Delapan

265 175 1.4K
                                    

"Mika?"

"Jadi lo Abang tinggi, ganteng, wangi, baik hati itu," Ucap Mika menatap laki-laki jangkung didepannya. Sebenarnya Mika juga tak kalah terkejutnya melihat cowok itu berada di sini.

Cowok itu menyudahi kegiatannya yang sedang bercerita dengan anak-anak dan berjalan mendekat ke arah Mika. "Lo ngapain di sini?"

"Harusnya gue yang nanya gitu. Lo ngapain di sini?" Mika menatap cowok berbadan tinggi itu jengah.

"Bukanya kebalik ya?" Cowok itu terkekeh hambar.

Mika hanya melengos malas. "Terserah Septian! Terserah!"

Kini mata Mika berpaling dari Septian. Matanya kini sibuk mengamati pemandangan yang indah ini dengan kagum. Telinga Mika bisa mendengar suara air yang jatuh dengan jelas. Mungkin itu air terjun.

Di sini itu ramai. Banyak anak-anak yang tengah bermain mainan tradisional. Seperti, main kelereng, lompat tali, dan engklek. Dari keseluruhan anak itu, sepertinya Fano yang tertua di sini. Mika bisa melihat dari postur tubuhnya, tubuh anak itu yang lebih tinggi di banding anak lainnya.

Sebenarnya rumah Fano ini bukanlah rumah yang seperti Mika bayangkan sebelumnya. Itu bukan rumah, melainkan hanya gubuk yang terbuat dari anyaman bambu. Tapi sepertinya gubuk itu baru saja di perbaiki, terlihat dari beberapa dinding yang bewarna kekuningan. Berbeda dengan dinding lain yang bewarna kecoklatan.

"Cantik, kan?" Suara Septian membuyarkan lamunannya.

"Iya, Di sini sejuk." Jawab Mika.

Fano yang masih menggandeng tangannya bersuara. "Fano baru tau tempat ini beberapa bulan yang lalu. Dulunya Fano tinggal di bawah jembatan terus ketemu abang-abang baik, mereka ngajak Fano kesini. Fano suka sama tempatnya!"

Terselip rasa penasaran pada benak Mika. Dari tadi Fano terus menyebutkan 'abang-abang' jelas itu bukan hanya satu orang. Tapi siapa lagi? Dan di mana mereka?

Pandangan Mika mengarah ke bawah, tersenyum pada Fano. Tangannya terulur untuk mengacak rambut hitam milik Fano. "Kakak iri sama tempat tinggal Fano."

"Kalo kakak mau, kakak bisa tinggal di sini sama Fano!" Ucap Fano sumringah.

Mika berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan anak itu. "Kakak mau tapi kakak gak bisa,"

"Kenapa?" Dahi Fano berkerut.

"Fano gak perlu tau. Tapi kalau kakak lagi sedih, kakak boleh main ke sini kan?"

Fano langsung mengangguk kesenangan. "Boleh-boleh! Nanti Fano yang hibur kakak!"

Mika hanya menganggapnya dengan tawa. Sepertinya mulai hari ini, ia memiliki tiga tempat favorit. Yakni, makam mamanya, pohon dekat sungai dan rumah Fano.

"HALLO ADIK-ADIK AKU! ABANG GANTENG BAWA BANYAK MAKANAN!"

Mika menolehkan kepalanya ke belakang saat mendengar suara yang melengking itu. Di sana Ersa berjalan sambil menenteng dua paper bag besar di tangannya. Tak lama ada satu orang lagi yang menyusul dari belakang cowok itu. Dia Kenan.

Ersa menghentikan langkahnya saat melihat Mika ada di sini. Apalagi dengan tampang seperti gembel itu membuat Ersa sepertinya pangkling.

"Lo... Mika?"

"Iya ini kak Mika. Kalian saling kenal ya?" Fano yang menjawab, Mika hanya diam tanpa memandang wajah Ersa.

Kenan maju dan menyerahkannya paper bag yang ia bawa pada Fano. Cowok itu juga mengambil paper bag pada tangan Ersa dan menyerahkannya pada Fano. Total paper bag yang Fano bawa ada empat.

Luka Mika (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang