11

39 20 2
                                    

Elsa benar-benar mampu membuatnya naik darah. Perempuan itu kini tengah sibuk mencuci pakaian kotor yang didominasi oleh pakaian sang ibu tirinya. Ia terpaksa melakukan itu mengingat dirinya tidak memegang duit sepersen pun.

Sepulang sekolah tadi ia tidak makan apa pun. Perutnya begitu lapar, karena itulah dia terpaksa menuruti kemauan ibu tirinya. Sesekali ia ingin menelpon kakaknya. Tapi ia tidak mau membuat lelaki itu mengkhawatirkannya. Alhasil ia tidak pernah membicarakan bagaimana perilaku buruk dari Elsa.

"Duit gue, mana? "

Elsa yang tengah sibuk dengan handphonenya mengadah melihat wajah anak tiri nya yang terlihat begitu menahan amarah. Ia tersenyum picik. Senang melihat betapa menderitanya anak dari perempuan yang begitu ia benci. Tangannya merogoh uang kertas warna merah. Lalu menyodorkannya ke hadapan Naudy. Saat hendak mengambil, Elsa kembali menarik tangannya.

"Lo main-main sama gue, Elsa? "

Elsa tertawa seolah perempuan di hadapannya ini seperti mainan yang bisa dipermainkan kapan pun ia mau.

"Saya cuma bercanda sedikit, nih ambil ga usah terimakasih, " Ucap Elsa seraya menyodorkan uang seratus ribuan kehadapan Naudy.

Naudy tersenyum sinis, Elsa bukan apa-apa bagi dirinya. Bahkan ia pun siap untuk melawan Elsa suatu hari nanti.

"Papa ada ngabarin lo? "

Elsa yang mendapat pertanyaan itu mendecih seraya tersenyum picik, "kenapa? Papa kamu ga ngabarin? Padahal kamu anak perempuan satu-satunya tapi kok saya di telpon tiap saat ya, papa kamu pasti ga peduli sama kamu, "

Naudy mengangguk-angguk seraya meremehkan perempuan di hadapannya. Tangannya bersilang dada dan tampak santai dengan ucapan Elsa.

"Cih, dasar perempuan gila. Sini handphone lo! " Ucap Naudy tanpa menatap ibu tirinya.

Elsa memberikan handphonenya dengan senang hati. Naudy menerima dan segera mencatat nomor handphone papanya barang kali suatu saat ia perlu menelpon papanya itu. Tangannya sibuk mencatat dan tanpa sengaja membaca sebuah pesan dari seseorang.

Ega.

Naudy sempat tak percaya bahwa itu benar-benar perempuan yang ia benci seumur hidupnya. Selama ini ia tak tau bahwa Elsa memiliki seorang anak. Bahkan papanya juga tidak menyadari hal itu. Naudy semakin tertarik dengan Ega. Tangannya menggenggam handphone itu dengan kuat. Setelah selesai menyatat, ia kembali meletakkan benda itu di meja hadapan Elsa.

"Kenapa? Kamu mau tanya kabar papa kamu? "

Naudy yang hendak pergi keluar tertahan oleh pertanyaan Elsa, "banyak tanya lo, gue mau keluar, dah Elsa!? "

"Btw, gue ga mau bilang terimakasih sama lo karena dari awal duit yang ada sama lo itu duit gue. Jadi ga usah cape-cape nungguin gue bilang makasih ya!? "

Elsa menatap jengah, benar-benar angkuh.

***

Perempuan itu berjalan santai di sekitar rumahnya hendak menuju tempat telepon umum, untuk menanyai kabar papanya. Namun langkahnya terhenti. Ia melihat pria yang sudah lama tak pernah bertemu. Pria itu tengah bermain basket dengan teman-temannya.

Tidak ada yang berubah dengan pria itu. Wajahnya masih sama, namun tingginya sedikit bertambah. Ia terlihat begitu mahir dengan permainannya. Bola melambung tinggi tanpa sadar mengenai kepala Naudy yang tengah berdiri cukup dekat dengan ring basket.

Rendi Abimata.

Pria itu tak kalah terkejut melihat bola yang ia lempar tanpa sengaja mengenai kepala seorang perempuan. Ia berlari menghampiri Naudy yang menunduk seraya mengusap-usap kepalanya.

"Maaf saya ga seng~"

"Lo benar-benar bikin gue marah, Rendi~" Ucap Naudy memotong kalimat lelaki itu.

Naudy menengadahkan kepalanya dan menatap pria yang tinggi itu dengan dingin. Perempuan itu bahkan tidak menunjukkan ekspresikan kesakitan sama sekali.

Wah benar-benar luar biasa, menurut Rendi.

"Naudy!? " Ucapnya dengan semangat seraya memegang kedua pundak Naudy.

Lelaki itu tampak cemas dengan bola yang tadi tak sengaja mengenai kepala Naudy. Ia mengusap-usap kepala perempuan itu tanpa henti.

"Teman-teman lo pasti ngira gue cewe lo, " Ucap Naudy tanpa mengalihkan pandangannya terhadap teman-teman Rendi.

Rendi mengikuti pandangan perempuan itu dan betapa menjengkelkannya dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh teman-temannya sekarang.

"REN LO MAU LATIHAN ATAU PACARAN SIH! "

"TAU TUH, MENDING GUE PULANG AJA NJIRT! "

"HUUU GA ASIK LU RENN!! "

Rendi menghela nafas, "udah lo ga usah peduliin mereka. "

Naudy mengedikkan bahu menampilkan wajah tanpa ekspresi.
"Gue ga peduli, udah sana lo urus mereka. "

Naudy beranjak begitu saja dari hadapan Rendi. Pria itu hanya tersenyum dengan sifat perempuan itu. Ia yakin kepala perempuan itu pasti berdenyut-denyut mengingat begitu kuatnya lemparan yang ia berikan. Bahkan jika ia benar-benar perempuan setidaknya ia menangis, pikir Rendi.

"Lo bener-bener keren, Nau! " Ucapnya salut.





Time To NaudyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang