Raut wajah yang terlihat murung ditampilkannya. Duduk lemah dan memeluk diri dengan lutut yang ditekuk.
Hanya suara gemuruh petir dan hujan saling beradu memenuhi ruangan yang bernuansa abu hitam dan sedikit bercorak putih itu.
Kepalanya menunduk dan sesekali menoleh ke arah suara yang saling bersahutan dari luar jendela kamarnya.
Keadaan rumah yang tenang tapi tidak dengan pikirannya yang sangat bising.
Dia bergelut dengan pikirannya sendiri.Sudah tak terhitung berapa kali ia meneteskan air matanya untuk malam yang dingin itu. Matanya lelah karena terus menerjunkan air yang tak tahu kapan berhenti.
Badannya lelah untuk duduk dan harus dibaringkan. Semuanya sudah lemah, tapi tidak dengan isi kepalanya yang masih saja aktif dan tidak merasakan kelelahan.
Sesekali ia memukuli kepalanya sendiri dengan tangannya dan bermonolog, lo itu laki, jangan lebay, pake nangis segala. Banci!Tidak bisakah aku bahagia untuk sehari? Satu menit pun tak apa.
Bagaimana cara mereka tahu jika aku sedang marah, sedih, kecewa, putus asa? Mereka hanya tahu aku si random yang tak punya malu didepan banyak orang. Seenggaknya, senyuman itu asli.
-
Dengan jalan gontai menuju kamar mandi, lelaki itu membawa handuk untuk bersiap pergi ke sekolah dihari senin yang cerah ini.
Bukannya membersihkan badan dengan air, pria itu hanya melamun dengan air shower yang menyala di atasnya membiarkan seluruh tubunya basah dengan busana yang masih dipakainya.
Dia menutup pintu kamarnya dan berniat untuk turun menemui keluarganya untuk makan pagi bersama. Lelaki berusia delapan belas tahun itu dengan tas ransel yang dibawanya tak sengaja mendengar percakapan keluarganya yang sedang dibawah.
"Beneran nilai 4 semua?"
"Beneran bundaa."
"Ininih, baru anak ayah. Pertahanin ya Kansha. Kamu harus jadi contoh adikmu itu yang masih saja nilai dibawah 9 atau 8."
Mendengar kalimat terakhir yang ia dengar, seketika hatinya mencelos saat itu juga. Tubuhnya mematung mengahadap pintu kamarnya.
"Arka!"
"kamu mau telat?!"
"kemana si tuh anak."
Yang dipanggil pun tersadar, "iyaa Yah bentar. Tutup pintu dulu. OTW."
Di meja makan, dia hanya makan dan mendengarkan sahutan-sahutan mereka bertiga yang membicarakan nilai-nilai kakaknya yang sangat memuaskan bagi orang-tuanya. Kansha rendra, kakak satu-satunya yang selalu mendapatkan prestasi dan nilai tinggi yang diperolehnya.
Arka dinantara. Dia menggunakan pakaian putih abu seragam sekolahnya dan ia mengendarai motornya.
Tak lupa dia menggunakkan helmnya bukan untuk keselamatan atau takut untuk ditilang polisi, melainkan dia hanya ingin menutup kesedihannya menggunakan helm fullface miliknya.
Tetap saja, diperjalanan menuju sekolah pun masih terngiang-ngiang ucapan ayahnya yang secara tak langsung meng-cap dirinya sebagai orang bodoh yang hanya mendapatkan nilai lebih dari 9 pun tak sanggup.
Arka adalah Arka orang yang sangat periang dan terkenal jahil di sekolahnya, hanya dialah orang yang tak bisa membuat teman-temannya berhenti tertawa.
Dia juga sering disebut si ambis karena selalu ambis dalam setiap pelajaran. Dan tetap saja, dia sering kalah nilai dengan teman kelasnya yaitu Jack, meskipun hanya berbeda beberapa angka.
"Minimal gak pelit lah!" pekik teman sebangku Arka yang menyindirnya karena tak mau memberikan contekan sains.
"Ckk, gue juga susah ni mikirnya. Minimal mikir lah!" jawabnya tak mau kalah.
Triing!
"Akhirnya beres."
"Eh si anjir, gue belum juancok." Mirza keifer yakni teman sebangkunya menahan lengan Arka yang hendak mengumpulkan tugasnya.
"Nih cepett salin. Tapi janji beliin gue kopi." Arka memberikan bukunya seraya meringis.
-
Semua murid berhamburan keluar karena bel istirahat berbunyi. "Tadi mau kopi?" tanya Mirza yang tengah membereskan peralatan belajar nya yang terletak di atas meja.
"Kopi yang biasa lah."
"Americano? Berapa shot?"
"6 shot, tapi 5 botol ye." ia memasang wajah aegyo didepan wajah Mirza yang mendapat toyoran darinya.
Mirza sudah muak menasihati Arka yang masih mengonsumsi kopi 6 shot dan itu sehari 5 kali. Mungkin karena belum merasa jika ada yang aneh, diapun masih tak percaya jika meminum kopi berlebihan bisa menimbulkan penyakit.
Sempat ia membuka browser dan memang benar ia melihat penyakit yang disebabkan mengonsumsi kopi berlebihan.
Tetap saja ia pura-pura buta.
Sampai Mirza pun hafal jadwal Arka meminum kopi. Pagi, siang, sore, malam, dan dini hari.
Sudahlah, mari lupakan kopi.
-TBC-
- (Berganti hari)
***(Beberapa menit kemudian/ hari yang sama)
KAMU SEDANG MEMBACA
LOOKING FOR HAPPINESS (REVISI)
Novela JuvenilPemuda yang sangat terobsesi dengan angka. Ia selalu dibandingkan dengan kakaknya yang notabene selalu mendapat nilai tertinggi di kampusnya. Berbeda dengannya yang tak bisa menggapai angka hanya 9 saja. Dia hanya manusia biasa yang tidak bisa menja...