4.9 ; Winwin

383 78 6
                                    

Winwin merupakan orang baru yang harus Yoonji terima dalam hidupnya. Dia pikir, pria itu akan bersikap begitu dingin dan juga ketus. Namun, prediksinya salah besar akan hal tersebut. Winwin malah sangat ceria dan suka sekali berceloteh untuk menghilangkan kecanggungan antara mereka berdua.

Sesekali Yoonji tertawa kecil akan lelucon yang dilontarkan oleh pria itu. "Seseorang bilang padaku kalau senja dan fajar tidak bisa bersama, tapi saling melengkapi."

Winwin menoleh, dia menatap wajah Yoonji dari samping seraya tersenyum. "Dia benar. Mereka adalah dua hal yang tidak bisa bersatu. Kau tau kenapa?" Yoonji menoleh.

"Karena, mereka sudah punya jalan masing-masing. Bahkan, mereka punya pasangannya masing-masing loh. Semesta mungkin tau kalau senja dan fajar ingin bertemu, tetapi ditentang oleh waktu."

Yoonji mendengarkan hal itu dengan cukup serius. Lalu, Winwin sendiri tengah memandang ke langit yang dipenuhi oleh bintang dan bulan sabit di sana. Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke balkon yang cukup luas untuk sementara waktu, setelah berbincang di dalam gedung tadi.

"Senja dan fajar punya peranan penting masing-masing, hingga mereka tidak punya waktu yang tepat untuk saling bertemu."

"Tuhan menciptakan bulan dan bintang untuk senja, dan menciptakan matahari untuk fajar. Kau tau artinya apa?" Yoonji menggeleng kala Winwin bertanya hal itu padanya.

"Karena Tuhan tau apa yang mereka butuhkan untuk ditemani ketika waktu mereka tiba nantinya. Matahari akan terus bersama fajar, dan bulan akan bersama senja. Seperti itu hukumnya, tidak akan ada yang bisa membantah," papar Winwin seraya menatap lekat pada sosok wanita di sampingnya.

Jantungnya berdebar kencang ketika angin malam tak sengaja menerbangkan beberapa helai rambut Yoonji. Untuk kesekian kalinya, pria itu jatuh dalam pesona Yoonji walau hanya dengan sekali pertemuan. Sekejap, tangannya terangkat menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah cantik Yoonji.

Wanita itu tersentak kaget. Ia mundur selangkah, dan memalingkan wajahnya dari sana. "Lalu, apa yang akan kau pilih? Senja atau fajar?"

"Aku tidak bisa memilih diantara mereka. Keduanya sangat penting. Tapi, aku akan mengambil jalan tengah. Aku memilih malam." Yoonji mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Malam hadir saat senja, dan malam hadir sebelum fajar. Malam tidak sendirian, ia ditemani oleh bulan dan juga bintang. Pasangan yang ditakdirkan oleh semesta, dan direstui oleh waktu," jelas Winwin.

"Artinya?"

"Artinya, pasangan yang sejati akan selalu didukung semesta dan juga waktu. Yang selalu menemanimu, dan tidak meninggalkan dirimu, serta punya tujuan yang sama. Dan, aku berharap kita bisa menjadi seperti itu."

"Win, kau bilang kita ini berteman, kan?" tanya Yoonji.

"Iya, semua hal dimulai dari pertemanan, kan?" Yoonji mengangguk.

"Kalau begitu, aku akan menunggumu sampai kau siap melanjutkan hubungan ini di tahap selanjutnya," ujar Winwin dengan tatapan teduh miliknya.

Yoonji diam. Dia tidak menjawab, perempuan itu mendongak menatap langit malam hari ini. Winwin memang pria yang sangat baik hati dan juga manis. Namun, walaupun begitu adanya. Yoonji tetap sulit menerima kehadiran pria ini dalam hidupnya. Pikiran Yoonji masih terselimuti oleh Jisung.

Tidak ada yang lain.

Bayang-bayang dari pria itu masih menghantui dirinya, walau ada Winwin di samping Yoonji. Ia tidak tahu, apakah memang karena hatinya yang masih menolak untuk merelakan Jisung, atau benaknya yang menolak melupakan sosok itu. 

Di sisi lain, Jisung tiba di Gwangju pada malam hari. Cukup lelah perjalanan dari Seoul ke Gwangju, dan memakan waktu yang lama pula. Sejenak, dia memandang lalu lintas kota ini yang dipenuhi oleh orang-orang walau sudah malam. Begitu banyak orang, hingga membuatnya jadi ragu.

Apakah ia dapat menemukan Yoonji disaat kota Gwangju cukup padat seperti ini?

