Page Fourteen

3 0 0
                                    

"Fajrul, kamu sedang apa di situ, kamunya lama sekali." Panggilan teman-teman Fajrul rupanya menghentikan aksi kasarnya tadi, yang tentu membuat Maria yakin bahwa Fajrul masih menjaga harga diri serta martabatnya.

"Maaf aku sedang mengurus sesuatu, jadi agak terlambat aku menemui kalian," panggil Fajrul dengan nada bicaranya yang sedikit di turunkan.

Maria menghela nafasnya karena mendapatkan sedikit pertolongan dari empunya pembuat narasi kehidupan. Tania yang khawatir tadi lantas  menarik kerah bajunya dan kemudian memarahi Maria sambil berbisik. "Lain kali kamu jangan berbuat hal yang tidak sopan itu lagi, apalagi kepada seorang pria."

Maria mengangguk mengiyakan perkataan Tania. Mereka berdua pun langsung mundur menjauhi tempat kejadian karena mereka tidak mau terlibat adu mulut lagi karena yang mereka inginkan sekarang adalah meredakan suasana supaya tidak terjadi pertengkaran lagi. Pada akhirnya semuanya beres, mereka berhasil keluar dari situasi yang cukup menegangkan itu sehingga membuat mereka sangat bersyukur.

"Maaf aku telah melakukan kesalahan, sepertinya aku terlalu terbawa suasana," ucap Maria yang ingin menyudahi kemarahan Tania ini.

"Omongan kamu ini membuat kamu merasa sangat benar. Untung tadi semua tadi dia mendapatkan panggilan dari temannya karena kalau tidak kamu pasti sudah habis," ucap Tania mencubit bahu Maria.

"Sudah, lebih baik kita pergi ke papan pengumuman itu, melihat nama kita. Aku berharap semoga kita satu kelas," ucap Maria tanpa berbasa-basi lagi sembari menarik tangan Tania.

Maria dan Tania pun beranjak ke papan pengumuman yang berada di depan pintu ruang tutor. Di saat mereka berjalan melewati lorong Bring Happy, tak ada satupun orang yang lewat lagi selain mereka karena tempat ini sudah sepi. Memang, tadi ada beberapa orang yang pulang duluan dengan berbagai macam alasan karena bersih-bersih tadi yang seharusnya tak di agendakan. Yang mereka temui hanyalah petugas kebersihan yang sedang menyapu lantai yang kotor. Ya, kalau tahu begini seharusnya mereka pulang duluan dan keesokan harinya mereka langsung melihat pembagian kelas. Tapi tidak ada salahnya melihat lebih awal sebagai bahan simulasi nantinya. Seharusnya mereka memikirkan lebih awal tadi dan tentunya bagi Tania hal yang terjadi kepada Maria pasti tidak akan terjadi.

Mereka sudah sampai di papan informasi itu dan rupanya ada beberapa anak di sana yang melihat nama mereka. Kalau saja saat ini tidak ada pandemi pasti mungkin saja tempat ini bakalan membludak dengan orang-orang yang mencari namanya. Mungkin saja karena masih masa pandemi jadi orang-orang yang melihat nama mereka pasti akan sedikit demi meminimalisir pandemi. Mungkin saja orang lain yang pulang pasti berpikir kalau ada admin grup Bring Happy akan mengirimkan informasi ini kedalam bentuk file atau atas suruhan teman lainnya menyuruh mereka untuk mencari dan memotret nama mereka untuk di kirim. Sungguh, kenapa mereka tidak berpikir demikian seperti itu sedari tadi. Memang sebelum pandemi WA tidak terlalu populer dan semenjak pandemi merebak banyak orang yang menggunakan WA karena desainnya yang simpel dan tidak terkait sulit penggunaannya.

"Bagaimana, apakah kamu sudah menemukan namamu dan namaku juga." Tania berbisik pelan di saat Maria yang mencari nama mereka di antara sekian banyak nama yang tentunya membuat matanya sakit akibat sebuah dejavu. "Kamu mendingan sabar soalnya huruf-huruf di sini sangat kecil."

