3

50 22 0
                                    

"Papa bakalan kerja di luar kota, tiga bulan. Sekalian liburan disana."

Di meja makan.

Hidupnya terus-terusan seperti ini. Ditinggal pergi dan berujung sendirian di rumah. Tapi menurut Naudy itu satu hal yang teramat dinantinya. Elsa, sang mama tiri yang kebanyakan seperti di film-film yang ia tonton. Keji, bajingan, sampah. Begitulah kira-kira gambaran mamanya itu.

"Oh bagus dong, lo juga ikut kan sama papa? "

Elsa menggeram.

"NAUDY?! "

Cewek itu menatap jengah kearah papanya. Entah apa yang membuat papanya menikahi sesosok iblis yang hanya memoroti uangnya. Benar-benar bodoh menurutnya.

"Mama kamu bakalan jagain kamu disini. Tolong sopan santunnya, Naudy."

"Tapi pah aku udah gede, aku bisa kok  hidup sendirian tanpa dia, " Naudy menatap Elsa beberapa saat.

"Aku muak banget liat wajahnya pah, mending ajak dia sekalian. "

Elsa tersenyum menahan amarah yang sedari tadi ia sembunyikan di hadapan Fatur. Wajahnya tampak bersahabat dan seolah-olah tidak terjadi apapun. Tangannya sedari tadi tak tahan ingin menampar anak tirinya yang kurang ajar itu, baginya.

"Naudy sayang, kamu gak boleh sendirian di rumah. Mama gak mau kamu kenapa-napa, " Elsa memberi jeda. Meneguk satu minuman jeruk yang tersedia di hadapannya.

"Iyakan, mas?"

Fatur mengangguk dan membelai lembut rambut Naudy yang tergerai. Mengusap penuh dengan kasih sayang.

Naudy menatap guyon pada Elsa. Perempuan itu benar-benar mempermainkan papa dan dirinya. Ia seolah-olah benar-benar peduli kepada Naudy selayaknya seorang ibu.

"Jangan sok baik deh, gue tau lo cuma seorang perempuan yang matre. Lo cuma mau kekayaan papa aja, kan?! "

Prakk

"Pah, sakit! "

Perempuan itu mengelus-elus pipinya yang lembam karena sang papa. Rasanya begitu nyeri. Elsa yang memperhatikan itu tersenyum penuh dengan arti. Ia merasa menang kali ini. Tak ada yang akan membela Naudy. Bahkan Fatur pun.

Elsa mendekati Naudy dan membantu  perempuan tersebut mengusap pipinya.

"Awas, ga sudi gue di pegang sama lo?! "

Naudy menghempaskan tangan Elsa dan berjalan jauh meninggalkan mereka.

Fatur menghela napas. Semenjak kehadiran Elsa, ia tahu Naudy berubah. Sepertinya anaknya itu belum menerima kehadiran sesosok ibu di dalam kehidupannya semenjak ibu kandungnya meninggal dunia satu tahun yang lalu. Fatur selalu berharap sang anaknya akan menerima Elsa. Namun entah sampai kapan.

"Yaudahlah mas, kamu jangan kasar begitu sama anak kamu. "

"Tapi kamu tau sendiri kan kalo gak di kasih pelajaran Naudy ga akan berubah. "

Elsa meraih tangan kanan Fatur, lalu mengusap perlahan seraya meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Gak usah dipikirin, mas. Kamu fokus aja sama pekerjaan kamu."

Fatur mengangguk.

"Jangan sampai perusahaan kamu bangkrut, mas. Ini demi masa depan Naudy juga. "

"Apa lebih baik kamu ikut mas aja ke Bali?"

Elsa menggeleng, "oh gak usah. Aku cemas sama Naudy mas. Lebih baik aku jagain dia aja disini. "

"Yaudah, kamu bantu siapin baju-baju mas ya. Nanti malam langsung ke bandara. "

***

Di rumah.

Setelah mengantarkan papanya ke bandara. Tidak ada suara apa-pun yang keluar. Baik Elsa maupun Naudy sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Elsa tengah sibuk berkutat dengan handphonenya. Tak menyadari Naudy telah berdiri persis dihadapannya.

"Lo lagi selingkuh, ya? "

Elsa tergelak. Menatap tak peduli kepada gadis itu. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya dan menganggap seolah-olah tak ada seorang pun yang mengajaknya mengobrol.

"Lo bisu? "

"Gak punya sopan santun banget jadi anak?! "

Naudy tertawa, "kan gue bukan anak lo, Elsa. "

"Saya peringatin ya, jangan macam-macam sama saya. Kamu liat sendiri kan, Fatur bakalan lakuin apapun yang saya minta."

"Contohnya? " Tantang Naudy tak kalah beraninya.

"Saya bisa bilang kalau kamu ngelawan dan berani mukulin saya ke papa kamu. "

"Wahh wahhh, terus? "

Elsa tersenyum, "trus saya minta papa  kamu nyabut semua akses yang ada di kamu. "

Prangg

Naudy melempar vas bunga yang berada di atas meja di depannya ke arah Elsa. Cewek itu tersenyum melihat aksinya. Tangan wanita kotor itu mengeluarkan darah yang tak kalah banyak. Percikan kaca-kaca yang pecah berserakan di lantai juga membuat kakinya tertusuk.

Luar biasa.

"Yaudah, sekarang lo bilang sama papa. Gue mau tidur dulu, capek banget ngeladenin lo. Dadahh~"

Elsa menggeram murka. Ia harus mengobati luka-lukanya terlebih dahulu. Setelahnya baru ia akan bertindak.

"Mari kita mulai permainan ini, Naudy! "







Time To NaudyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang