Pagi ini udara cukup cerah. Motor yang ditumpangi Arai melaju pelan menuju parkiran sekolah. Terlihat di sana, Aira turun dari motor Saka. Cuaca seketika berubah menjadi mendung. Awan putih berganti warna gelap pekat, tapi Arai Casava harus tetap seperti matahari yang selalu bersinar kuat meski diterpa badai hebat. Ia terpaku di atas motornya memperhatikan Saka yang tengah melepas helm dari kepala Aira.
"Maaf, Ra. Sini aku bantu," pinta Saka kepada Aira yang terlihat kesulitan melepaskan helm dari kepalanya. "Ok. Sudah, Ra."
"Aku ke kelas, ya, Kak." kata Aira sambil membalikkan badan namun berhasil dicegah oleh Saka yang sigap menggenggam pergelangan tangannya.
"Sebentar, Ra. Aku temenin!" buru-buru ia meletakkan helm di motornya.
"Gak usah, Kak. Kakak sudah antar aku ke sekolah aja aku berterima kasih banget." tolak Aira secara halus.
"Aku yang harusnya terima kasih sama kamu, Ra."
"Nggak Kak, aku yang terima kasih."
"Ya udah sekarang kita masuk, sebentar lagi bel kayaknya."
Mereka lalu meninggalkan parkiran. Berjalan di koridor sekolah melewati beberapa siswa yang tengah berbincang. Arai berjalan di belakang sambil terus memperhatikan mereka dan menjaga langkahnya agar tak terbaca oleh Aira. Beberapa langkah kemudian, sampailah Saka dan Aira di depan pintu kelas. Arai pun lantas menghetikan laju kakinya. Mencuri dengar.
"Sudah sampai." kata Saka.
"Maaf, ya, Kak ngerepotin." jawab Aira.
"Aku senang direpotin sama kamu. Ya udah aku kelas ya, Ra." Saka pamit untuk ke kelasnya yang berada di lantai dua.
Sebelum Aira membalas kata-kata Saka. Pandangannya tiba-tiba membawanya kepada wajah laki-laki yang sedari tadi mengikutinya, tak jauh dari tempat mereka berdiri, terlihat Arai di sana dan tentu saja laki-laki itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Ra?" ucap Saka membangunkan pandangan Aira dari wajah Arai yang membuatnya lelap.
"Iya, Kak." Aira kembali menangkap wajahnya Saka yang jaraknya lebih dekat dari sebelumnya.
"Aku ke kelas, ya."
"Iya, Kak. Makasih sekali lagi."
Saka membalas dengan senyuman lalu berlalu meninggalkan Aira. Ternyata di sisi lain juga terlihat Intan yang tengah memperhatikannya, mungkin ia sudah mengawasinya sejak tadi.
"Pagi, Ra." peluk Sisi tiba-tiba dari belakang ketika Aira hendak masuk ke dalam kelas.
"Pagi, Si" balas Aira. "Masuk, yuk."
Arai pun melanjutkan langkahnya. Masuk ke dalam kelas. Di tempatnya, Aira melihat wajah Arai yang begitu dingin lebih dari biasanya dengan tatapan teramat tajam. Diyo berangkat lebih dulu. Setelah sampai di tempat duduknya, Arai melepaskan tas gendongnya lalu meletakkannya di bangku, disangga oleh punggungnya.
"Pagi-pagi mukanya udah ditekuk, kenapa lo?" tanya Diyo yang tengah menyalin PR Matematika dari buku milik Beno.
"Sini, gue pinjem." Arai merebut buku itu.
Bel masuk berbunyi. Tak lama seorang guru masuk dan pelajaran pun dimulai. Tapi Arai belum selesai menyalin jawaban PR Matematikanya.
"Arai."
"Iya, Bu."
"Silakan maju kerjakan PR nomor 1."
"Tapi, Bu."
"Kamu gak kerjain tugas yang Ibu berikan."
"Kerjain kok, Bu."
"Ya sudah maju kalau gitu. Jangan bawa buku. Nanti Ibu yang bacakan soalnya, kamu tinggal tulis saja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan di Senja Hari
Teen FictionKisah remaja perempuan bernama Aira Senja yang mengidap Leukimia dan laki-laki bernama Arai Casava, anak Broken Home.