"Aw.""Sorry, ada yang luka?"
Bintang tersentak ketika bertabrakan dengan seorang siswi yang melintas tiba-tiba di depan kelasnya. Ia pun ikut terjatuh, merasa ngilu dibagian sikut ia pun meminta maaf, meski dirinya sendiri juga merasa sakit.
Gadis itu menggeleng, lalu berdiri dan permisi pergi meninggalkan Bintang sebelum lelaki itu sempat menatap wajahnya.
"Kenapa Bi?" tanya Rafi.
Berdiri di sebelah Bintang, membuat lelaki itu menoleh, lalu mengangkat kedua bahunya, kemudian berlalu pergi meninggalkan Rafi yang masih bingung di tempatnya.
"Bi, Pak Darto cuma kasih izin sebentar, kenapa kita ke sini? Ini lorong kelas sebelas," ucap Rafi.
Melangkah mengikuti langkah kaki Bintang yang lebar, membuatnya sedikit kesal, belum lagi ketika Bintang sedang berjalan langkahnya begitu cepat.
Bintang tidak peduli dengan celoteh Rafi yang terus mengomentarinya sepanjang jalan, padahal Bintang sudah memberi penawaran, tetapi Rafi menolaknya dan memilih untuk ikut.
Hingga akhirnya mereka berdiri di depan salah satu kelas yang tertera jelas pada papan nama yang terletak di atas pintu kalau itu kelas XI Sosial 2. Kedua matanya langsung menjelajah seisi kelas dan berhenti tepat pada salah satu meja paling depan di pojok barisan ke empat di sebelah kiri.
"Bi, balik aja, yuk," ucap Rafi. Bintang tidak menyahut sama sekali.
Lelaki itu justru membuat gaduh seluruh siswi yang ada di kelas tersebut dengan caranya melambaikan tangan, tak peduli kalau di sana ada guru, sesekali mengintip melalui jendela, Bintang tidak sama menyerah untuk mendapat perhatian gadis yang tengah diincarnya.
Sedang Rafi, lelaki itu tidak bisa berkomentar lebih banyak, terlampau lelah karena Bintang seolah tengah mengisi daya penuh sebelum menguji kesabaran semua orang yang berhadapan dengannya.
Bahkan, ketika sampai di kelas pun, ia tidak banyak bicara, melainkan melamun sampai akhirnya ditegur untuk mencuci muka karena disangka sedang mengantuk. Padahal, saat mereka keluar guru mata pelajaran di kelasnya belum memberikan tugas atau menjelaskan materi apa pun, baru memeriksa kehadiran saja.
"Kita mau ngapain di sini Bintang?" ucap Rafi dengan nada yang cukup kesal.
Kali ini, tatapan Bintang yang membalas, seolah berkata 'jangan berisik' meski akhirnya lelaki itu akan menjawab seadanya.
"Pak Darto, Bi!" ucap Rafi, yang panik seketika menarik paksa tangan Bintang untuk bersembunyi.
"Lepas! Ketimbang Pak Darto doang, tangan gue ternodai," gerutu Bintang seraya mengusap pergelangan tangannya.
Rafi yang melihat itu pun hanya bisa mengusap leher bagian belakangnya, sedikit berkeringat karena ia terlalu panik ketika melihat Pak Darto, padahal pria paruhbaya itu tidak melintas meleaati koridor tempat mereka bersantai sejenak.
"Sorry, gue panik tadi, beneran deh," ucap Rafi merasa bersalah.
Kedua lelaki itu akhirnya memilih duduk di berselonjor di depan pintu toilet, seakan tenaga yang sudah terkumpul itu tiba-tiba saja habis dengan cepat. Kedua mata Bintang pun terlihat sayu, bahkan terdapat lingkar hitam yang sedikit membuat Rafi ingin menyentuh wajah temannya itu.
"Jangan lihat gue kayak gitu, gue masih napas."
"Luka di pelipis lo gimana?" tanya Rafi.
Ia sedikit ragu sebenarnya, tetapi melihat wajah Bintang yang begitu lelah seolah ada beban berat yang sedang ia coba sembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN KE SERIBU (Selesai) ✅
Novela JuvenilKarena takut menjadi korban selanjutnya, Rara si cewek yang terkenal tomboi itu, selalu mencari alasan agar Bintang tidak menjadikannya salah satu dari deretan para mantan selanjutnya. Bukannya menerima, Rara justru memberi syarat pada Bintang, saat...