22 tahun yang lalu.
"Selesai!"
"Wah, indah sekali!" puji anak-anak mengerubungi lukisan pasir buatan Gilda.
"Anee-san, dapat dari mana pasir berwarna ini?" tanya salah satu anak.
"Aku mengumpulkannya dalam perjalanan di setiap tempat," jawab Gilda.
"Anee-san seorang pengembara?" tanya anak lain.
"Begitulah."
"Hebat!" seru mereka bersama.
"Lalu, pasir di tempat ini menjadi..." Gilda mengambil segenggam pasir. Mulai menaburkannya di atas nampan besi. Jari-jarinya bergerak, memberi pembatas.
"Jadilah bunga!"
Anak-anak berseru kagum bersama.
"Bunga apa ini?"
"Mawar. Lalu yang ini," tunjuk Gilda di sebelahnya. "Geranium."
"Terlihat lebih mudah menggambar yang ini daripada yang itu."
"Iya."
Beberapa wanita paruh baya mendekat. Melihat hasil karya buatan Gilda.
"Cantiknya. Ini buatanmu Gilda?"
Gilda menggaruk pipinya, malu-malu. "I-iya."
Wanita paruh baya itu tersenyum. "Terima kasih sudah menjaga mereka. Kalau begitu kami pulang. Ayo, Carol."
"Sampai jumpa besok, Anee-san."
Gilda melambaikan tangannya pada semua anak-anak yang pergi di jemput. Yah, karena sudah sore. Hingga tersisa satu anak.
Rambutnya terikat dua, dan memakai baju kebesaran. Ia sibuk menggerakkan jarinya di dalam nampan.
"Amelia, kamu tidak pulang?" tanya Gilda.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Kenapa? Mama-mu nanti khawatir. Mau kuantar?"
Kepalanya terangkat.
—
"Terima kasih mengantar Amelia pulang. Maaf, sudah merepotkanmu."
Gilda menggeleng. "Tidak apa-apa, lagi pula ini sudah sore. Bahaya kalau terjadi apa-apa padanya."
"Mau menginap?" tawar tuan rumah sambil tersenyum ketika Gilda hendak melangkah pergi. "Tidak baik begadang terus setiap malam di atas atap rumah penduduk."
Pipi Gilda bersemu. "Terima kasih."
—
Gilda menatap langit-langit. Hendak menutup matanya namun tidak jadi ketika tirai pembatas terbuka. Keluarlah Amelia dengan nampan dan beberapa botol berisi pasir dengan warna yang berbeda.
Mereka kemudian menggambar bersama.
"Kamu tidak mengantuk?" tanya Gilda.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Amelia memang anak pendiam, ya."
"Tidak juga. Aku banyak bercerita kepada mama. Anee-san, ajari aku menggambar bunga Geranium."
"Kenapa tidak bunga mawar?"
"Susah."
Gilda terkekeh, "baiklah." Gilda mengambil tangan anak itu. Menuntunnya membuat garis di atas pasir hingga membentuk bunga. "Selesai."
Alis anak itu berkerut melihat hasilnya. "Kenapa jadi bunga mawar?"
"Pembuktian. Menggambar mawar tidak sesusah yang kamu kira," jawab Gilda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Became His Daughter [Trigun Stampede]
FanfictionDia terlahir dari tangan kirinya yang di potong oleh Millions Knives-saudara kembarnya-ketika kembali bertemu setelah bertahun-tahun pesawat mereka jatuh dan hancur. Saat itu tangannya tiba-tiba memunculkan lubang hitam yang menarik semua yang ada d...