00.01 Double Date

218 5 0
                                    

"Percayalah kamu adalah satu, tiga dan empat tiada duanya."

***

Sorak riuh tepuk tangan berhasil memekak sejumlah pasang telinga. Mereka semua nampak gemas melihat pertandingan yang tengah berlangsung menegangkan. Miris, setiap kali lawan dibanting para penonton ikut meringis dan berseru puas juga mendesah lelah.

"BANTING LAGI KAK VANYA!" pekik Anya sembari bertepuk tangan girang ketika Vanya berhasil membanting lawan.

"HIYAH!" sembur Vanya sembari menekan lawan dengan kakinya.

"A-a-a!" raung si lawan sembari memukul matras pertanda sudah menyerah.

"Woohhh!" Anya membekap mulut kagum ketika melihat Vanya berhasil menumbangkan lawan dalam waktu sekejap.

Sedangkan Bima menganga lebar menyaksikan pertandingan taekwondo untuk pertama kalinya. Tanpa sadar dia menepuk pipi beberapa kali dan meringis takut ketika mengingat bogeman mentah Vanya satu tahun lalu di gerbang SMA Bangsa. Aduh, miris banget.

"Sayang," panggil Bima sembari menarik ujung baju Anya lembut. Dia merengek membuat Anya menoleh dan mengangkat kedua alis kentara.

"Kenapa, sih, Kak?" ketus Anya sedikit memekik karena suasana sangat riuh.

Nampak Bima memelas membuat Anya sedikit mendekat. "Kenapa? Azura, kan udah kita titipin ke Bunda!"

"Takut sayang," sahut Bima semakin menghimpit jarak.

Istrinya mendengus kasar dan mendorong pelan kepala suaminya. "Jangan lebay, deh, Kak." Bukannya menjauh, Bima malah makin mengeratkan pelukkan pada Anya membuat istrinya memutar bola mata malas.

Hingga riuh tepuk tangan sukses mengalihkan fokus Anya. Ibu satu anak itu loncat kegirangan kala melihat Vanya dinyatakan sebagai pemenang. Masa bodoh dengan suaminya yang merengek bak anak kecil. Dia hanya peduli pada sang Kakak yang tak pernah terkalahkan.

"Daebak!" seru Anya membuat Vanya terkekeh sembari menyeka piluh keringat.

Di samping Anya ada Bima yang tak berani angkat suara, dirinya masih takut ketika melihat bagaimana ganasnya Vanya membanting lawan. Kakak iparnya tentu sadar ada yang tidak beres dengan Bima, membuat Vanya menghentikan langkah dan memandang Bima yang ikut berhenti.

Anya mengangkat kedua alis kentara saat Vanya diam dan melipat tangan di dada. "Mau gue hajar lagi kayak waktu itu gak, Bim?" tawar Vanya nampak jahil yang malah membuat Anya keheranan sedangkan Bima perlahan menoleh dan menggeleng cepat.

Raut wajah Bima bisa dibilang ketakutan dan sangat menggemaskan membuat Vanya tak bisa lagi berkata-kata selain tertawa tak habis pikir. Sembari mengibaskan tangan ke udara Vanya kembali melangkah.

"Waktu itu belum pake tenaga dalem lho Bim, baru 25℅ dari 100℅ tenaga gue," gerundel Vanya yang perlahan menjauh dari pasutri tersebut.

Tenggorokan Bima seketika tercekat mendengar perkataan Kakak iparnya yang dihiasi nada-nada bak seorang psikopat.

"Emang kamu pernah dihajar Kak Vanya?" tanya Anya membisik yang membuat Bima gelagapan dan hendak menjawab. "Payah!" cetus Anya sembari melenggang meninggalkan Bima yang menganga tidak percaya.

"Demi perguso kenapa gue jadi susi? Suami takut istri," gumamnya tak habis pikir sembari melihat sekitar yang ramai dan bergegas menyusul Anya dan Vanya.

2. Baby BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang