusti prabu Sangga Langit ketika mereka bertemu dua hari sebelum Istana Es diserbu.
Kini kakek cebol bertampang bocah telah menyelesaikan sarapannya. Orang tua ini kemudian mematikan tungku perapian lalu duduk menyender pada tiang tengah penyangga pondok sambil mengusap perutnya yang bundar penuh lemak.
SI bocah menguap lebar, dia menggerutu karena rasa kantuk selalu menyerang setiap kali dia usai makan. Dia gelengkan kepala, mulutnya yang cuma dihiasi beberapa helai kumis selayaknya ikan lele bergerak-gerak.
Kemudian dari bibirnya terlontar ucapan bercampur keluhan,
"Menunggu dan terus menunggu. Itu yang dapat aku lakukan setiap hari hingga bertahun-tahun. Yang ditunggu tak kunjung datang. Yang selalu muncul Justru para setan yang tak pernah diharapkan. Aku ini cuma bocah tua yang tolol. Yang namanya mulut tergantung pada suasana hati. Dia tak mau datang ataukah petunjuk wangsit yang kuterima palsu adanya?"
Bocah tua memperbaiki posisi duduknya yang miring.
Akibat terlalu kekenyangan membuat mata orang tua ini tak bisa diajak bermufakat. Dia mengantuk berat.
Perlahan mata yang belo itu terpejam. Tapi belum sempat tidur si kakek diusik mimpi. Tiba-tiba kepalanya yang sulah itu terasa dingin. Seperti ada cairan yang merembes masuk ke dalam pondok menembus atap ijuk berlapis kulit. Si kakek membuka matanya. Dia mengusap kepala yang terkena tetesan cairan. Ketika tangan diusapkan ke kepala Bocah Ontang Anting ini terkesiap terkesima.
Cairan yang menetes membasahi kepala bukanlah air. Cairan itu berwarna merah dan menebar bau amis. Si kakek bangkit. Kepala mendongak keatas, mata menatap ke langit-langit. Dia melihat memang ada cairan merah berupa darah merembes di atapnya.
Bocah Ontang Anting menundukkan kepala, perlahan dia menatap ke arah pintu yang terbuat dari jalinan tulang ikan paus itu. Pintu tertutup rapat, sejak tadi pondoknya juga tidak bergoyang.
Seandainya ada orang yang hadir di pondok atau bertengger di atas atap tentu Bocah Ontang Anting dapat merasakan kehadirannya.
Belum sempat kakek ini berpikir banyak. Tiba-tiba terdengar suara menggerus disertai suara aneh bergesekan seperti sebuah benda jatuh di depan pondoknya.
"Siapa diluar ?!" tanya Bocah Ontang Anting. Tak menunggu jawaban dia menghambur ke arah pintu. Cekatan sekali jemari tangannya yang mungil membuka pintu pondok.
Pintu terbuka, si kakek bertampang layaknya bocah ini menghambur. Dia jejakkan kaki di tanah dan tampak terkejut ketika melihat sosok tubuh kurus kering berupa seorang laki- laki berpakaian kuning cokelat. Laki-laki itu tak lain adalah sahabatnya Sitir Langi atau yang lebih dikenal dengan julukan Elang Mata Juling.
Melihat sahabat satu-satunya terkapar tanpa nyawa, si kakek segera ingat dengan tetesan darah yang merambas di atas pondoknya. Dia menduga siapapun pembunuhnya kemungkinan masih bertengger di atas atap.
Tanpa bicara diam-diam dia alirkan tenaga sakti ke tangan kini. Siap melepaskan pukulan maut.
Lalu si kakek lambungkan tubuhnya ke udara. Setelah berjumpalitan di udara beberapa kali dis jejakkan kakinya di atas atap pondok.
Jelalatan mata orang tua ini memperhatikan sekelilingnya. Di atas atap tidak terlihat siapa pun, terkecuali genangan darah. Tak ada petunjuk tak terlihat jejak kaki yang ditinggalkan di atas atap yang berlapis es tebal itu.
Si kakek menggeram.
Kemudian dia melesat turun dengan cara menggulingkan tubuhnya. Setelah berada di bawah dia duduk bersila. Lalu menangis sambil meratap.
"Oalah, ternyata buruk nian nasibmu Elang Mata Juling sahabatku. Apa yang terjadi? Kau habis dari mana saja hingga menemui ajal begini rupa?" sedu kakek layaknya anak kecil yang kehilangan orang tuanya. Tangis si kakek tak berlangsung lama. Sejenak lamanya dia sudah dapat menguasai diri. Setelah menyeka air mata yang menggenang dimatanya dia segera memperhatikan Sitir Langi dari kepala hingga ke kaki. Si kakek tidak puas. Kemudian dia membuka pakaian sebelah atas sahabatnya. Ketika pakaian dibuka dari dada tersingkap Bocah Ontang Anting melihat sebuah luka ber pa lubang menganga. Sementara yang membuat alisnya berkerut disekitar luka terdapat beberapa ekor mahluk menjijikkan berwarna hitam kecoklatan dengan tubuh menggembung kekenyangan.
Mahluk-mahluk itu segera disingkirkan lalu diremasnya hingga hancur. Darah segar muncrat kemana-mana membasahi jemari. Dengan mata nyalang dia menggeram.
"Lintah-lintah jahanam. Mahluk terkutuk tak berbeda seperti majikannya. Dimana kau Ratu Lintah keparat." teriak Bocah Ontang Anting dengan suara lantang.
Sambil menabahkan hati menyadarkan diri, dia memindahkan mayat Elang Mata Juling ke dalam pondoknya.
Setelah mayat sahabatnya dipindahkan ke tempat yang dianggapnya cukup layak lalu kakek ini keluar lagi. Sebelum keluar dia tidak lupa menyambar busur sekaligus anak panah.
Senjata panah adalah pusaka yang menjadi andalannya. Dan panah keramat yang dimiliki Bocah Ontang Anting bukan panah sembarangan melainkan panah sakti bernama Panah Asmara Gama.
Kelebihan panah itu dapat mengejar lawan kemanapun lawan bersembunyi.
Kini si kakek telah berada dihalaman pondoknya. Sambil menenteng busur keramat yang panjang kedodoran dan bumbung anak panah di punggungnya kakek ini kembali layangkan pandang. Tidak terlihat tanda-tanda keberadaan sang pembunuh. Dia diam. Dalam diamnya Bocah Ontang Anting yakin pembunuh itu pastilah masih berada disekitar pondoknya. Mungkin dia bersembunyi sambil mentertawakan kemarahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
01. PEDANG GILA - 313
HumorCerita ini diambil dari Serial Silat Sang Maha Sakti Karya Rahmat Affandi. Dengan tokoh Protagonis Raja Gendeng 313 yang dikenal dengan Pendekar Pedang Gila.