6

47 25 0
                                    

Naudy berjalan santai bersama kedua sahabat sang kekasihnya. Tangannya sedari tadi tak berhenti mengipas-ngipas wajahnya yang tengah memerah ulah matahari pagi. Sebenarnya perempuan itu sangat merasa kelelahan, namun ketika mendengar nama sang pujaan hati entah kenapa ia kembali bersemangat.

Langkahnya tetap gontai menyusuri koridor-koridor sekolah. Sesekali matanya menatap datar ke arah segerombolan cewek-cewek yang sedang menatapnya dengan pandangan yang beragam. Tak dipungkiri lagi, seorang ratu yang ganas, memangsa siapapun yang menghalanginya, ya itu lah Naudy.

"Bebb bagi makanannya dong. Lapar nih. "

Naudy mengambil alih segelas jus jeruk yang berada tepat di depan Fian. Sosok yang tengah makan sendirian itu hanya menatap datar ke arah Naudy. Percuma juga jika ia memarahi perempuan itu, tak ada gunanya.

"Ris, lo bawa duit berapa? Gue ketinggalan nih dikelas, bayarin makan gue dulu dong."

"Gaada, lo yang makan gue yang bayar. Enak aja. "

"Gue ganti lah bego! "

"Ga, males gue. "

Regi menatap guyon ke arah Naudy, ia  menampilkan wajah ramah penuh senyumnya. Ya apa lagi kalau bukan untuk dibayarkan makanannya.

"Ya, oke! " Ucap Naudy malas.

Segerombolan cewek tengah berjalan tergesa-gesa entah kemana. Mulutnya sibuk berceloteh memeriakkan suasana kantin. Fian menatap kearah segerombolan itu, sialan. Ia melihat Ega tengah diseret-seret oleh beberapa perempuan yang sepertinya itu teman sekelasnya Ega. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengejar perempuan itu. Begitu pun dengan kedua temannya yang beranjak begitu saja dari hadapan Naudy.

"Bayarin makanan kita ya, Dy!? "

Naudy tersenyum kecut. Lagi?

Lagi dan lagi ia hanya melihat punggung sosok lelaki yang ia sayangi berlari menjauh dari sisinya. Perempuan itu mencoba tidak peduli dan kembali melanjutkan makannya yang tertunda oleh ulah perempuan lemah.

"Kali ini gue gak bisa sabar. Lo jangan main-main Ega~"

***

Ega berjalan terhuyung-huyung. Dirinya tengah diseret-seret secara keji oleh teman sekelasnya sendiri. Tangannya yang dicekal terasa sakit dan terlihat begitu memerah. Ia memberontak agar dilepaskan. Namun nihil, teman-temannya tak mempedulikan perempuan malang itu sama sekali.

"Lepas!? "

Seseorang datang tergesa-gesa dari kejauhan. Wajahnya terlihat merah. Dirinya tak kuasa melihat sang pujaan hatinya yang tak berdaya itu.

"Gue bilang lepas, lo semua budek?! "

Fian memghempas tangan yang mencengkram tangan Ega dengan kasar. Haris dan Regi ikut menyusul, mereka memangku tangan menonton pertunjukan gratis yang terjadi di depannya sekarang.

"Kak, aku ga papa kok kak. "

Ega tersenyum. Teman-temannya menatap muak melihat aksi perempuan itu.

"Ikut gue! "

Fian menarik tangan Ega kasar.

"Bubar lo semua!? " Haris berteriak memecah kerumunan yang tengah memanas tatkala perempuan itu tak jadi mereka hajar.

"Gue kasian liat Ega. Kenapa tu cewek lemah banget anjir. "

"Ya kalau ga gitu, gue rasa Dino ga mau ama tu cewek. "

"Yoi."

***

"Lo gabisa lawan mereka? "

"Lo terima digituin? "

"Bego banget sih"

"Arghh"

Beberapa kalimat terlontar dari mulut seorang Fian. Lelaki itu tengah mengobati tangan Ega yang terluka akibat goresan kuku dari ulah kawanan mereka tadi. Ia tak sadar bahwa perkataannya terlontar begitu saja. Ega tersenyum manis memperhatikan wajah yang tenang itu tengah mengkhawatirkan dirinya. Tangannya terangkat mengusap rambut lelaki itu.

"Aku ga papa kok, kak. "

"Gapapa apa nya? Lo buta? "

Lagi dan lagi Ega tersenyum.

"Beneran gapapa kok, lagian udah sering juga kan begini. "

Fian menghela nafas kasar. Ini semua ulah Naudy, ia sangat membenci perempuan itu melebihi apapun.

"Kalau hal ini terjadi lagi, gue~"

Ega menatap keheranan, lelaki itu menggantungkan ucapannya.

"Apa, kak? "

Fian hanya tersenyum lalu menggeleng. "Ga ada. Oh iya, yang tadi~"

"Apa, kak? "

"Ya, kenapa lo diseret-seret sama temen lo?"

"Aku ga tau, kak. Apa jangan-jangan ini ulahnya kak Naudy lagi, kak? Ah maksud aku mungkin aja, siapa tau bukan kak Naudy. "

"Naudy? "

"Yaudahlah, kak. Lagian aku gapapa kok."

Fian menghela nafas.

***

Pelajaran tengah berlangsung, namun sedari tadi Fian tak henti-hentinya menatap tajam ke arah Naudy. Perempuan itu sadar dirinya tengah diperhatikan. Ia hanya terkekeh.

"Gue cantikkan, beb."

"Rencana apa yang lo lakuin buat nyakitin Ega? "

Naudy mengalihkan pandangannya, membuang muka. Dirinya sungguh muak dengan nama seorang perempuan itu.

"Oh Ega ya~"

"Gimana kalo gue kunci dia di gudang belakang sekolah. Uihh pasti bakalan ketakutankan tu si Ega. Oh iya, sekalian aja gue bawa kecoa. Tu orang  takut kecoa kan? Cih, lemah banget. "

Fian menggeram, "lo jangan macam-macam sama Ega!? "

"Gue gak macam-macam kok bebb~"

"Emang gue kenapa? " Sambungnya.

"Yang barusan ulah lo kan? "

Naudy menatap kebingungan. "Apa? "

"Gausah pura-pura ga tau. Gue muak tau gak sama tingkah lo yang kayak sampah itu!? "

"Heii bebb~ gue ga ngelakuin apapun."

"Stupid!? Gue gak pernah percaya sama satu kata pun yang keluar dari mulut lo! "

Naudy memegang pulpen yang berada ditangannya begitu erat. Dan~ patah. Telapak tangannya mengeluarkan darah begitu banyak. Namun perempuan itu tak merasa kesakitan sama sekali. Ia terlihat tenang.

Perempuan itu tersenyum menatap tangannya yang tengah terluka. Fian sempat terkejut namun ia tak sedikitpun mengkhawatirkan perempuan itu.

"Jangan khawatir beb~ tangan gue ga sakit kok.. "

Time To NaudyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang