"Buset, Nin, kok rame banget."
Anin mengamini ucapan Lengkara melihat tribun penonton yang nyaris penuh. Hampir sebagian yang datang didominasi perempuan, sisanya para cowo yang bisa dihitung jari. Ada juga banci-banci melehoy yang sudah nangkring di barisan depan.
Melihat sesaknya stadion yang dipakai Aksara dkk latihan basket, Anin berasa ingin putar balik sekarang juga. Males banget sebenarnya dia tuh. Kalau bukan karena dipaksa Lengkara berdasarkan embel-embel sahabat suportif, mana mau Anin ke sini.
"Tau ih, latihan doang juga. Kerjaan cowok lo nih pasti yang ngundang semua Fakultas," cemoohnya membuat Lengkara mendelik.
"Bagus, lah. Friendly berarti cowok gue. Oh my God! My baby Madaaaa! My baby look so hawttt!!!" Lengkara memekik dan berlarian ke tribun paling depan, membuat banyak pasang mata memperhatikan mereka aneh.
Anin meringis malu. Selain ingin pulang, ia juga mau menenggelamkan diri saja rasanya. Tapi mengetahui Aksara yang sadar akan kedatangannya, Anin ikut mempermalukan diri dengan meloncat-loncat dan dadah-dadah semangat.
10 menit terpanas yang pernah Anin rasakan sebab Lengkara tidak henti-hentinya meneriaki nama Mada yang membuat cewek-cewek lain julid. Lengkara bahkan hampir baku hantam dengan para bencong kalau tidak Anin jambak rambutnya agar diam di tempat.
"Anin, gue baru nyalon anjenggg!" seru cewek itu tidak terima rambut anti badainya ditarik-tarik.
"Gue tau lo titisan hulk, tapi ya liat dulu lah lawannya, pe'a! Kita cuma berdua, mereka rombongan cuyyy! Bencong pula. Mau lo pulang-pulang nyokap lo tahlilan?" ucapnya jengkel, setengah berbisik karena malu. Sedangkan Lengkara masih misuh-misuh tidak karuan.
"Nyebelin banget tuh para bencong, Nin. Minta gue tabok satu-satu kali congornya."
"Yang ada elo babak belur." Anin menggaruk keningnya frustasi. Stress dia punya temen modelan Lengkara yang kesabarannya setipis tisu dibagi 2, apa-apa dibawa emosi. Kontras dengannya yang legowo di segala situasi. "Better samperin sana cowok lo, udah melototin noh dari tadi, takut matanya gelinding gue."
Ekspresi kesal Lengkara berangsur-angsur berubah menjadi riang. "MADA SAYANGKUUU!"
Bersamaan dengan kepergian Lengkara yang berlarian menghampiri Armada, Aksara mendekat dengan kain lap keringat di tangannya. "Katanya mau drakor-an aja seharian." ia menyingkirkan sling-bag Lengkara dan duduk di sana.
Mengulurkan sebotol air mineral yang sengaja ia beli, Anin tersenyum manis. "Enggak lah. Gue kan support person banget orangnya," katanya sembari mengibaskan rambut. Halah, padahal kalau tidak dipaksa mana mau dia jauh-jauh datang ke sini.
"Ke sini naik apa?"
"Naik ojol, sama Lengkara," katanya. "Tapi balik sama lo, ya? Pleaseee. Lengkara pasti balik sama Mada."
Aksara diam sejenak, tampak berpikir selama beberapa saat. "Gue udah janji sama Milan mau nganterin dia balik. Enggak enak kalau nggak jadi."
"Milan?"
Mengikuti arah tatapan Aksa tertuju, ia mendapati wanita berambut pendek itu di tribun sebrang, tersenyum setelah kepergok sedang mengamati mereka berdua. Anin meringis kecil. Satu-satunya wanita yang membuatnya merasa tersaingi hanya lah Milan, soulmate Aksa sejak jaman maba.
Yang mana nasibnya dengan Milan tidak jauh berbeda; sama-sama terjebak friendzone dengan orang yang sama.
"Oh, yaudah gapapa. Gue ngojol lagi aja," ucapnya berusaha terlihat legowo.
Aksa menggeleng. "Enggak, jangan. Nanti gue nganterin Milan dulu. Lo tunggu di sini, ntar gue balik lagi," usulnya, yang mana ditolak Anin mentah-mentah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metafora
FanfictionDi tengah hubungan tidak jelasnya dengan Aksara, pertemuan tidak sengaja Anindya dengan Tenaka membawa keduanya melewati batas hubungan pertemanan. Lalu Tenaka menawarkan apa yang selama ini ia harapkan dari sosok Aksara; status. Sedang hatinya mas...