"Yang tidak merasakan tidak akan paham dan yang tidak mengalami tidak akan mengerti."
• • •
Sore ini tepatnya pukul 15.00, suasana depan sekolah SMA SASTRA sedang ramai-ramainya karena banyak para siswa dan siswi yang tengah keluar dari area sekolah.
Mika terlihat berjalan sendirian di atas trotoar sambil melamun. Hatinya sudah terasa tidak seperti dulu lagi. Seperti ada yang berbeda sekarang. Mungkin karena dirinya dan Elgar sudah putus hubungan.
Menjalin hubungan dengan Elgar selama satu tahun itu bukanlah waktu yang singkat. Dan kini ia harus terbiasa tanpa adanya Elgar. Walaupun Elgar itu bersikap keras padanya tapi Mika benar-benar tulus mencintai cowok itu.
Tapi apa balasan yang Elgar berikan padanya?
Hanya luka, lagi dan lagi.
Mika memilih duduk di kursi halte yang untungnya tengah sepi, ia melepas tas punggungnya dan memangkunya. Tasnya ini lumayan berat, karena ada beberapa buku cetak tebal yang ia masukan padahal buku itu tidak penting. Entahlah ini aneh.
Sore ini sepertinya akan turun hujan. Terlihat dari awan hitam yang mulai menebal di atas sana, pun dengan angin yang berhembus lumayan kencang hingga menerbangkan dedaunan yang berserak di tanah.
Mika itu benci hujan. Karena seolah-olah hujan menyuruhnya untuk bersedih atas kejadian yang menimpanya. Sebab saat Mika tengah kehilangan sesuatu hujan selalu turun. Mika tidak tahu itu hanya kebetulan atau apa.
Mika juga tidak ingin ambil pusing memikirkan itu.
"Ini gak ada taxi atau bus yang lewat gitu?" Mika menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri untuk melihat kendaraan yang lewat. Namun hasilnya nihil, hanya ada kendaraan motor yang lewat dan itupun milik siswa SMA SASTRA.
Tunggu. Bukanya itu motor Elgar? Mata Mika menyipit sebelum akhirnya kembali normal. Benar itu Elgar, dengan Kia yang duduk di jok belakang sambil memeluk pinggang cowok itu.
Setelah melihat kejadian tadi entah kenapa tubuh Mika seperti ada yang aneh. Keringat dingin tiba-tiba muncul dan tangannya pun sedikit gemetaran.
"Mama..." Mika mengusap dahinya yang basah dengan telapak tangan.
Tak kuat menahan rasa aneh dalam tubuhnya, Mika kembali menggendong tas punggungnya dan berlari menjauh dari area ini.
Sampai di jalan yang sepi Mika menghentikan langkahnya dan duduk berjongkok di pinggiran aspal. Menetralkan nafasnya yang memburu.
"Uh..." Mika memejamkan matanya karena kepalanya terasa berdenyut sakit.
Sial! Tasnya yang terlalu berat ini juga membuat pundaknya sakit. Kenapa hari ini terasa sial sekali.
Cukup lama Mika berdiam disitu sampai akhirnya terdengar suara berat milik laki-laki yang membuatnya mendongak dengan kaget.
"Hai, cantik." Pria berbadan besar dengan perut sedikit buncit itu menghampiri Mika sambil senyum-senyum jahil.
Mika langsung berdiri dan dan berjalan mundur. "Mau apa lo?"
"Main sama om, yuk?" Pria itu menyisir rambut pirangnya kebelakang.
Tidak! Itu tidak terlihat tampan. Karena rambut pria itu tidak utuh, bagian depannya itu tidak ditumbuhi rambut. Alias botak.
Pria itu menyentuh pundaknya dan langsung ditepis oleh Mika. "Jangan pegang-pegang gue sialan!"
"Ayolah cantik," Pria dengan perut buncit itu terus berjalan maju sedangkan Mika berjalan mundur.
"Sini yok sama om? Kita seneng-seneng." Dengan tangannya yang agak bewarna gelap itu, ia mengusap pipi Mika yang dibalut perban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Mika (On Going)
Teen Fiction❝Di tuntut untuk mendapatkan nilai sempurna itu membuatku mati perlahan.❞ **** Start: 07 April 2023.