Chapter 4 : Hopeless Girl

131 16 5
                                    

Ruhi menghela napas begitu membuka  dan menatap kanopi ranjangnya. Ternyata semua bukan mimpi walau dia berharap demikian. Seperti sudah mendarah daging, gadis dengan rambut bergelombang pendek itu bangun pukul lima pagi. Biasanya kalau di rumah dia akan langsung beres-beres dan membantu ibunya memasak. Di sini dia hanya berdiam di atas ranjang menatap kanopi yang indah ini.

Tiba-tiba dia teringat kejadian semalam. Rama membuatnya malu, dan sekarang dia tahu di mana-mana ada CCTV begitu juga  di paviliun yang ditempatinya.

Astaga. Jangan bilang kalau kemarin mereka melihat Mas Rama yang nyium aku!

Ruhi ingin menangis rasanya. Menangis malu. Rama benar-benar membuatnya terkejut. Pria yang dikenalnya dulu agak menjaga jarak dan bersikap dingin lalu tiba-tiba bersikap sedikit mesum. Tentu saja itu menakutkan bagi Ruhi. Sepanjang hidupnya dia tak pernah dekat dengan pria. Entah kenapa dia selalu merasa para pria menjaga jarak dengannya.

“Apa ini pilihan yang benar ya?” Ruhi bergumam.

***

Sarapan pagi terasa canggung karena hanya ada Ruhi dan Rama. Maklum semua orang baru akan meninggalkan rumah sekitar pukul sembilan pagi, dan hanya Ruhi yang harus ada di sekolah pukul 7 pagi. Sebenarnya bisa pukul berapapun ke sekolah karena sudah bebas setelah ujian, tapi Ruhi dengan beribu alasan ingin berangkat sepagi mungkin karena jarak ke sekolahnya lumayan memakan waktu dari istana Meranding. Dia hanya berharap Rama belum siap dan bisa pergi bersama supirnya, Nandi. Tapi sayang Rama bahkan sudah siaga sejak subuh.

“Setelah kupikir-kupir, aku naik grab saja Mas,” celetuk Ruhi merasa terintimidasi melihat mobil yang ada didepannya. Bagaimana dia bisa pergi ke sekolah negeri biasa dengan diantar mobil mewah.

“Apa? Memangnya kenapa? Kamu nggak suka mobil ini? Ya sudah pilih di garasi mana yang kamu suka. Ayo!” Rama tidak habis pikir kenapa Ruhi menolak. Dia padahal sudah menenteng Aston Martin, mobilnya waktu sekolah dulu. Jiwa mudanya kembali menggebu kalau berurusan dengan calon istrinya.

“Bukan nggak suka,” gumam Ruhi.

“Terus?”

Ruhi melihat sekitar dan mendapati para bodyguard menatapnya dari balik kacamata hitam mereka. Gadis itu menciut.

“Naik motor saja gimana?” usul Ruhi.

No way!” tolak Rama. “Mana mungkin aku biarin kamu keanginan dipagi buta begini ke sekolah yang jaraknya jauh?! Kalau masuk angin gimana?”

“A-“

“Sudah, masuk!” potong Rama sambil memberi kode Ruhi untuk segera masuk ke mobilnya.

Ruhi menghela napas. Dengan langkah berat dia masuk ke mobil. Terpaksa sudah pasti, tapi bagaimana lagi. Sorot mata tajam Rama membuatnya takut. Siapa tahu apa yang akan dilakukan tunangannya itu kalau dia masih bersikeras tidak mau naik mobil.

Drama naik mobil selesai, Rama bahkan memberikan senyum terbaiknya pada Ruhi yang duduk di sebelahnya. Terlihat tidak nyaman, seperti ingin melompat keluar. Seperti anak kucing yang mau dibawa ke dokter untuk vaksin.

Bagi Ruhi ini adalah permulaan. Selanjutnya dia harus membuat Rama menurunkannya agak jauh dari gerbang sekolah. Kali ini dia harus berhasil.

“Mas nanti berhenti dulu di Omegamart sebelum sekolahanku ya,” ujar Ruhi.

“Kenapa? Mau beli sesuatu?” tanya Rama tanpa menoleh.

“Iya itu mau beli,” ujar Ruhi terdengar tidak meyakinkan.

“Beli apa?”

Ruhi terlihat berpikir. Dia tak menyiapkan jawaban. Siapa sangka Rama bakal tanya detail.

Dipinang Bungsu MiliarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang