Di sebuah wilayah tanpa Plant sebagai sumber energi. Digantikan oleh kincir angin besar. Namun, angin tidak bertiup.
Para penduduknya pun mulai berharap pada sosok 'Tuhan'. Di rumah masing-masing duduk khusyuk dengan kedua tangan terkepal menyatu. Menghadap kain merah dengan lambang lingkaran dan garis di sekitarnya. Sembari mendengarkan rekaman ceramah.
[Karena bahtera yang jatuh, kita, para pendosa, juga terjatuh ke tempat ini. Berdoalah. Tuhan akan mengutus malaikat untuk menyelamatkan kita. Pujilah malaikat, muliakan malaikat. Jadilah mata dari malaikat. Berdoalah untuk mendapat berkat tuhan.]
Anak kecil itu batuk di tengah do'a. "Ya Tuhan. Aku mohon pada-Mu, biarkan angin bertiup kemari. Jika tidak, aku akan..."
—
[Saat kedua malaikat turun dari langit, muncul cahaya di tengah kehampaan yang memimpin kami ke negara Tuhan.]
"Panas sekali..." keluh Meryl.
[Semuanya, dengarkanlah. Kebijaksanaan Michael, sang misionaris, dan pendeta William.]
"Maaf, boleh kuganti salurannya?" izinnya. Kemudian memutar tombol bagian. "Apa yang dikatakannya sih?"
[Cuaca panas akan terus berlangsung di bagian barat.]
"Apa yang dikatakannya?" ulang Roberto. "Kebaktian untuk umat agama Plant. Ku dengar pusatnya ada di July."
"Sial! Aku sudah muak dengan suhu panas ini."
"Pada awalnya," Perhatian Meryl teralih pada Roberto. "Warna pasir di sini sama seperti gurun pada umumnya. Lalu di suatu malam!" teriak Roberto membuat Meryl terkejut.
"Tiba-tiba muncul sesuatu. Manusia atau monster? Sampai saat ini, tidak ada yang mengetahuinya. Karena orang yang melihat wujudnya... Karena orang yang melihat wujudnya dibunuh tanpa terkecuali!"
Meryl mulai ketakutan. Vash yang semula tertidur kini terbangun karena teriakan Roberto. Ia serius mendengarkan sembari memeluk Gilda dan jubahnya sebagai selimut agar tidak jatuh karena bagian belakang menjadi sempit.
"Kudengar, darah para korban membuat warna pasir di gurun ini menjadi merah dalam semalam." Roberto tiba-tiba menoleh setelah selesai. Mengagetkan Meryl. "Menurutmu keren atau tidak?"
"Aku hanya terkejut," elak Meryl. Roberto tertawa berhasil mengerjainya.
Rem mendadak diinjak Meryl bersama setir mobil yang diputar cepat. Membangun dua oranh lainnya yang tertidur.
"Kenapa tiba-tiba berhenti?"
"Lihat itu," Kata Meryl.
Semua turun dari mobil menuju pada Worms yang tidak bergerak.
"Sepertinya... Sudah mati," kata Meryl lebih dulu sampai.
"Sepertinya dikalahkan tanpa senjata," sahut Wolfwood.
"Tanpa senjata?" ulang Roberto.
Meryl menoleh. "Mungkinkah perbuatan kelompok Million Knives?"
"Kemungkinan besar monster yang kusebut tadi," jawab Roberto.
"Mana mungkin," kata Meryl.
"Dia sudah mati beberapa waktu yang lalu. Meskipun perbuatan Knives, dia sudah tidak ada di sini. Benar bukan, Rambut duri?"
Tetapi, Wolfwood mendapati Vash dan Gilda sedang memunggunginya. Menghadap ke sebuah kota dimana terlihat kincir angin besar.
"Ada apa?" tanyanya.
Namun Vash diam tak menjawab. Ia malah berjalan ke arah kota itu, sedangkan Gilda berlari. Wolfwood menghela nafas dan mulai mengikutinya. Meryl dan Roberto juga kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Became His Daughter [Trigun Stampede]
FanficDia terlahir dari tangan kirinya yang di potong oleh Millions Knives-saudara kembarnya-ketika kembali bertemu setelah bertahun-tahun pesawat mereka jatuh dan hancur. Saat itu tangannya tiba-tiba memunculkan lubang hitam yang menarik semua yang ada d...