Maria hanya beralasan saja karena sebenarnya dia sudah menemukan nama mereka di urutan 20 dan 21 kelas B. Sebenarnya dia hanya memastikan sesuatu agar takdir tidak mempermainkan dirinya yang terlihat sedang gundah dan gelisah ini. Agak memusingkan juga melihat banyaknya huruf kecil di sini, tetapi demi nama yang di cari itu apapun akan dia lakukan. Jangan harap Maria tidak akan menemukannya, karena kalau sudah bertekad apapun akan dia lakukan. Mata Maria membelalak setelah jarinya menyentuh sebuah nama yang ternyata adalah Fajrul. Ini sama sekali tidak mungkin, jadi Maria bakalan sekelas dengan Fajrul, yang benar saja.

Sesungguhnya, ini benar-benar membuat Maria tidak bisa berkonsentrasi belajar jika harus bertemu dengan Fajrul setiap harinya. Ada apa ini? Kenapa semuanya harus terjadi? Kenapa juga Maria harus merasakan perasaan ini juga? Maria yang terlalu banyak berpikir ini di sadarkan oleh Tania yang menyuruhnya minggir, karena Fajrul bersama kawan-kawannya berada di belakang mereka. Maria yang syok lantas pindah ke samping Tania. Dirinya sama sekali bingung dengan Narasi kehidupannya yang berasal dari Tuhan.

"Kita berada di kelas B, kita ada di urutan 50 dan 51 dari 60 orang," ucap Maria.

Maria pun melirik ke arah Fajrul, Maria yakin Fajrul akan mendapatkan namanya secepat kilat dan tinggal menghitung menit Tania bakalan histeris kalau tahu hal ini. Maria berdoa dalam hati semoga rencana yang sudah dia susun matang-matang dari dulu ini akan sesuai dengan ekspektasinya terdahulu. Melihat hal ini, lantas membuat Maria ingin menyerah.

"Aku berada di kelas B dan berada di urutan 47," ucap Fajrul langsung vke intinya dan langsung bergegas pulang sembari memasukan tangan ke saku jaketnya tanpa mempedulikan sekitarnya.

"Wah, kita sekelas sama dia Maria! Yang benar saja. Sungguh aku sangat menantikan hidupku akan di penuhi gejolak masa muda." Maria hanya bisa menggelengkan kepalanya karena dia tahu hal seperti ini akan terjadi. Dia hanya maklum di saat Tania melompat-lompat histeris layaknya anak kecil yang baru saja mendapatkan permen.

"Hei, bukannya kalian gadis yang kita temui di taman baca itu. Jika seandainya bos kami berada di kelas ini maka sudah pasti kami akan berada di kelas yang sama. Itu berarti kita akan bertemu setiap harinya," ucap salah seorang lainnya sambil menatap genit ke arahnya Tania.

"Amit-amit, buat apa ketemu sama kalian setiap hari. Melihat teman kalian yang bernama Fajrul saja sudah membuatku sangat kenyang. Jadi tentunya aku tidak akan menganggap kalian ada," ucap Tania kesal seperti ingin berdebat.

Hari-hari normal yang diinginkan oleh Maria sepertinya akan menjadi dongeng semata. Karena sebentar lagi dia akan menghadapi jungkir balik kehidupan, perilaku Tania yang terlalu amburadul, kehadiran Rian yang terlalu posesif dengannya di tambah dengan datangnya Fajrul ke dalam hidupnya lagi di tengah perjuangannya mencapai mimpinya. Maria berpikir, rupanya tantangan yang dia hadapi cukup berat juga rasanya.

Di saat itu juga, Maria merasakan perhatian dari lirikan matanya Fajrul, entah kode seperti apa yang jelas Fajrul tidak terlalu senang dengan hal ini.

(Un) Perfect LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang