ketiga

174 11 0
                                    

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Airin pamit pulang duluan pada rekan-rekannya. Badannya sudah lengket dan kalau diingat-ingat rambutnya sudah beberapa Minggu ini tak dicuci.

Bukannya jorok tapi dia tak ada waktu untuk mencuci rambutnya.

Airin menunggu Gokar yang sudah ia pesan terlebih dahulu di aplikasi di depan rumah sakit. Kalau kalian bertanya kemana mobilnya. Maka jawabannya adalah adiknya meminjam mobilnya untuk berpacaran.

Ah, sudah tidak punya modal tapi kenapa banyak sekali orang yang menyukainya. Airin jadi penasaran apa yang orang suka dari adik tidak bermodalnya itu.

"Dokter Airin?" Panggil seseorang yang suaranya sangat Airin kenal.

"Pak Jefri? baru mau pulang pak?" tanya Airin basa basi. Sebenarnya pertanyaannya agak aneh tapi ya sudahlah.

"Iyaaa dok" jawab singkat Jefry. " Dokter nunggu jemputan?" tanya Jefri membalas basa basi dari dokter Airin

"Iya nih, gokarnya lama" keluh Airin dengan senyum diwajahnya.

Sempat salting sebentar karena senyuman dokter Airin, Jefry dengan cepat mempertahankan wajah coolnya.

"Mau pulang bareng? kebetulan saya bawa mobil" tawar Jefry, biarlah pak Samsul sopirnya pulang pake ojol. Demi bosnya bisa berduaan sama dokter Airin dulu.

Airin tak tega menolak. "Emang anak-anak dirumah ngga nungguin pak? takutnya kalau ngantar saya lama" dalam hati Airin berdoa semoga pertanyaannya tidak menyinggung.

Jefry mengukir senyum. " Mereka juga sudah bukan anak kecil" kekehnya menunjukan dimple di pipinya. Part favorit Airin dari senyum pak Jefri.

"Tapi saya udah pesan gokar pak, gimana tuh?"

"Ah urusan gokar biar pak Samsul yang urus"

"Bapak bawa sopir?"

"Iya, tapi katanya ada urusan sebentar jadi saya duluan deh," alasan macam itu. Namun Airin hanya mangut-mangut saja.

"Yasudah, ayo!" ajak Jefry. Airin mengangguk lalu membututi Jefry yang berjalan di depannya.

.

.

.

"Makasih ya pak, udah di antarin" ujar Airin dari luar mobil.

Jefry mengangguk. " Lain kali panggil nama aja. Saya juga bukan bapak-bapak." Aduh malu sama tiga kecebongnya pak.

Airin tersenyum sambil mengangguk canggung.

"Yasudah, saya pamit dulu ya?"

"Iya pak eh Jef, hati-hati dijalan ya. Salam buat anak-anak" ucap Airin.

Tak tau Airin kalau ucapannya itu cukup mengguncang hati duda anak tiga ini.

Setelah berpamitan Jefry melajukan mobilnya meninggalkan dokter Airin yang masih mematung ditempat.

"Duda ini gak baik buat jantung" ucap Airin pada dirinya sendiri.

Cepat-cepat ia masuk kedalam rumah sambil memagangi dadanya. Ada rasa yang beda darinya. Airin duduk di sofa tengah sambil menggeleng kepala. Dia bukan remaja SMA lagi tapi kenapa rasa ini sangat nyata.

Ahh, ia harus mengurangi nonton drama sepertinya.

"Kesurupan kak?" tanya adiknya yang muncul dari dapur. Pasalnya kakaknya itu sedari tadi menggelengkan kepala sambil menepuk pipinya sendiri.

"Satria, lain kali kalau pakai mobil tu minimal pas jam kaka pulang kerja tuh dijemput kakanya" kesal sang kakak tidak mempedulikan pertanyaan menyebalkan sang adik.

Duda Anak TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang