Keenam

98 4 20
                                    

Sudah tiga hari sepeninggal Jeffry ke Canada. Ujian Nasional pun tinggal menghitung hari.

Mahen sedang  berada di perpustakaan sambil mengerjakan beberapa soal fisika. Perpustakaan begitu hening, semua orang fokus dengan kegiatannya masing-masing.

Mahen mengecek handphonenya yang sedari tadi bergetar pertanda ada notifikasi masuk. Mahen berlari keluar dari perpustakaan setalah membaca pesan tersebut.

"Hen, maaf ganggu. Reno dipukulin sama samuel. Samuel bawa kawan, Reno sendiri."

Begitulah kira-kira isi pesan tersebut. Nafas Mahen tersegal saat sampai di belakang sekolah. Dibawah pohon Ketapang besar ia melihat adiknya Reno sedang dianiaya oleh Samuel dan kawan-kawan.

"Datang juga lu Hen, gue pikir lu gak sepeduli itu sama adek lu," Samuel tertawa. Sambil maju kehadapan Mahen.

Sungguh, Mahen tidak peduli dengan kata-kata Samuel. Ia berlari ke arah adiknya. Pelipis adiknya berdarah begitu juga sudut bibirnya, jangan lupakan matanya yang membiru.

"Are you oke? ... Ah, sorry, lu ngga oke" ucap Mahen meneliti badan adiknya.

Reno menggeleng lalu dengan sekuat tenaga ia bangkit berdiri.

"Gue oke bang, satu lawan tiga gue makanya gue babak belur gini" kekeh Reno. " Tapi lu juga bisa lihat mereka bertiga juga kewalahan kena pukulan gue"

"Lu bangga bangat ya gue lihat-lihat," ucap Mahen keheranan. Adiknya ini bukanya meringis sakit malah membanggakan perbuatannya.

"Nih tiga manusia biar gue yang atur, lu jangan sampe kena poin," ucap Reno kepada Mahen. Ia tak mau pringkat kakaknya terganggu hanya karena tiga manusia bodoh didepannya.

Seolah tak mempedulikan kata kembaranya, Mahen selangkah lebih maju ke arah Samuel.

Laki-laki itu membogem Samuel kuat hingga tersungkur memegangi rahangnya. Reno yang melihat itu segera menedang salah seorang teman Samuel yang hendak memukul Mahen.

"Ngga seru bro, main curang," ujar Reno setelah berhasil menendang teman Samuel.

"Tadi tiga lawan satu kan ya?" Tanya Mahen pada Reno membuat anak itu mengangguk. "Sekarang dua lawan tiga"
.

.

.

Setelah pertarungan sengit itu berakhir dengan kelima anak itu berurusan diruang BK.

"Kalian panggil orang tua masing-masing, biar mereka juga ngelihat kelakuan kalian disekolah." Pinta Bu Nining selaku guru bimbingan konseling.

Reno dan Mahen galau. Kedua anak itu sedang berada didepan ruangan Bu Nining. Daddynya di Canada, masa iya disuruh balik sekarang.

"Gue telfon Dad dulu," ucap Mahen.

"Dad juga ngga mungkin pulang sekarang" ujar Reno sambil sekali-kali menarik bunga Bu Nining yang berada didepan ruangan BK. Rupanya anak itu suka sekali berurusan dengan Bu Nining.

Mahen akhirnya duduk kembali di tempat semula, mengurungkan niatnya untuk menelpon sang ayah.

" Samuel apaiin Lo, sampai lu berantam sama dia?" Tanya Mahen pada kembaranya.

"Baru nanya sekarang bang?" Reno menunggu pertanyaan itu sejak tadi. Sebab tidak mungkin Mahen langsung membogem Samuel tanpa tahu permasalahannya. Bukan gaya Mahen.

"Gue percaya sama lo. Gue yakin lo ngga akan mulai kalau Samuel ngga duluan "

Reno menatap Mahen dengan wajah berseri-seri. " Bang gue cinta bangat sama Lo!!!" Teriaknya tiba-tiba sambil mencium pipi Mahen.

Mahen yang kaget dengan reflek mendorong Reno hingga jatuh ke tumpukan bunga Bu Nining.

"Jangan homo Ren, ini sekolah" tegur Mahen. Ia tak habis pikir dengan apa yang ada dalam otak adiknya itu.

"Berarti kalau diluar sekolah boleh jadi homo?" Ujar Reno dengan cengiran yang hampir mirip tante-tante di lampu merah.

"Serius ga lu?!" Mahen ancang-ancang hendak membungkam mulut Reno, sehingga anak itu pun langsung diam.

" Tadi itu gue lagi duduk dikantin. Eh Samuel datang ke kelas gue, bikin gaduh sambil nanya-nanya gue dimana. Bahkan bang, teman kelas cewe gue ditampar Ama dia" jelas Reno. Mahen hanya menyimak dengan melipat kedua tangan didadanya.

"Heboh lah grub kelas kan, anak kelas pada cerita kejadian itu di wa grub.  Gue buru-buru tuh nemuin si brengsek itu karena  gue ngga tega sama teman cewe gue yang ditampar gara-gara gue."
Reno menghela nafasnya ditengah cerita tersebut.  "Dia ngatain Daddy, dia fitnah Daddy katanya koruptor dan penjilat. Gue emosi bangat sampe gue pukul tuh anak."

Mahen hanya diam mendengar penjelasan Reno. Reno tahu ia yang salah, ia yang mulai memukul Samuel. Mahen pasti marah padanya.

"Maaf bang," lirihnya.

"Bagus Ren, gue juga setuju si sama lu. Kalau lu cerita dari tadi gue bakal bogem tu anak pake tenaga dalam" Mahen memberikan satu jempolnya ke depan wajah Reno.

Reno kini tersenyum cerah menunjukan deretan giginya. " Hehehe makasih bang, gue ngga bohong soal gue pengen pacariin Lo" canda Reno dengan tatapan genit ke abangnya.

"Reno..." Tegur Mahen membalas tatapan genit Reno dengan tatapan tajamnya.

"Canda bang, gue masih doyan cewe" ujar Reno. Ia yakin Mahen sudah sangat lelah dengan kata-kata tidak masuk akalnya

  " Terus wali kita gimana?" Pertanyaan itu membuat Reno juga bingung.

Mahen mondar-mandir sambil berpikir apa yang harus ia lakukan sekarang. Bu Nining meminta membawa wali mereka ke sekolah sekarang sedangkan daddynya ada diluar negri. Kakeknya? Siapa yang mau bertanggungjawab kalau pak tua itu tiba-tiba serangan jantung disini?

"Bang ... " Panggil Reno membuat Mahen memandang ke arahnya. " Boleh ngga gue kasih ide?"

"Ide lu bermutu ngga?" Tanya Mahen memastikan.

"Ide gue cemerlang bangat bang," ujar Reno meyakinkan sang kembaran. " Kalau Mario Teguh dengar ide ini pasti dia geleng kepala"

"Apa hubungannya Mario Teguh sama ide lu?"

"Ngga ada sih," jawab Reno tanpa dosa

Sekali lagi Mahen gemas sekali ingin membanting adiknya itu.

"Percaya aja sama gue," Reno mengeluarkan handphonenya.

Mahen meneliti gerakan adiknya dengan penuh curiga. " Jangan sampe lu mau nyewa jasa bapak ya?"

" Bang, gue ngga se-yatim itu," Reno tak percaya mendengar ucapan kakaknya.

Mahen hanya mengangkat bahunya. Dia hanya bertanya apa yang ada di kepalanya, soalnya Reno kan tingkahnya kadang-kadang diluar Prediksi BMKG

Duda Anak TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang