"Kalau mau tidur, tidur aja. Istirahat. Biar badanya enakan juga."
Anak berdarah Korea itu hanya menganggukan kepala, tidak ada tenaga sama sekali untuk mengeluarkan suara. Dewi menuntun sang anak untuk berbaring dikasur hotel, baru saja akan melepas sepatu sang anak, tapi Arru langsung menarik kakinya dan menggeleng. Ia membuka sendiri sepatunya.
"Mama juga istirahat, pasti capek."
"Kalau ada apa-apa telepon Mama, oke? Nanti kamu sekamar juga sama Deza."
"Hyung belum sampe?"
"Kan kalian tadi berangkat bareng, gimana sih. Mungkin lagi ketemu temen-temennya dulu. Udah kamu tidur. Nanti sore kita harus nyambut keluarga besar Papi Damar."
Arru kembali merebahkan diri setelah Dewi pergi. Tangannya terangkat memijat pelipisnya sendiri. Ia benar-benar payah dalam perjalanan. Terbang ke Bali tidak terlalu lama dibandingkan saat ia dari Korea ke Indonesia, tapi tetap saja dengan jarak dekat pun ia pasti mabok.
Anak itu menatap langit-langit kamarnya, memikirkan hari esok yang merupakan hari besar bagi sang Mama. Tentu saja ia senang ketika Dewi kembali mendapat pasangan hidupnya, hanya saja baginua tidak ada yang bisa mengantikan sosok Papanya.
Matanya terpejam saat rasa sesak kembali menindih dadanya. Mengingat Papa selalu semenyakitkan ini, tapi jika harus melupakan Papa, itu hal yang paling mengerikan. Hingga keheningan berhasil membawanya terlelap, membiarkan sudut matanya yang basah.
"Heh! Bangun."
Arru tersentak kaget dalam tidurnya, ia membuka mata, mengerjap berulang kali guna menetralkan pandangannya yang berbayang. Ia yang tak pernah bisa tidur nyenyak dan gampang terusik memudahkan orang lain membangunkannya. Arru menggeliat pelan sebelum mendudukan diri.
"Hyung?"
"Ngapain disini?"
"Hah?
"Lo ngapain di kamar gue?"
"Kata Mama kita sekamar. Tenang, hyung, aku tidurnya nggak ngamuk, kok. Diem kaya patung. Nggak ngedengkur juga, beneran. Hyung juga nggak berisikan klo tidur?"
Deza melempar jaketnya asal, menggerutu kesal. Kenapa juga ia harus sekamar dengan anak yang sedang ia hindari. Ngaku kaya, tapi nyewa kamar aja susah. Baru terlintas ide untuk tidur di kamar Kevin, namun langsung urung karna mengingat seberapa menyebalkannya anak itu.
Baiklah, mau tidak mau ia tidur dengan Arru. Ini terpaksa dan paksaan.
Arru menghela napas melihat calon kakaknya itu masuk kekamar mamdi tanpa membalas ucapannya. Apa itu artinya ia ditolak lagi?
~~~~
Dewi yang memiliki latar belakang yang kurang baik, sempat khawatir dengan respon keluarga besar Damar. Perkiraan buruk terus menerus menghampiri pikirannya dari sejak dimana Damar memperkenalkannya pada kedua orang tua. Tapi sampai disitu ternyata respon yang diterima Dewi cukup baik.
Dan sekarang pikiran buruk itu enyah begitu saja ketika sambutan hangat diterimanya. Keluarga Damar sangat hangat, dengan tutur katanya yang dijaga. Ia bahkan tah henti-hetinya mengucapkan terima kasih karna mereka mau menerima kehadirannya dengan sang putra.
"Tante, dimana anak tante? Kevin mau liat calon adek sepupu. Kemaren Kevin sempat minta fotonya ke bang Deza, tapi ga dikasih. Tu orang emang pelit."
"Mungkin masih dikamar, Sebentar lagi datang. Sabar, ya sayang."
"Nggak bisa, Kevin dah gemes dari tadi, Tan."
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Rucil
Teen FictionDeza tidak mengerti jalan pikir sang ayah, pria tua itu meminta restu darinya untuk menikah lagi. Jika saja Deza masih berusia belasan tahun, mungkin ia akan membiarkannya. Tapi sekarang Deza sudah dua puluh empat tahun, bagaimana bisa ia memiliki i...