Sore itu Bintang benar-benar murka, ia tidak tahu apa yang ayahnya pikirkan setelah menghabisi nyawa orang lain. Terlebih orang itu merupakan orang yang paling berharga dalam hidup Rara, gadis yang berhasil membuatnya jatuh hati hingga akhirnya memutuskan untuk menjalin tali kasih.
Memang belum terlalu lama, tetapi rasa sayang itu semakin besar sampai tak rela untuk melepaskannya begitu saja. Bukan karena Bintang yang ingin, tetapi keadaan yang tidak mengizinkannya untuk bersama. Bahkan, saat pulang sekolah pun Bintang rela menunggu Rara di pos penjaga sekolah, meski kegiatannya sudah usai, tetapi Bintang tidak ingin pergi tanpa penjelasan yang pasti.
Meski terkejut, meski ingin marah, ia tetap tidak bisa melakukan itu karena sekali lagi, Rara satu-satunya gadis yang berhasil membuat hati Bintang lunak terlebih pada keluarganya sendiri.
"Lo tuli? Lo lupa apa yang gue bilang waktu di UKS? Kita putus aja, ngerti bahasa manusia nggak, sih?"
Bintang kembali menggeleng saat tatapan Rara yang sendu ketika berbicara dengannya saat pulang sekolah. Bintang juga tidak peduli dengan semua orang yang menatap ke arahnya dengan penuh tanya.
"Kita udahan aja, Lo juga udah dapat apa yang lo mau, kan? Apalagi yang mau diharapkan?"
"Enggak, itu semua bukan keinginan gue, gue juga nggak tahu kalau orang yang waktu itu ketabrak adalah Papa lo."
Senyum getir yang terlihat di wajah Rara ketika Bintang membalas ucapannya membuat lelaki itu semakin tak kuasa, bahkan saat Bintang menatap lekat kedua matanya yang memerah sangat jelas tumpukan air bening yang menggenang di sana.
Tetes demi tetes mengalir begitu saja, getar suaranya membuat Bintang semakin tak tega melihatnya. Ia pun meraih kedua tangan Rara, meski sempat menolak beberapa kali, tetapi Bintang tetap tidak menyerah, meyakinkan pada gadis itu untuk tidak terlalu percaya sebelum dirinya yang menemukan orang yang membuat informasi sembarangan, walaupun sebagian dari kalimat yang tertera di chat itu ada benarnya.
"Lo boleh melakukan apa pun ke gue, lo juga boleh bilang gue brengsek dan lain sebagainya. Tapi tolong, jangan pergi dari gue hanya karena informasi yang belum tentu benar, Ra."
Rara terus memalingkan wajahnya, tak peduli lagi dengan lingkungan sekitar yang sudah hampir sepi, hanya tinggal beberapa siswa yang memang ada kegiatan lain sepulang sekolah. Ia juga tak peduli dengan ucapan Erika yang terus berteriak memanggilnya, sampai akhirnya gadis itu pergi karena Rara yang memintanya. Sedangkan Rafi memilih duduk di bawah pohon yang terletak di parkiran, sambil menikmati bakso yang ia pesan.
"Kalau informasi itu benar, lo mau bilang kalau itu bohong? Lo gila apa gimana? Ayah lo yang serakah itu nggak pantas menikmati hasil keringat orang lain, merampas haknya dan meludahi jasadnya."
"Ra, seburuk apa pun Ayah gue, itu nggak ada hubungannya sama gue. Gue tulus sayang sama lo, masalah Ayah, biar gue yang ngomong ke dia."
Rara pun tersenyum, terlihat jelas kalau gadis itu benar-benar muak dengan semua ucapan Bintang yang masih belum mau mengakui kesalahannya. Ia pun menarik paksa tangan yang digenggam oleh Bintang, kemudian mundur beberapa langkah setelahnya Rara pun kembali mengangkat pandangannya ke arah Bintang yang masih terdiam.
"Kenapa Bintang, kenapa harus lo?"
Bintang menaikkan sebelah alisnya,"Apa maksud lo, Ra?"
Sejenak Rara memejamkan kedua matanya lalu menunduk, tak kuasa menahan air matanya yang lagi-lagi harus keluar karena menangisi sosok Bintang yang jelas sudah membuat hatinya hancur ketika cinta pertamanya direnggut paksa oleh keadaan.
"Kenapa harus lo yang gue suka? Kenapa harus lo orang pertama yang patahin dinding pertahanan gue, di saat semua cowok datang ke gue, tapi pesona Lo jauh lebih dulu mencuri perhatian gue."
"Kita sama-sama suka, apa lagi yang harus diragukan?"
Rara tertawa di sela tangisnya, lalu mengangkat sebelah tangannya sambil menunjuk ke arah Bintang yang hendak mendekat.
"Diam di sana, sesayang apa pun lo, itu semua udah nggak penting buat gue. Karena lo udah nggak jujur sama gue."
"Ra, chat itu nggak benar, gue bisa jamin."
"Enggak, kalau emang itu nggak bener, apa lo bisa buktiin kebenarannya?"
"Apaan, sih, Ra? Nggak lucu, kita bisa obrolin bareng-bareng, kan? Gerbang sekolah udah mau di tutup, ini juga udah sore banget, gue antar Lo balik, gimana?"
"Enggak!"
"Ra, ayolah, jangan gini."
Rara pun menatap lekat ke arah Bintang yang terlihat sudah seperti orang gila. Untung saja lelaki itu mengenakan Hoodie untuk menutupi seragam sekolahnya yang kotor karena perkelahiannya dengan Reza yang belum ia ceritakan pada Rara tentunya.
"Jangan gini? Lo sadar harusnya, gue kayak gini, karena siapa. Berhenti buat bilang kalau kita punya hubungan, kalau lo belum mau kasih bukti ke gue."
"Lo kasih syarat?"
"Terserah apa yang mau lo bilang, kalau lo bisa kasih bukti ke gue dalam waktu 2 hari, gue bisa pikirin lagi buat hubungan kita ke depannya, tapi kalau sebaliknya. Maaf, gue lebih baik jadi mantan lo, dari pada punya pasangan yang nggak jujur."
"Ok. Tapi tolong, untuk sekarang, izinin gue buat antar lo pulang."
Gelengan kepala Rara membuat Bintang kesal, ia benar-benar marah saat permintaannya ditolak, tetapi ia tidak mungkin memaksa Rara untuk tetap ikut bersamanya, walau ingin, tetap saja Rara bukan gadis biasa seperti mantannya yang lain. Ia benar-benar dibuat pusing untuk saat ini.
Mengepalkan kedua tangannya membuat Bintang tanpa sadar telah melukai kulitnya sendiri dengan kuku jari yang memang belum sempat dipotong. Beruntung Rafi datang tepat waktu, melihat Rara berjalan meninggalkan Bintang terlihat jelas oleh Rafi yang juga berjalan hendak menghampiri Bintang. Menatap ke arah Rara yang beberapa kali mengusap kedua pipinya sambil berjalan cepat.
"Gue yakin itu Reza, gimana caranya dalam dua hari gue dapat bukti itu."
"Bukti apa? Soal kecelakaan yang lo ceritain ke gue?"
Bintang mengangguk, lalu menunduk sebelum akhirnya suara panik Rafi membuatnya terkejut.
"Bintang!"
"Apa? Apa lagi?"
Rafi hanya menggeleng, lalu menarik sebelah tangan Bintang yang sudah penuh dengan darah. Entah seberapa kuat Bintang mengepalkan tangannya sampai kuku jarinya yang menancap saja tidak terasa. Saat Rafi mencoba untuk membuka kepalan tangannya, Bintang lebih dulu menariknya, lalu membukanya dan melihat darah yang mulai penuh di telapak tangannya itu.
"Ini belum seberapa, tapi rasa sakit gue ke Ayah justru semakin bertambah."
"Bi, jangan aneh-aneh deh, gue tahu lo, lo nggak mungkin melakukan hal yang buruk, kan?"
Tatapan mata Bintang benar-benar tajam, bahkan tanpa menjawab sedikit pun perkataan Rafi, ia memilih pergi dan meninggalkan Rafi begitu saja.
"Gue harap Lo nggak bego karena cewek, Bi!"
🍂🍂
Hallo balik lagi, terima kasih sudah berkunjung jangan lupa tinggalkan jejak agar aku makin semangat nulisnya, salam manis Bintang.
Publish, 21 April 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
MANTAN KE SERIBU (Selesai) ✅
Novela JuvenilKarena takut menjadi korban selanjutnya, Rara si cewek yang terkenal tomboi itu, selalu mencari alasan agar Bintang tidak menjadikannya salah satu dari deretan para mantan selanjutnya. Bukannya menerima, Rara justru memberi syarat pada Bintang, saat...