Terlebih lagi, Jisung tidak tahu di mana Yoonji tinggal. Ia benar-benar tidak tahu, dan harus mencari wanita itu dengan perlahan. Langkah kakinya membawa pria itu ke sebuah hotel di Gwangju. Jisung menaruh kopernya terlebih dahulu sebelum keluar lagi dari sana untuk mencari keberadaan Yoonji.

Langkah pertama, Jisung membuka ponsel dan menyalakan GPS-nya. Pria itu untung saja menambahkan kontak Yoonji ke dalam ponsel.

"Yoonji tidak memasang GPS," gumam Jisung.

Mau tak mau, ia menghubungi Ren. "Halo, Tu—"

"Suruh Yoonji mengirimkan alamatnya di sini. Bilang saja kalau kau mau menyusulku ke Gwangju."

"Baik, Tu—"

Pip!

Butuh waktu sekitar lima menit untuk mendapatkan sebuah alamat yang dari Ren. Tanpa basa basi lagi, Jisung segera memanggil taksi yang lewat di jalan. Mobil tersebut melaju membelah jalanan kota Gwangju, Jisung hanya berharap bahwa dia bisa bertemu dengan Yoonji dan kembali seperti semula. Ia mau mengubah itu semua.

Bisa, kan?

"Tuan, kita sudah sampai."

"Iya." Jisung membayar sopir taksi tersebut, kemudian melangkahkan kakinya keluar. Dia tidak langsung masuk ke sana, kedua matanya hanya menatap lurus ke sebuah rumah di hadapannya.

Tak bisa dia pungkiri, hatinya kini gelisah. Lebih dari itu, dia sangat panik. Jisung yang tadinya hendak melangkah, kini ia urungkan niat itu tatkala sebuah mobil berhenti di depan rumah. Jisung segera bersembunyi dibalik pohon seraya mengintip dari sana.

Tepat di depan sana ... Yoonji keluar dari mobil.

Jisung tak dapat berkata-kata, ia hanya terdiam membeku di tempatnya kendati menatap nanar dua orang di depannya. Yoonji tidak sendiri ternyata, tetapi ada orang lain yang menemani perempuan itu. Laki-laki. Perlahan, detak jantungnya berdebar lebih cepat diikuti dengan perasaan asing dalam dirinya.

Jisung tidak suka dengan pria itu. Namun, Yoonji terlihat bahagia di sana.

"Yoonji melupakanku?" Jujur, rasanya semua usaha Jisung untuk datang ke Gwangju seperti sia-sia. Yang ia dapatkan bukanlah sesuatu yang memenuhi ekspektasinya. Justru terbalik. Wanita itu tampak bahagia dengan orang yang baru, tanpa menyadari kehadirannya.

Eh iya. Jisung lupa kalau dia sedang bersembunyi dibalik pohon.

Cukup lama Jisung bersembunyi di sana hingga mobil tersebut benar-benar pergi, barulah Jisung bergegas menghampiri Yoonji. Pria itu langsung menarik tubuh Yoonji, dan memeluknya dari belakang. Seketika, semua emosi yang dia pendam pecah sudah. Cairan bening keluar dari pelupuk matanya.

Jisung menangis, seraya menenggelamkan wajahnya pada leher jenjang wanita itu. Yoonji terkejut, tubuhnya langsung mematung kala mengetahui Jisung benar-benar menemukan dirinya di Gwangju. Pria itu tengah memeluknya sambil terisak kecil di sana. Yoonji diam, walau sulit sekali untuk menahan air mata agar tidak keluar.

"Maaf."

"Maafkan aku."

Suara serak dan berat milik Jisung terdengar begitu lirih. Yoonji semakin tidak mengerti mengapa pria itu yang minta maaf sekarang? Hei, Yoonji yakin kalau Jisung pasti melihat Winwin tadi. Pelukan itu terlepas, Jisung membalikkan tubuh Yoonji agar menghadap ke arahnya.

"Aku menemukan dirimu," ucapnya seraya menempelkan kedua dahi mereka sembari memejamkan matanya.

Yoonji mengulum bibirnya—berusaha menahan tangis di hadapan Jisung. "Kenapa datang ke sini?" tanya Yoonji.

"Aku—"

"Apa kau lupa kalau kita ... sudah tidak ada hubungan lagi?" Jisung tidak marah, ia hanya tersenyum tipis sambil menangkup wajah Yoonji.

"Karena itu aku datang ke sini, mencari dirimu, dan mengulang semuanya."

TBC

HAI HAII!!! ABSEN DULU YUK SIAPA YG HADIR DI SINII?!😙☝️

Ada yang udah balik kampung belum? Hati" ya gais. Gimana, next ga?

That's Hilarious | Park Jisung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang